Setidaknya ada tiga unsur yang bertumpang tindih menyebabkan kemarahan umat dalam kaÂsus tersebut. Pertama sampul Al-Qur'an yang jelas-jelas ada gambar Al-Qur'an dalam cetakan berwarna melilit terompet, yang sembarang tanÂgan bisa memegang dan nanti dibuang di sembaÂrang tempat. Kedua, terompet itu sendiri di dalam beberapa kitab fikih yang dikatakan bersumber dari hadis Nabiu dilarang karena dianggap bunyi-bunyian (mazamir) yang memanggil setan. KetiÂga, terompet itu digunakan untuk menjemput taÂhun baru Masehi, bukan tahun baru Islam, yaitu tanggal 1 Muharram. Dengan demikian pembuaÂtan terompet tahun baru yang menggunakan baÂhan baku dari sampul Al-Qur'an dapat dikategoriÂkan ungkapan yang bisa mengundang kebencian umat (Religious-Hate Speech/RHS), bahkan bisa meningkat menjadi penghujatan (blasphamy) Yang diancam pidana.
Contoh lain, penempatan kitab suci Al-Qur'an di rak paling bawah, sementara di rak bagian atasnya buku-buku biasa, atau di mushaf Al- Qur'an dicampur baurkan dengan buku-buku komik di dalam pelelangan buku. Apa lagi jika dengan sengaja menduduki mushhaf Al-Qur'an, itu semua dapat dikategorikan manifestasi RHS, karena membuat orang lain, terutama para penÂcinta Al-Qur'an bisa marah. Akhlak umat Islam terhadap Al-Qur'an sangat sopan. Bahkan difaÂhami dari ayat: La yamassahu illal muthahharun (Tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan/Q.S. Al-Waqi'ah/56:79), tidak boleh menyentuhnya sebelum berwudhu. Perempuan menstruasi juga dilarang memegang mushaf itu.
Sebagian umat beragama sangat sensitif jika atribut-atribut keagamaannya dihina atau dilecehÂkan. Setiap umat beragama merasa berkewajiban untuk memelihara dan menghormati atribut dan identitas keagamaannya. Bisa saja orang yang sanÂgat santun dan frienship tiba-tiba galak jika martabat dan kesucian atribut keagamaannya diusik. Boleh jadi ia seorang preman atau pekerja kasar yang mungkin jarang menunaikan kewajiban ajaran agÂamanya, tetapi jika ajaran agamanya dilecehkan mereka bisa lebih dahulu emosi.
Kita perlu sangat hati-hati soal atribut agama, sebab boleh jadi menurut kita adalah biasa tetapi penganut agama lain yang memiliki atribut keaÂgamaan itu luar biasa dan bisa memancing keÂmarahan dan kebencian. Pelecehan atribut agama bisa terjadi karena di luar kesengajaan, seperti dulu pernah terjadi merek dagang sebuah sepatu memasang logo yang mirip tulisan arab "Allah" di bagian bawah sepatu akhirnya menuai protes dari umat Islam. Untung saja pemilik peruÂsahaan sepatu itu segera menarik produk sepatu yang sudah terlanjur dilempar ke pasar.
Kasus lain pernah terjadi bekas sajadah diÂjadikan kesek di depan kamar mandi dan semÂpat menimbulkan kemarahan warga sekitarnya. Meskipun bekas sajadah dan mungkin sudah tua, secara moral tetap tidak etis menjadikannya seÂbagai keset, apalagi di depan kamar mandi. BaÂgaimanapun juga sajadah itu bekas tempat sujud hamba Tuhan kepada Tuhannya. ***