Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Kicau Burung & FJ Cruiser Menghiasi Rumah Nurhadi

Melihat Kediaman Sekjen MA

Minggu, 24 April 2016, 09:24 WIB
Kicau Burung & FJ Cruiser Menghiasi Rumah Nurhadi
Rumah mewah milik Sekjen Mahkamah Agung Nurhadi usai digeledah KPK.
rmol news logo Nama Nurhadi kembali mencuat ke publik. Penyebabnya, Sekjen Mahkamah Agung (MA) itu terseret perkara dugaan korupsi Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Edy Nasution.

Nurhadi merupakan sosok Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang kaya raya. Dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), hartanya sekitar Rp 30 miliar.

Rumahnya yang berada di Jalan Heng Lekir V Nomor 6, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan juga mentereng. Rumah dua lan­tai itu, menempati areal sekitar 600 meter persegi. "Ini rumah paling besar di sini," sebut Toni, sopir pribadi yang tinggal tak jauh dari rumah Nurhadi.

Tembok setinggi dua meter mengelilingi rumah yang be­rada di hook itu. Pernak-pernik marmer menambah eksotis pagar warna hijau. Suasananya cukup asri karena dipenuhi rerimbu­nan pepohonan. Kicuan burung membuat riuh rumah bercat putih itu.

Dari sela-sela pagar terlihat mobil jeep yang diselimuti ter­pal warna biru bertuliskan FJ Cruisser. Pintu gerbang ada dua. Pintu utama berada di Jalan Hang Lekir V, dan yang kedua berada di Jalan Hang Lekir VIII.

Di depan rumah terlihat dua pria berpakaian sipil berjaga-jaga. Mereka asyik mengobrol melalui handy talky sambil terus mengawasi keadaan sekitar. "Bapak tidak ada di rumah, se­dang di luar," ujar pria bernama Fauzi dengan ramah.

Fauzi mengaku baru beberapa hari ini berjaga di rumah tersebut. "Kalau atasan perintah suruh jaga di sini. Ya saya jaga," katanya.

Namun, Pria yang mengenakan batik ini, enggan menyebutkan berapa jumlah personel yang diterjunkan untuk menjaga rumah Nurhadi. "Itu rahasia," elaknya.

Pria beramput cepak ini juga enggan mengungkapkan berapa lama menjaga rumah mewah tersebut. "Tergantung atasan," elaknya. Fauzi melarang setiap orang untuk mengambil gam­bar rumah Nurhadi tanpa izin. "Harus tunjukkan tanda penge­nal dulu. Baru bisa mengambil gambar," katanya.

Tak jauh dari rumah Nurhadi, terparkir mobil Patwal berjenis Nissan Extrail warna hitamdengan pelat warna hitam. Sejak rumah Nurhadi digeledah KPK, keamanan ditingkatkan. "Biasanya yang jaga cuma petugas keamanan dari MA," kata Fauzi.

Menurut Juru Bicara Mahkamah Agung (Jubir MA) Suhadi, Nurhadi bekerja seperti biasa kendati sudah dicegah ke luarnegeri oleh KPK. "Masih bekerja.Tapi hari ini, saya belum ketemu," kata Suhadi di Gedung MA, Jakarta, Jumat (22/4).

Bahkan, kata Suhadi, Nurhadi sempat melantik sejumlah pe­jabat di lingkup Mahkamah Agung. "Dia sempat melantik kok. Belum ada keputusan lain," tandasnya.

Soal pencekalan, Suhadi mengakubelum mendapat informa­si resmi dari Nurhadi, KPK mau­pun Ditjen Imigrasi Kementerian Hukum. "Mungkin Pak Nurhadi akan lapor ke pimpinan MA da­lam waktu dekat ini," ujarnya.

Menurut Suhadi, Nurhadi hanya melapor soal penggeleda­han rumah dan ruang kerjanya oleh KPK. "Tentang apa yang digeledah dan diambil KPK, yang jelas tidak ada berkas perkara," ucapnya.

Selain itu, menurut Suhadi, MA juga belum mengetahui ka­sus yang menjerat salah Panitera PN Jakpus, Edy Nasution. "Letaknya operasi tangkap tangan tidak tahu pasti. Katanya ada yang di Jalan Hayam Wuruk, dan ada yang bilang di Jalan Gajah Mada."

Yang pasti, lanjutnya, ada operasi tangkap tangan terhadap salah satu pegawai pengadilan. "Perkara belum jelas, kami be­lum dapat informasi dari KPK. Apakah perdata atau pidana," ujar Suhadi.

Kendati demikian, dia menjelaskan, Sekretaris MA bertugas sebagai kuasa pengguna anggaran dan membelanjakan barang-barang kebutuhan lembaga.

"Dia membawahi bidang keuangan, umum dan kepegawaian," sebutnya.

Sedangkan panitera, adalah administrator perkara. Sehingga, bila dilihat sesuai tugas, dalam hal ini, Edy membawahi panitera muda pidana, panitera muda per­data, dan panitera muda hukum. "Jadi, orang yang menggunakan upaya hukum banding, kasasi, dihadapkan dengan panitera pengadilan tingkat pertama," sambung Suhadi.

Terlebih, sejak tahun 2004, tugas sekretaris dengan paniterasudah terpisah. "Yang manajemen atau atur perkara itu panitera. Sedangkan administrasi umum terkait finansial dari APBN, itu di bawah sekretaris MA," jelasnya.

Dengan alasan itulah, dia membela, Nurhadi tidak ada kaitan sama sekali dengan perkara yang menjerat Edi Nasution. Walhasil, kata Suhadi, Nurhadi hingga saat ini belum diberhen­tikan dari jabatannya sebagai Sekjen MA. Apalagi, belum ada status yang jelas terhadap Nurhadi, hanya berstatus cegah ke luar negeri. "Kan baru dicegah, belum jelas sebagai apa," ujar Suhadi.

Menurut Suhadi, Nurhadi baru akan diberhentikan dari jaba­tannya jika yang bersangkutan sudah berstatus tersangka. "Tapi, itu pun baru pemberhentian se­mentara," tandasnya.

Namun, bila sudah ada putu­san hukum tetap dari pengadilan, kata Suhadi, baru akan diputus­kan nasib selanjutnya Nurhadi di MA. "Apakah dipertahankan atau diberhentikan secara tidak hormat," tegasnya.

Terkait temuan sejumlah uang di rumah pribadi Nurhadi saat penggeledahan dilakukan KPK, Suhadi mempertanyakan temuan tersebut. "Itu uang apa? Apakah melanggar hukum atau milik pribadi, ini belum jelas," ucapnya.

Suhadi menambahkan, mesti dibuktikan, apakah uang itu berkaitan dengan perkara yang terjadi atau tidak. Seharusnya, kata dia, Nurhadi juga melapor ke MA atas hasil penggeledahan tersebut. Untuk itu, dalam waktu dekat, MA akan melakukan pemeriksaan terhadap Nurhadi.

Namun, mengenai waktu pemeriksaan, Suhadi belum mengetahui secara pasti karenamasih menunggu kebijakan pimpinan MA. "Kami akan lakukan pemeriksaanterhadap yang bersangkutan. Kami juga sudah bentuk tim untuk telusuri itu, sesuai tugas dan kewajiban," pungkasnya.

Latar Belakang
PNS Berharta Rp 33,4 Miliar & Pengusaha Burung Walet

Sosok Sekjen MA Nurhadi cu­kup menarik perhatian. Pasalnya, kendati bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS), hartanya miliaran. Dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang diserahkan ke KPK tahun 2012, hartanya ber­jumlah Rp 33,4 miliar.

Rinciannya, harta bergerak sebesar Rp 11,28 miliar. Batu mulia senilai Rp 8,63 miliar, barang-barang seni dan antik Rp 1 miliar, logam mulia seharga Rp 500 juta, dan benda bergerak lainnya senilai Rp 1,15 miliar. Pria kelahiran Kudus ini juga melaporkan empat mobilnya dengan total nilai sekitar Rp 4 miliar. Yakni, Toyota Camry ke­luaran 2010, Mini Cooper 2010, Lexus 2010, dan Jaguar keluaran 2004. Dia juga tercatat memiliki harta berupa giro dan setara kas senilai Rp 10,78 miliar.

Belum cukup, Nurhadi juga memiliki harta tidak bergerak berupa 18 bidang lahan dan bangunanyang nilainya Rp 7,36 miliar. Lahannya tersebar di berbagai wilayah seperti Jakarta, Bogor, Malang, Kudus, Kediri, Tulungagung, dan Mojokerto. Banyaknya harta yang dimi­likinya, Nurhadi mempunyai alasan sendiri.

Dia mengaku sebagai pengu­saha burung walet. Pada masa keemasannya, harga satu sarang burung walet bisa mencapai Rp 30 juta per kilogram. "Saat itu, saya bisa jual minimal 50 kilogram setiap dua bulan," kata Nurhadi beberapa waktu lalu.

Bekas Kepala Biro Hukum dan Humas MAini mengakui, penghasilannya sebagai pegawai negeri, tak sebanding dengan kekayaannya. "Sebagai eselon I, gaji pokok dan remunerasi saya hanya Rp 18 juta per bulan," sebut Nurhadi.

Sebelumnya, Nurhadi juga pernah menjadi sorotan pub­lik karena menggelar resepsi pernikahan anaknya di Hotel Mulia, Jakarta. Tak tanggung-tanggung, undangan yang disebar sebanyak 2.500 dengan ukuran sebesar majalah dan ber­bentuk kotak, dan ketika dibuka mirip pajangan foto.

Di dalam undangan tersebut, terdapat kartu mirip kartu ATM yang menggunakan barcode. Kartu ini bisa ditukarkan dengan cenderamata berupa Ipod Shuffle 2 GB yang harganya sekitar Rp 700 ribu.

Akhirnya, KPK menetapkan cenderamata mewah tersebut sebagai gratifikasi dan harus diserahkan ke KPK. Walhasil, karena tuntutan publik, beberapa Hakim Agung seperti, Gayus Lumbuun, Salman Luthan, Andi Samsan Nganro, dan Dudu Duswara menyerahkan iPod itu ke KPK.

Ruang kerja Nurhadi juga diketahui mewah. Menurut Ketua MA Bidang Pidana Khusus Djoko Sarwoko, Nurhadi me­nyulap ruang kerjanya dengan biaya sendiri. Nurhadi memiliki seperangkat meja kerja yang nilainya mencapai Rp 1 miliar. Bahkan, ruang kerjanya dua kali lipat lebih besar dibanding ruang kerja eselon Ilainnya.

Beberapa hari ini, nama Nurhadi kembali mencuat karena diduga terseret perkara paniteraPengadilan Negeri Jakarta Pusat, Edy Nasution. Edy diduga beru­paya mengatur sidang peninjauan kembali untuk perkara perdata yang menjerat salah satu pengembang properti di Tangerang Selatan.

Dalam kasus ini, KPK menangkap Edy saat menerima uang Rp 50 juta yang didugasuap dari seorang pegawai swasta bernama Doddy Arianto pada Rabu lalu. Kemudian, Nurhadi dicegah Imigrasi keluar dari Indonesia setelah ruang kerja dan rumahnya digeledah KPK.

Menurut Ketua KPK Agus Rahardjo, indikasi keterlibatanNurhadi ditemukan seusai pe­nyidik memeriksa dua tersangka yang ditangkap, yakni Panitera Sekretaris PN Jakpus Edy Nasution dan pegawai swasta ber­nama Dodi Arianto Supeno.

"Indikasi kuat berdasarkan keterangan yang sudah dimintai ke­pada yang ditangkap kemarin," ujar Agus di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (21/4).

Agus juga menerangkan, penggeledahan di kediaman dan ruang kerja Nurhadi tidak me­nyalahi aturan. Penggeledahan, lanjutnya, bisa dilakukan sebe­lum seseorang ditetapkan se­bagai tersangka, sebagaimana tertuang dalam Undang Undang KPK.   ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA