Peristiwa serupa juga pernah terjadi ketika profesi penghulu dilecehkan di Jawa Timur, serÂentak para penghulu mengancam akan mogok. Apa jadinya jika para penghulu tidak enjalankan tugas? Sudah barangtentu akan meninggalkan masalah sosial karena setiap tahun terjadi perÂistiwa perkawinan lebih dua juta pasang. RHS bisa diadreskan kepada orang perorangan dan bisa juga kepada lembaga. Bahkan dalam skaÂla lebih luas juga bisa juga negara menjadi tarÂget. Perang berkepanjangan antara Palestina dan Israel tersangkut paut juga dengan RHS.
Pencemaran nama baik terhadap institusi keagamaan juga sering terjadi. Suatu saat kelÂompok masyarakat NU yang berhaluan Ahlu Sunnah wal Jama'ah di Sulawesi Selatan marah besar kepada salahsatu ormas tertentu karena mazhabnya diplesetkan dengan yang menyeÂbut "Ahlu Sunnah wal Jamuta". Dalam bahasa Bugis kata "jamuta" berarti "belepotan", istilah lain dari sinkretisisme (ahl khurafat). Ungkapan seperti ini dianggap pelecehan terhadap NU. Hampir saja terjadi kerusuhan seandainya aparat keamanan tidak tanggap ketika itu.
Sehubungan dengan itu, peraturan perunÂdang-undangan negara kita memberikan sankÂsi yang tegas kepada mereka yang dengan sengaja melakukan pencemaran nama baik seseorang atau sebuah lembaga. Peristiwa pencemaran nama baik diatur secara khusus di dalam KUHP, Bab XVI, khususnya pasal 310- 321. Dalam pasal-pasal tersebut dijelaskan beberapa macam penghinaan atau penistaan, antara lain: Pertama pencemaran berupa peniÂstaan melalui perbuatan, di atur di dalam pasal 310 KUHP. Kedua, pencemaran melalui media cetak atau elektronik, juga bisa diancam denÂgan pasal yang sama dengan yang pertama, yaitu "menyerang kehormatan dan nama baik seseorang" pasal 310 KUHP. Ketiga, pencemaÂran bisa meningkat menjadi fitnah, terutama jika yang dituduhkan itu tidak terbukti. Perbuatan fitnah dan mengakibatkan pencemaran nama baik seseorang atau lembaga, dapat dikenakan pasal 311 KUHP.
Dalam Islam, pencemaran nama baik atau kelompok sangat ditentang di dalam Al-Qur'an: Hai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olok). ***