Dari 39 Rancangan Undang-Undang yang ditargetkan, DPR hanya sanggup menyelesaikan tiga undang-undang. Wakil Ketua Badan Legislatif (Baleg) DPRFirman Subagyo menjelasÂkan 'prestasi' itu.
Tanggapan Anda soal renÂdahnya produk undang-unÂdang yang dihasilkan DPR?Yang harus diketahui adalah legislasi itu bukan hanya tangÂgung jawab Baleg, tapi juga pemerintah. Karena itu, semua yang terkait dalam penyusunan undang-undang termasuk keÂmenterian harus serius. Jangan malas-malasan. Jadi soal keÂterlambatan-keterlambatan pembahasan RUU, baik DPR maupun pemerintah juga harus sama-sama evaluasi.
Menurut Anda, apa yang harus dievaluasi pemerinÂtah? Selain penyelesaian Naskah Akademis (NA) dan draf RUU yang memakan waktu, turunÂnya Surat Presiden (surpres) juga lama bahkan ada yang sampai dua bulan baru turun. Di antara RUU yang belum turun surpresnya adalah RUU Jasa konstruksi, serta RUU terkait masalah perbukuan dan kebudayaan.
Selain itu, apa lagi?Pemerintah mesti melaksanaÂkan undang-undang yang sudah dibuat. Banyak undang-undang yang tidak dipraktikkan peÂmerintah. Misalnya, Undang-Undang Perawatan Hutan dan Undang-Undang Pangan. Sebab, sampai saat ini pemerintah masih juga impor terus. Media dan LSM juga harus mengevaluÂasi pelaksanaan undang-undang yang sudah disahkan. Apakah pemerintah sudah melaksakan dengan baik. Jadi, jangan hanya target pembuatan undang-unÂdang saja yang dievaluasi, tapi pelaksanaan undang-undang juga penting dievaluasi.
Tadi Anda bilang ada Menteri yang malas-malasan membahas RUU bersama DPR. Kementerian apa saja? Di antaranya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang jarang hadir dalam pemÂbahasan RUU Perlindungan Nelayan, dan Kementerian ESDM dalam membahas RUU Minyak dan Gas.
Nah, bagaimana kendala di internal DPR sendiri ?Pertama, masih banyaknya komisi di DPR yang belum siap menyusun RUU karena banyak melakukan kunjungan kerja.
Kedua, tidak diberikannya otoritas Baleg dalam menyusun RUU, dan
ketiga, banyaknya reÂses pada masa sidang tahun ini.
Apakah kisruh antar angÂgota DPR yang terjadi paÂda awal masa sidang juga menjadi alasan lambannya penyelesaian undang-unÂdang? Memang ada pengaruhnya. Namun begitu, pemerintah juga mestinya tidak ikut camÂpur dalam persoalan politik. Gonjang-ganjing politik ini juga karena pemerintah punya kepentingan. Di antaranya, mereka ingin memenangkan pilkada, sehingga beberapa partai politik seperti Partai Golkar diacak-acak. Biarkan lembaga yudikatif yang meÂnyelesaikan tanpa harus ada campur-tangan dari pemerÂintah.
Apakah tata tertib soal legislasi perlu diubah dan diberikan kepercayaan penuh kepada Baleg dalam menyeleÂsaikan UU?Iya, Baleg memang seharusÂnya diperkuat. Bilamana tatib soal legislasi parlemen diubah dan dipercayakan penuh kepada Baleg, saya yakin, setengah bahÂkan seluruh RUU yang sudah diprioritaskan masuk prolegnas di tahun mendatang dapat diseleÂsaikan menjadi undang-undang. Selain itu, fungsi dan tugas anggota Dewan dalam legislasi menjadi ringan.
Dengan banyaknya RUU yang belum diselesaikan, jumlah RUU yang masuk Prolegnas tahun depan perlu ditekan atau tidak?Tidak ada perubahan, masih sekitar 37 hingga 39 RUU yang akan dibahas tahun deÂpan. Namun, kami tentu akan lebih selektif dalam menerima usulan. RUU yang dibahas juga harus benar-benar relevan dan mendesak sesuai dengan konÂdisi negara. Salah satunya yang berkaitan dengan implementasi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). ***
BERITA TERKAIT: