Tim Dokter Forensik Muhammadiyah pun sudah melakukan autopsi terhadap warga Dukuh Brengkungan, Desa Pogung, Kabupaten, Klaten tersebut pada Minggu lalu meski sempat dihalangi-halangi sebelumnya.
"(KOPAI) mendukung 100 persen Parsyarikatan Muhammadiyah, khususnya Pemuda Muhammadiyah," ujar Ketua KOPAI Syahrul Efendi Dasopang dalam pesan singkatnya (Rabu, 6/4).
Setidaknya ada tiga temuan Tim Dokter Forensik Muhammadiyah.
Pertama, patut diduga jenazah Siyono belum pernah dilakukan autopsi oleh siapapun. Sebelumnya, Polri mengklaim sudah melakukan autopsi meski kemarin disebutkan tidak ada autopsi berdasarkan permintaan keluarga.
Kedua, ditemukan luka di beberapa bagian tubuh akibat benturan keras alat/benda tumpul. Ketiga, ditemukan patah tulang jenazah.
Tim Dokter Forensik sendiri memerlukan waktu paling lama 10 hari untuk meneliti lebih jauh di laboratorium.
Namun melihat sikap Polri yang tidak arif dalam menanggapi temuan autopsi tersebut, Syahrul menegaskan kasus penghilangan hak hidup almarhum Siyono yang melibatkan aparat harus diteruskan ke pengadilan.
"Undang-undang Hak Asasi Manusia hendaknya dikenakan pada pihak-pihak yang terlibat," tegas Syahrul. (Baca:
Terkait Siyono, Muhammadiyah Ingatkan Polri Tak Buat Kebohongan Baru Lagi).
Menurutnya, membawa kasus ini hingga ke pengadilan penting untuk memastikan tidak terjadi kesewenang-wenangan atas nama kepentingan negara. Hal ini juga penting untuk memberikan ketenteraman batin bagi masyarakat ke seluruhan.
"Seiring menarik kasus ini ke pengadilan, KOPAI juga menuntut supaya dilakukan audit keuangan dan kinerja Densus 88," demikian tokoh muda yang juga mantan Ketua Umum PB HMI ini.
Siyono tingkap Densus 88 Anti Teror karena diduga terlibat jaringan terorisme. Namun, menurut keterangan Polri, dia meninggal dunia setelah terjadi perkelahian dengan anggota Densus di mobil dalam perjalanan menuju lokasi penyimpanan senjata. Polri sendiri mengaku anggota Densus lalai dalam mengawal Siyono.
[zul]
BERITA TERKAIT: