Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Keluarga ABK Yang Disandera Tiap Malam Gelar Doa Pujian

Rumahnya Diramaikan Sanak Saudara

Jumat, 01 April 2016, 09:31 WIB
Keluarga ABK Yang Disandera Tiap Malam Gelar Doa Pujian
foto:net
rmol news logo Sepuluh Warga Negara Indonesia (WNI) yang menjadi anak buah kapal (ABK) Kapal Brahma 12 dan Anand 12, disandera kelompok Abu Sayyaf di Filipina. Para penyandera meminta uang tebusan sebesar 50 juta peso atau sekira Rp 15 miliar.

Gurat kesedihan terlihat jelas di raut muka Dedi. Salah satu kerabat ABK Brahma 12, Elvian Alvis Repi ini duduk termenung di depan teras kediaman rumah korban yang berada di Jalan Swasembada Barat 17, Kebon Bawang, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Rabu (30/3).

Kondisi rumah yang berada di tengah-tengah permukiman padat penduduk ini sunyi. Pintu rumah dua lantai bergaya mini­malis itu tertutup rapat. Hanya pagar rumah yang terbuka lebar. "Kami masih menunggu kabar dari pemerintah, bagaimana keselamatan kakak saya," ujar Dedi dengan wajah sendu.

Menjelang malam, rumah yang semula sepi menjadi penuh sanak keluarga. Halaman rumahyang tidak terlalu lebar itu penuh mobil. "Setiap malam, kami menggelar doa pujian sampai kakak saya dibebaskan," kata Dedi.

Lebih lanjut, kata pria berkaos putih ini, seluruh keluarga selalu berkumpul di kediaman korban saat malam tiba untuk memberi semangat bagi keluarga korban. "Syukur, keluarga korban cukup tegar menghadapi musibah ini. Kami berharap semoga bisa ce­pat dibebaskan," tuturnya.

Pria berumur 30 tahunan ini menyebut, kondisi kediamankorban tidak pernah sepi. Soalnya, seluruh kerabat selalu berkumpul di rumah korban. Bahkan, dua anak Elvian yang masih balita tidak tahu bahwa bapaknya menjadi korban pe­nyanderaan. "Soalnya, banyak laki-laki di rumah ini, dan se­muanya dipanggil bapak," ucap Dedi sedikit tersenyum.

Namun, saat ditanya kronolo­gis penculikan kakaknya, Dedi mengaku tidak mengetahui secara pasti. "Istri kakak lebih tahu soal itu," elaknya sambil berlalu.

Yola, istri Elvian, mengaku mendapatkan kabar kapal yang ditumpangi suaminya dibajak di Filipina, Minggu (27/3). "Saya tahu pertama kali jam 10 pagi. Suami bilang, kapalnya lagi diba­jak. Dia minta jangan panik," kata Yola dengan raut muka sedih.

Wanita berumur 29 tahun ini mengatakan, sang suami sempat bercerita bahwa para pembajak meminta sejumlah uang tebusan. Namun, suaminya tidak menye­butkan berapa jumlah uang yang diminta pembajak. "Suami tidak ngomong berapa. Saya kaget, takut, campur aduk semuanya," ujar Yola dengan wajah sedih.

Komunikasi dengan suaminya, kata Yola, juga tidak berlangsung lama. "Saya hanya ngomong lima menit, habis itu langsung putus," kenangnya.

Akibatnya, ia belum sempat bertanya lebih detail tentang keberadaan suaminya yang dicu­lik kelompok militan tersebut. "Awalnya saya ragu-ragu angkat telepon, karena saya tidak tahu itu nomor siapa. Akhirnya saya angkat dan teleponnya berlang­sung cepat," kenangnya.

Dalam percakapan yang ber­langsung singkat itu, kata Yola, para penculik meminta keluarga jangan panik dan kalau ada apa-apa tanya perusahaan tempat suaminya bekerja.

Tak lama setelah mendapat telepon dari suaminya, Yola menghubungi perusahaan tem­pat suaminya bekerja. "Kami tidak panik, tapi menunggu kabar juga tidak pasti. Makanya, saya langsung hubungi perusa­haan," ucapnya.

Walaupun demikian, Yola sedikit bisa bernafas lega kar­ena kondisi suaminya bersama sembilan ABK lainnya dalam keadaan selamat.

Tante Elvian, Syane Repi me­nambahkan, saat ini komunikasi keluarga dengan Elvian telah terputus. Mereka juga tak tahu di mana dan bagaimana kondisi Elvian bersama kawan-kawan­nya. Akan tetapi, berdasarkan in­formasi yang diterima keluarga dari perusahaan tempat Elvian bekerja, seluruh korban berada di sebuah pulau kosong.

"Istrinya telepon ke kantor, dapat kabar mereka sudah lepas dari kapal dan posisinya ada di sebuah rumah kosong di sebuah pulau," sebut dia.

Namun, lanjut Syane, belum ada kabar pasti di mana rumah kosong dan pulau tersebut be­rada. Kendati begitu, dia berkeyakinan bahwa pemerintah bisa menyelamatkan Elvian dan te­man-temannya dalam waktu se­cepatnya. "Kami berterimakasih kepada pemerintah yang terus berusaha menyelamatkan 10 ABK tersebut," ujar Syane.

Dia bersyukur karena pemerintah sudah berusaha sekuat tenaga membantu keponakannya yang masih ditahan kelompok mili­tan ini.

Syane pun berterima kasih ke­pada perusahaan tempat Elvian bekerja, PTPatria Maritime Line yang juga terus berupaya menye­lamatkan stafnya. "Kami berteri­makasih kepada perusahaan dan pemerintah, serta dukungan dan doa dari masyarakat," tuturnya.

Pihak keluarga berharap pe­nyanderaan ini segera berakhir damai dan tidak melukai korban. "Kami punya keyakinan dan punya iman bahwa pemerintah kita mampu, pasti mampu untuk membebaskan anak kami," kata Syane menutup pembicaraan.

Sedangkan Ketua RTtempat tinggal Elvian, Handri Suwan mengatakan, Elvian sudah tinggallama di wilayah Kebun Bawang, Tanjung Priok, Jakarta Utara.

Handri menambahkan, sebe­lum menikah, Elvian sudah tinggal di kawasan tersebut, "Dia sudah tinggal lama, sebelum menikah sudah di sini. Tantenya sudah lama dan orang sini juga. Orangnya baik dan bersosialisasi," ujar Handri yang ting­gal berhadapan dengan rumah Elvian.

Handri menambahkan, Elvian baru saja diangkat menjadi Mualim 1 di tempatnya bekerja. "Posisinya, pas di bawah Kapten kapal," tandasnya.

Menurut Handri, komunikasi terakhirnya dengan Elvian ti­ga bulan lalu. Saat itu, Elvian mengatakan akan berlayar ke Kalimantan. Saat mendengar Elvian disandera, Handri kaget dan mendatangi keluarga Elvian untuk memberikan dukungan.

Sejak kejadian penyanderaan tersebut, kata Handri, keluarga korban menjadi menutup diri dari lingkungan sekitar. "Istrinya sejak kemarin juga belum bicara apa-apa ke saya," ujarnya. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA