Erwin, salah seorang penÂgunjung masih setia duduk di kursinya. Satu buku berbahasa Inggris menemani hari-harinya di Perpustakaan DPR yang berada di lantai 1 Gedung Nusantara II DPR, Kompleks DPR, Senayan. "Koleksi bukunya lumayan lengÂkap. Jadi betah berlama-lama di sini," ucap Erwin kepada
Rakyat Merdeka, kemarin.
Begitulah kondisi Perpustakaan DPR yang direncanakan akan diganti dengan bangunan yang lebih bagus, luas dan koleksinya buku yang lebih banyak.
Perpustakaan lama setinggi dua lantai itu memiliki dua pintu masuk. Pertama, berada di area parkir dekat dengan Bank BNI dan kedua dekat dengan ruang rapat Komisi III DPR.
Perpustakaan yang dibuka setiap hari kerja sejak pukul 09.00 hingga pukul 16.00 WIB ini terbuka untuk umum. Namun, pengunjung hanya bisa memÂbaca di tempat dan tidak bisa meminjam buku. Yang bisa, meminjam buku hanya tenaga ahli dan anggota DPR.
Lantai bawah dikhususkan untuk pengunjung yang ingin membaca majalah dan koran. Di tempat ini disediakan sofa dan juga tempat baca yang nyaman. Beberapa orang terlihat memÂbaca koran di tempat baca.
Sementara, koleksi buku dan juga risalah rapat berada di lantai 2. Akses dari lantai 1 dan 2 hanya bisa diakses dengan tangga semÂpit dan berkelok. Suasananya cuÂkup sepi dan lampu penerangan juga kurang.
Namun saat menginjak di lantai 2 setiap pengunjung langsung disuguhkan deretan rak-rak buku setinggi 2 meter. Rak berisi ribuan buku tersebut dikelompokkan berdasarkan tema. Mulai dari tenÂtang hukum, politik, komputer, manajemen, hingga fiksi.
Tidak hanya buku, juga risalah rapat hingga rancangan undang-undang juga disimpan dengan rapi. Tapi, sedikit disayangkan, ada sebagian besar risalah hanya diletakkan begitu saja tanpa tertata rapi.
Ada juga buku yang belum terbuka masih terbungkus kerÂtas cokelat. Beberapa rak juga masih kosong dan belum diisi buku-buku.
Di tengah-tengah ruangan tersedia sofa dan meja yang dilengÂkapi komputer. Beberapa orang terlihat membaca buku. Mereka cukup nyaman saat membaca karena hawa dingin ruangan.
Erwin mengaku cukup nyaÂman berlama-lama di dalam perpustakaan karena koleksinya bukunya cukup lengkap dan seÂlalu disediakan surat kabar dari berbagai media media nasional. "Saya hampir tiap hari ke sini. Paling sering baca koran. Tapi kadang juga baca buku untuk menambah ilmu saja," kata Erwin dengan semangat.
Pria setengah baya ini kurang setuju bila DPR membangun perpustakaan baru yang lebih luas. Sebab, perpustakaan lama masih cukup nyaman digunakan, anggaran pembangunan yang dibutuhkan juga sangat besar mencapai ratusan miliar rupiah. "Lebih baik koleksi bukunya saja ditambah agar bisa menarik minat pengunjung," saran dia.
Sedangkan uang ratusan miliar yang direncanakan untuk memÂbangun gedung, kata Erwin, lebih baik digunakan untuk pembangunan infrastruktur di luar Pulau Jawa yang lebih membutuhkan. "Masih banyak masyarakat yang membutuhkan dibanding harus ngotot membanÂgun perpustakaan," tutupnya.
Sementara, Djati, Pustakawan DPR menyebut koleksi buku di perpustakaan DPR sebanyak 21 ribu judul buku. "Kalau jumlah total buku sebanyak 25 ribu," sebut dia.
Wanita yang mengenakan jilbab ini mengatakan, perpusÂtakaan ini terbuka untuk umum. Namun pengunjung hanya bisa membaca ditempat dan tidak boleh membawa pulang. "Kalau perlu bahan bisa dengan memÂfoto copy seharga Rp 200 tiap lembarnya," sebut dia.
Sedangkan untuk tenaga ahli dan anggota DPR, kata waniÂta berumur 35 tahun ini, bisa membawa pulang buku koleksi perpustakaan. "Asalkan mencatat nama dan nomor telepon dan kapan waktu dikembalikan," ucapnya.
Dia menyebut, setiap harinya perpustakaan ini tidak terlalu banyak pengunjung. Pasalnya, perpustakaan ini memang dikhususkan untuk kalangan internal anggota Dewan. "Rata-rata 20 pengunjung setiap hari. Paling banyak tenaga ahli. Kalau angÂgota DPR jarang-jarang," ungÂkapnya.
Terkait rencana pembangunan perpustakaan DPR, Djati enggan berkomentar lebih jauh. "Saya serahkan kepada atasan saja," elaknya.
Terpisah, Ketua DPR Ade Komarudin menegaskan akan tetap memperjuangkan pemÂbangunan perpustakaan di DPR sebesar Rp 570 miliar. Apalagi, perpustakaan ini diusulkan oleh para cendekiawan dan tidak hanya digunakan oleh angÂgota DPR, namun juga untuk masyarakat umum.
"Parlemen adalah sebuah lembaga yang menjadi simbol negara. Perpustakaan itu untuk parlemen dan seluruh rakyat Indonesia yang berkunjung," tegas Ade di Jakarta, belum lama ini.
Dengan ada perpustakaan tersebut, kata pria yang akrab disapa Akom ini, kualitas parÂlemen Indonesia dan rakyat Indonesia dapat dilihat dari situ. "Belajarlah ke negara-negara yang sudah maju. Dulu Amerika Serikat membuat perÂpustakaan terbesar di dunia pada saat ekonominya belum bagus. Kita sekarang sudah bagus tapi belum mempunyai perpustakaan yang memadai," kritiknya.
Akom menjelaskan, perpusÂtakaan ini direncanakan akan menjadi rumah bagi 600 ribu buku dan terbuka untuk umum. "Negara ini harus pintar. Budaya membaca harus digalakkan, salah satunya dengan menyeÂdiakan fasilitas berupa perpusÂtakaan," tandasnya. ***