Surat Edaran Kapolri adalah referensi palÂing jelas dan terukur tentang bentuk dan criteÂria HS. Pada nomor (2) huruf (f) Surat Edaran itu disebutkan: Ujaran kebencian dapat berupa tindak pidana yang diatur dalam Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP) dan ketentuÂan pidana lainnya di luar KUHP, yang berbenÂtuk antara lain:1) Penghinaan. 2) Pencemaran nama baik. 3) Penistaan. 4) Perbuatan tidak menyenangkan. 5) Memprovokasi. 6) MenghaÂsut. 7) Menyebarkan berita bohong, dan semua tindakan di atas memiliki tujuan atau bisa berÂdampak pada tindak diskriminasi, kekerasan, penghilangan nyawa, dan atau konflik sosial.
Ujaran kebencian sebagaimana dimaksud di atas, bertujuan untuk menghasut dan menyulut kebencian terhadap individu dan atau kelompok masyarakat dalam berbagai komunitas yang dibeÂdakan dari aspek : 1) Suku. 2) Agama. 3)Aliran KeaÂgamaan. 4)Keyakinan atau kepercayaan. 5)Ras. 6) Antargolongan. 7)Warna kulit. 8)Etnis. 9) Gender. 10) Kaum difabel. 11)Orientasi seksual. Bahkan Surat Edaran ini lebih terinci sampai kepada media pengungkapan HS, sebagaimana bisa dilihat pada huruf (h), yaitu: 1) Dalam orasi kegiatan kampanye. 2) Spanduk atau banner. 3) Jejaring media social. 4) Penyampaian pendapat di muka umum (demonÂstrasi). 5) Ceramah keagamaan. 6) Media massa cetak atau elektronik. 7)Pamflet.
Dari pengertian operasional dan bahasa teknis dalam Surat Edaran Kapolri tersebut di atas bisa menjelaskan banyak hal yang selama ini masih abal-abal. Aparat hukum, khususnya aparat keÂpolisian bisa bekerja dengan tegas dengan dikeÂluarkannya Surat Edaran ini. Aparat kepolisian selama ini terjadang lebih banyak menjadi penonÂton di dalam menyaksikan sebuah orasi yang seÂsungguhnya sangat berpotensi menyulut emosi massa. Namun pihak kepolisian juga akan berÂhadapan ancaman yang tidak ringan manakala salah tangkap. Dalam praperadilan anggota polisi sering kali dikalahkan.
Surat Edaran Kaporli ini pada mulanya menuai kontroversi, terutama muncul dari kalangan aktifis LSM, praktisi Media, dan tentu saja dari para poliÂtisi, karena mereka khawatir kebebasannya bisa tereduksi atau bisa diancam dengan sanksi hokum tertentu. Namun sosialisasi dan penjelasan Kapolri yang sepertinya tidak mengenal lelah menjelaskan tujuan Surat Edaran itu, akhirnya para pihak berÂsikap diam dan sebagian ilmuan dan praktisi hukum menilai positif, karena bisa memberikan kepastian hukum terhadap berbagai persoalan yang abal-abÂal di dalam masyarakat selama ini. ***