Apalagi di dalam di dalam Surat Edaran itu sendiri secara jujur diungkapkan latar belakang dan tujuan penerbitas Surat Edaran tersebut, yaitu: (a) bahwa persoalan mengenai ujaran kebencian (
hate speech) semakinmendapatkan perhatian masyarakat baik nasional maupun internasional seiring dengan menÂingkatnya kepedulian terhadap perlindungan atas hak asasi manusia (HAM); (b) bahwa perbuatan ujaran kebencian memiliki dampak yang merenÂdahkan harkat martabat manusia dan kemanusian seperti yang telah terjadi di Rwanda, Afrika Selatan, ataupun di Indonesia; (c) bahwa dari sejarah kemaÂnusiaan di dunia maupun bangsa ini, ujaran kebenÂcian bisa mendorong terjadinya kebencian kolektif, pengucilan, diskriminasi, kekerasan, dan bahkan pada tingkat yang paling mengerikan, pembantian etnis atau genosida terhadap kelompok yang menÂjadi sasaran ujaran kebencian; (d) bahwa masalah ujaran kebencian harus dapat ditangani dengan baik karena dapat merongrong prinsip berbangsa dan bernegara Indonesia yang berbhineka tunggal ika serta melindungi keragaman kelompok dalam bangsa ini; (e) bahwa pemahaman dan pengetaÂhuan atas bentuk-bentuk ujaran kebencian merupaÂkan hal yang penting dimiliki oleh personel Polri seÂlaku aparat Negara yang memiliki tugas memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum serta perlindungan, pengayoman dan peÂlayanan kepada masyarakat, sehingga dapat diamÂbil tindakan pencegahan sedini mungkin sebelum timbulnya tindak pidana sebagai akibat dari ujaran kebencian tersebut;
Dengan back groud dan penjelasan tersebut di atas sesungguhnya cukup dapat diyakini bahÂwa Surat Edaran ini tidak akan digunakan selain yang tertera di dalam tujuan dimaksud. Apalagi substansi Surat Edaran tersebut bersifat univerÂsal. Banyak Negara, termasuk Negara-negara maju juga sudah menerapkan ketentuan tentang
Hate Speech (HS). Bahkan ide HS sudah tertuÂang di dalam
International Covenant on Civil and Political Right (ICCPR) yang sudah diratifikasi oleh Negara kita sebagaimana tertuang di daÂlam UU No. 12 tahun 2005 tentang Pengesahan ICCPR (Koven Internasional tentang Hak-hakkk Sipil dan Politik). Dalam UU ini disebutkan dalam Pasal 20 ayat (2): "Segala advocasi yang menÂganjurkan kebencian atas dasar kebangsaan, ras, atau agamayang membentuk suatu hasutaÂnuntuk melakukandiskriminasi, permusuhan, atau kekerasan harus dilarang oleh hukum".
UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, meskipun belum spesifik tetapi sesungguhnya juga sudah memuat peraturan tentang HS. Dalam pasal 28 UU ini disebutkan: (1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak meÂnyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam TranÂsaksi Elektronik. (2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang dituÂjukan untuk menimbulkan rasakebencian atau perÂmusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Bahkan sanksinya pun suÂdah di atur dalam pasal 45 ayat 2 yang mengancam pidana penjara enam tahun dan/atau denda Rp. 1.000.000.000 (satu miliar rupiah). ***