WAWANCARA

Firman Subagyo: Pembahasan RUU Terlambat, DPR Dan Pemerintah Harus Sama-sama Evaluasi

Selasa, 29 Desember 2015, 09:00 WIB
Firman Subagyo: Pembahasan RUU Terlambat, DPR Dan Pemerintah Harus Sama-sama Evaluasi
Firman Subagyo:net
rmol news logo Prestasi DPR dalam menyelesaikan undang-undang terus menjadi sorotan. Menutup tahun 2015, DPR gagal men­capai target legislasi.
Dari 39 Rancangan Undang-Undang yang ditargetkan, DPR hanya sanggup menyelesaikan tiga undang-undang. Wakil Ketua Badan Legislatif (Baleg) DPRFirman Subagyo menjelas­kan 'prestasi' itu.

Tanggapan Anda soal ren­dahnya produk undang-un­dang yang dihasilkan DPR?
Yang harus diketahui adalah legislasi itu bukan hanya tang­gung jawab Baleg, tapi juga pemerintah. Karena itu, semua yang terkait dalam penyusunan undang-undang termasuk ke­menterian harus serius. Jangan malas-malasan. Jadi soal ke­terlambatan-keterlambatan pembahasan RUU, baik DPR maupun pemerintah juga harus sama-sama evaluasi.

Menurut Anda, apa yang harus dievaluasi pemerin­tah?
Selain penyelesaian Naskah Akademis (NA) dan draf RUU yang memakan waktu, turun­nya Surat Presiden (surpres) juga lama bahkan ada yang sampai dua bulan baru turun. Di antara RUU yang belum turun surpresnya adalah RUU Jasa konstruksi, serta RUU terkait masalah perbukuan dan kebudayaan.

Selain itu, apa lagi?

Pemerintah mesti melaksana­kan undang-undang yang sudah dibuat. Banyak undang-undang yang tidak dipraktikkan pe­merintah. Misalnya, Undang-Undang Perawatan Hutan dan Undang-Undang Pangan. Sebab, sampai saat ini pemerintah masih juga impor terus. Media dan LSM juga harus mengevalu­asi pelaksanaan undang-undang yang sudah disahkan. Apakah pemerintah sudah melaksakan dengan baik. Jadi, jangan hanya target pembuatan undang-un­dang saja yang dievaluasi, tapi pelaksanaan undang-undang juga penting dievaluasi.

Tadi Anda bilang ada Menteri yang malas-malasan membahas RUU bersama DPR. Kementerian apa saja?
Di antaranya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang jarang hadir dalam pem­bahasan RUU Perlindungan Nelayan, dan Kementerian ESDM dalam membahas RUU Minyak dan Gas.

Nah, bagaimana kendala di internal DPR sendiri ?
Pertama, masih banyaknya komisi di DPR yang belum siap menyusun RUU karena banyak melakukan kunjungan kerja. Kedua, tidak diberikannya otoritas Baleg dalam menyusun RUU, dan ketiga, banyaknya re­ses pada masa sidang tahun ini.

Apakah kisruh antar ang­gota DPR yang terjadi pa­da awal masa sidang juga menjadi alasan lambannya penyelesaian undang-un­dang?

Memang ada pengaruhnya. Namun begitu, pemerintah juga mestinya tidak ikut cam­pur dalam persoalan politik. Gonjang-ganjing politik ini juga karena pemerintah punya kepentingan. Di antaranya, mereka ingin memenangkan pilkada, sehingga beberapa partai politik seperti Partai Golkar diacak-acak. Biarkan lembaga yudikatif yang me­nyelesaikan tanpa harus ada campur-tangan dari pemer­intah.

Apakah tata tertib soal legislasi perlu diubah dan diberikan kepercayaan penuh kepada Baleg dalam menyele­saikan UU?
Iya, Baleg memang seharus­nya diperkuat. Bilamana tatib soal legislasi parlemen diubah dan dipercayakan penuh kepada Baleg, saya yakin, setengah bah­kan seluruh RUU yang sudah diprioritaskan masuk prolegnas di tahun mendatang dapat disele­saikan menjadi undang-undang. Selain itu, fungsi dan tugas anggota Dewan dalam legislasi menjadi ringan.

Dengan banyaknya RUU yang belum diselesaikan, jumlah RUU yang masuk Prolegnas tahun depan perlu ditekan atau tidak?

Tidak ada perubahan, masih sekitar 37 hingga 39 RUU yang akan dibahas tahun de­pan. Namun, kami tentu akan lebih selektif dalam menerima usulan. RUU yang dibahas juga harus benar-benar relevan dan mendesak sesuai dengan kon­disi negara. Salah satunya yang berkaitan dengan implementasi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA