Banyak contoh yang pernah terjadi di internet. Di Belanda pernah beredar postcard sepasang pemuda dan pemudi telanjang. Wajah laki-lakinya direkayasa mirip Paus Benedict dengan menggunaÂkan peci kehormatan Vatikan, dan perempuannya direkayasi seorang suster yang menggunakan symbol kerudung suster. Tidak lama kemudian salahseorang tokoh Agama Islam juga direkayasa berpouse mirip postcard tadi, maka tentu saja menimbulkan kemarahan dan kebencian umat, khususnya pengikut setia kiyai tersohor tersebut.
Termasuk RHS dalam bentuk penyebaran berita bohong atau penyesatan informasi ialah merekayaÂsa sebuah ceramah agama yang diedit sedemikian rupa, sehingga muncul sebuah pernyataan di dalam ceramah itu kalimat yang dibaca provokatif. Padahal materi ceramah itu sudah diedit. Ada yang dipotong atau statmen di tempat lain digandengkan dengan sebuah pernyataan lain, sehingga muncul sebuah pesan yang menyesatkan, lalu membuat umat menjadi marah dan benci. Teknologi animasi saat ini bisa dengan begitu mudah menyambungÂkan foto kepala orang dengan badan yang berbeda. Bisa saja sebuah pernyataan direkayasa seolah-olah bersumber dari seorang tokoh karismatik tetapi tokoh tersebut nama dan gambarnya dicatut dari media lain.
RHS dengan modus operandi penyebaran berita bohong atau penyesatan informasi dapat diancam sanksi pidana sebagaimana diatur di dalam pasal 390 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Lebih khusus lagi juga diancam sanksi pidana lebih berat sebagaimana diatur di dalam UU No. 11 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), khususnya pada pasal 28 ayat (1): "Setiap orang dengan segaja, dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik". Rekayasa foto dan video yang sengaja dibuat untuk memancing kemarahan umat sering kita jumpai di internet sesunggunya bisa dikenakan sanksi pidana. Contohnya, kepala babi yang diletakkan di pintu masuk masjid, meskipun itu kejadiannya di Eropa tetapi jika diunduh ke dalam negeri dan berpotensi menimbulkan keresahan public umat Islam Indonesia, maka pihak berwajib berhak untuk menutup situs penyebar ituu. Bahkan jika memenuhi unsur pidana sebagaimana diatur di dalam hokum perundang-undangan kita, maka pelaku penyebar informasi itu dapat ditangkap dan diadili.
Semua pihak harus hati-hati terhadap kasus RHS karena dampaknya bisa sangat luas, bahkan bisa terjadi di luar perkiraan kita. Apalagi dalam sebuah masyarakat yang tampil bagaikan alang-alang kering. Cukup disulut dengan api kecil bisa membakar semuanya. ***