Perempuan Yang Diungkap Al-Quran (32)

Istri Imran: Teladan Bagi Single Parent

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/nasaruddin-umar-5'>NASARUDDIN UMAR</a>
OLEH: NASARUDDIN UMAR
  • Selasa, 22 Maret 2016, 09:21 WIB
Istri Imran: Teladan Bagi Single Parent
nasaruddin umar:net
rmol news logo Istri Imran yang dalam kitab-kitab tafsir disebut Hannah binti Faqud bin Qatil, salahseorang perempuan teladan di dalam Al-Qur'an. Ia adalah teladan bagi para single parent. Dalam riwayat diceritakan, ia membesarkan sendiri putrinya yang kemu­dian bernama Maryam lalu Maryam melahirkan Nabi Musa tanpa kehadiran suami. Hannah adalah seorang perempuan ulet dan berani menantang tradisi yang dianggapnya tidak sejalan dengan perinsip-perinsip dasar ke­manusiaan, karena memojokkan perempuan.

Sejak awal keluarga Imran mendambakan anak. Hannah istri Imran bahkan bernazar seandainya ia dikarunia anak, sebagaimana diungkapkan dalam Al-Qur'an: "(Ingatlah), ketika istri Imran berkata, Ya Tuhanku, sungguhnya aku bernazar kepadamu, apa (janin) yang dalam kandunganku (kelak) menjadi hamba yang mega­bdi (kepda-Mu), maka terimalah (nazar itu) dariku. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Menden­gar, Maha Mengetahui"). (Q.S. Ali Imran/3:35).

Hannah berobsesi melahirkan seorang anak laki-laki yang kelak akan dibina menjadi hamba yang taat mengabdi kepada Tuhan (muharrar). Doa dan nazarnya dikabulkan Tuhan dengan munculnya tanda-tanda kehamilan di dalam perut­nya. Akhirnya Hannah melahirkan seorang anak perempuan. Hannah agak sedikit kecewa karena yang terlahir anak perempuan. Harapannya un­tuk menjadikan anaknya sebagai ahli ibadah dan sekaligus pelayan ummat bisa terancam dengan tradisi. Dalam lintasan sejarah masyarakat yang bisa menjadi aktifis rumah ibadah dan pelayan umat adalah laki-laki. Perempuan umumnya be­rada di rumah. Hanya laki-laki yang dominan di dalam rumah ibadah saat itu.

Hannah memberi nama putrinya dengan Maryam, sebagaimana dijelaskan dalam ayat: "… dan aku memberinya nama Maryam.." (Q.S. Ali 'Imran/3:36). Dari sini ulama Tafsir berpenda­pat bahwa Hannah memelihara anaknya sejak bayi. Ada yang berpendapat suaminya meninggal saat anaknya dalam kandungan. Tradi­si masyarakat ketika itu yang memberi nama anak ialah suami atau ayah dan kenyataan yang diungkap Al-Qur'an yang memberi nama anaknya ialah Hannah sendiri. Dalam kon­teks ayat lain, Hannah juga yang lebih pro aktif membina Maryam. Kisah ini mengingatkan kita dengan sosok Lukman, sebagaimana dicerita­kan dalam Q.S. Luqman, yang membesarkan anaknya sendiri secara single parent. Meskip­un anak dibina single parent tetapi Maryam dan putra Luqman menjadi anak shalehah dan shaleh. Ini menjadi bukti bahwa single parent bisa juga melahirkan anak-anak yang sukses. Sebaliknya anak-anak yang dibesarkan dengan orangtua lengkap bukan jaminan untuk menjadi anak shaleh atau shalehah.

Setelah beberapa waktu kemudian, Hannah membawa bayinya ke rumah ibadah dengan harapan untuk diperkenalkan dengan rumah ibadah sejak dini. Bayi itu kemudian diperebutkan oleh para aktifis rumah ibadah. Karena terlalu banyak yang ingin mengasuh sang bayi ini maka dilaku­kan undian. Yang beruntung untuk merawat bayi itu ialah Nabi Zakariya. Di bawah pengasuhan Nabi Zakariyah di rumah ibadah, Maryam sejak awal sudah menunjukkan tanda-tanda keistime­waan, sebagaimana nanti akan diuraikan dalam artikel mendatang tentang Misteri Maryam.

Hannah bersyukur kepada Allah Swt karena meskipun anaknya perempuan tetapi bisa di­terima sebagai aktifis rumah ibadah dan sesuai dengan nazarnya akan menjadikan anaknya sebagai ahli ibadah. Semenjak itu perempuan sudah bisa menjadi bagian dari rumah ibadah, bukan hanya laki-laki sebagaimana kebiasaan yang berlaku sebelumnya. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA