Religious-Hate Speech (3)

Dasar Hukum Religious-Hate Speech

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/nasaruddin-umar-5'>NASARUDDIN UMAR</a>
OLEH: NASARUDDIN UMAR
  • Selasa, 05 Januari 2016, 09:21 WIB
Dasar Hukum Religious-Hate Speech
NASARUDDIN UMAR:NET
KONTROVERSI yang mun­cul dari Surat Edaran Kapolri Nomor: SE/6/X/2015 ten­tang Penanganan Ujaran Kebencian (Hate Speech) lebih banyak disorot dari segi dasar hokum dan kekha­watiran akan digunakan sebagai kekuatan untuk membungkam demokrasi. Kekhawatiran yang kedua sudah ditepis oleh pen­jelasan Kapolri dan pemerintah, apalagi didukung oleh para ulama dan tokoh-tokoh agama.

Apalagi di dalam di dalam Surat Edaran itu sendiri secara jujur diungkapkan latar belakang dan tujuan penerbitas Surat Edaran tersebut, yaitu: (a) bahwa persoalan mengenai ujaran kebencian (hate speech) semakinmendapatkan perhatian masyarakat baik nasional maupun internasional seiring dengan men­ingkatnya kepedulian terhadap perlindungan atas hak asasi manusia (HAM); (b) bahwa perbuatan ujaran kebencian memiliki dampak yang meren­dahkan harkat martabat manusia dan kemanusian seperti yang telah terjadi di Rwanda, Afrika Selatan, ataupun di Indonesia; (c) bahwa dari sejarah kema­nusiaan di dunia maupun bangsa ini, ujaran keben­cian bisa mendorong terjadinya kebencian kolektif, pengucilan, diskriminasi, kekerasan, dan bahkan pada tingkat yang paling mengerikan, pembantian etnis atau genosida terhadap kelompok yang men­jadi sasaran ujaran kebencian; (d) bahwa masalah ujaran kebencian harus dapat ditangani dengan baik karena dapat merongrong prinsip berbangsa dan bernegara Indonesia yang berbhineka tunggal ika serta melindungi keragaman kelompok dalam bangsa ini; (e) bahwa pemahaman dan pengeta­huan atas bentuk-bentuk ujaran kebencian merupa­kan hal yang penting dimiliki oleh personel Polri se­laku aparat Negara yang memiliki tugas memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum serta perlindungan, pengayoman dan pe­layanan kepada masyarakat, sehingga dapat diam­bil tindakan pencegahan sedini mungkin sebelum timbulnya tindak pidana sebagai akibat dari ujaran kebencian tersebut;

Dengan back groud dan penjelasan tersebut di atas sesungguhnya cukup dapat diyakini bah­wa Surat Edaran ini tidak akan digunakan selain yang tertera di dalam tujuan dimaksud. Apalagi substansi Surat Edaran tersebut bersifat univer­sal. Banyak Negara, termasuk Negara-negara maju juga sudah menerapkan ketentuan tentang Hate Speech (HS). Bahkan ide HS sudah tertu­ang di dalam International Covenant on Civil and Political Right (ICCPR) yang sudah diratifikasi oleh Negara kita sebagaimana tertuang di da­lam UU No. 12 tahun 2005 tentang Pengesahan ICCPR (Koven Internasional tentang Hak-hakkk Sipil dan Politik). Dalam UU ini disebutkan dalam Pasal 20 ayat (2): "Segala advocasi yang men­ganjurkan kebencian atas dasar kebangsaan, ras, atau agamayang membentuk suatu hasuta­nuntuk melakukandiskriminasi, permusuhan, atau kekerasan harus dilarang oleh hukum".

UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, meskipun belum spesifik tetapi sesungguhnya juga sudah memuat peraturan tentang HS. Dalam pasal 28 UU ini disebutkan: (1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak me­nyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Tran­saksi Elektronik. (2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditu­jukan untuk menimbulkan rasakebencian atau per­musuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Bahkan sanksinya pun su­dah di atur dalam pasal 45 ayat 2 yang mengancam pidana penjara enam tahun dan/atau denda Rp. 1.000.000.000 (satu miliar rupiah). ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA