RELIGIOUS-HATE SPEECH (6)

Modus Operandi RHS: (1) Fitnah

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/nasaruddin-umar-5'>NASARUDDIN UMAR</a>
OLEH: NASARUDDIN UMAR
  • Jumat, 08 Januari 2016, 08:07 WIB
Modus Operandi RHS: (1) Fitnah
nasaruddin umar:net
MODUS operandi Religious-HateSpeech (RHS) yang perlu dicermati dan berpotensi menimbulkan konflik horizontal setidaknya ada delapan modus. Kedelapan modus tersebut ialah fitnah, menyebarkan berita bohong, penghinaan, pencemaran nama baik, penistaan, per­buatan tidak menyenangkan, memprovokasi, dan menghasut.

Fitnah sebagai modus RHS sangat berba­haya karena berpotensi membakar emosi kea­gamaan umat dengan begitu cepat dan sulit dik­endalikan. Fitnah dalam Kamus Besar bahasa Indonesia diartikan sebagai "perkataan bohong atau tanpa berdasarkan kebenaran yang dis­ebarkan dengan maksud menjelekkan orang". Jika fitnah diangkat sebagai materi RHS sudah pasti akan menimbulkan dampak yang sangat merugikan, bukan hanya pada diri yang difitnah tetapi juga seluruh anggota keluarga dan saha­bat dekat yang bersangkutan.

Fitnah sebagai modus operandi RHS sangat potensial terjadi di dalam masyarakat kita yang tengah menikmati kebebasan beragama dan berkepercayaan. Munculnya term dan akronim baru yang bisa digunakan untuk menghasut dan merugikan seseorang atau suatu kelompok seperti term pengkafiran (takfiri), pensyi'ahan (tasyayyu'), aliran sesat, bid'ah, nabi palsu, dan akronim penyudutan lainnya, perlu dicermati.Seseorang bisa saja dihancurkan kariernya bahkan jiwanya terancam jika dilancarkan fit­nah keji terhadapnya. Apalagi jika yang melan­carkannya seorang agitator dan provokator, lalu disebarkan melalui media-media publik, maka hancurlah orang itu.

Contohnya, seorang tokoh masyarakat yang sekian lama mengabdikan diri kepada umat secara luas, tiba-tiba difitnah sebagai syi'ah (tasyayyu') maka tokoh tersebut bisa lasung menderita krisis kepercayaan dari jamaahnya. Namanya di-black list dari jadwal kegiatan ru­tin umat. Tidak ada lagi yang akan mengun­dang ceramah, media mencoret namanya, negara dan pemerintah tidak lagi akan meng­gunakan jasanya, bahkan mungkin bisa saja menjadi sasaran kriminal dari kelompok fa­natic anti Syi'ah.

Itu lah sebabnya kata fitnah tidak pernah menjadi term positif dalam Islam dan juga di didalam budaya luhur bangsa kita. Dalam Al-Qur'an lebih tegas menyatakan bahwa: Wa al-ftnah asyad min al-qatl (dan fitnah lebih sadis daripada pembunuhan/Q.S. al-Baqarah/2:191). Dalam redaksi lain dikatakan: Wa al-fitnah ak­bar min al-qatl (dan fitnah lebih besar daripada pembunuhan/Q.S. al-Baqarah/2:217). Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) kita juga dengan tegas diancam di dalam pasal 390, dan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) pasal 28 ayat (1).

Adalah wajar jika fitnah dikenakan sank­si berat dan benar apa yang dikatakan dalam Al-Qur'an bahwa fitnah lebih keji dari pem­bunuhan, karena jika orang dibunuh hanya merasakan sekali mati, tetapi jika orang difit­nah bisa merasakan berkali-kali mati. Bahkan anggota keluarga dekat dan sahabat karib juga ikut merasakan "kematian" itu. Biasanya orang yang korban fitnah tidak akan pernah pulih na­manya seumur hidup. Walaupun orang lain su­dah melupakannya tetapi yang yang bersang­kutan bersama keluarga dekatnya tidak begitu mudah melupakannya. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA