MENCEGAH KONFLIK KEAGAMAAN (27)

Menguatkan Kembali Unconditional Love (1)

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/nasaruddin-umar-5'>NASARUDDIN UMAR</a>
OLEH: NASARUDDIN UMAR
  • Senin, 28 Desember 2015, 09:44 WIB
Menguatkan Kembali Unconditional Love (1)
nasarudin umar:net
SALAH satu unsur yang paling penting dalam set­iap agama ialah penana­man rasa cinta tanpa parih (unconditional love) kepada setiap orang tanpa mem­bedakan jender, agama, et­nik, dan kewarganegaraan seseorang. Jika unsur cin­ta hilang dari agama maka yang akan muncul adalah kebencian. Muncul­nya potensi konflik beragama boleh jadi umat beragama mendapat pemahaman yang tidak utuh dari ajaran agamanya. Semaki dalam penghayatan keagamaan seseorang terhadap agamanya semakin kuat rasa cintanya kepada sesama. Tindakan kekerasan yang lahir atas nama agama bisa dipastikan merupakan tinda­kan yang keliru.

Cinta dalam Islam merupakan inti ajaran. Dalam hadis Nabi dijelaskan, jika 30 juz atau 114 surh dalam Al-Qur'an dipadatkan maka pe­madatannya ialah surah Al-Hatihah, isnti surah ini terletak pada ayat pertamanya: Bismillahir rahmanir rahim. Indti basmalah terletak pada dua kata terakhir: Al-Raman al-Rahim. Kedua kata ini berasal dari akar kata yang sama, yaitu rahima berarti cinta.

Dalam Al-Qur'an dikenal tidak kurang dari 14 terminologi cinta, antara lain al-hubb, al-'isyq, al-syagaf, al-widd, al-ta'alluq, dan lain-lain. Istilah-istilah itu menggambarkan berbagai bentuk dan kualitas cinta; mulai dari cinta moyet sampai cin­ta Ilahi (mahabbah). Semakin tinggi derajat cinta semakin terbatas persyaratan cinta itu, sehingga cinta itu tidak lagi mengenal dan tergantung pada kondisi tertentu. Mungkin karena itu cinta ini dise­but dengan unconditional love. Cinta Ilahi (uncon­ditional love) ialah puncak kecintaan seseorang kepada Tuhan. Begitu kuat cinta itu maka seolah yang mencinta dan yang dicintai menjadi satu. Yang mencinta dan yang dicintai terjadi persa­maan secara kualitatif sehingga antara keduanya terjalin keakraban secara aktif.

Sebetulnya semua orang berpotensi men­capai kualitas cinta ini, karena memang se­mua berasal dari-Nya dan pada akhirnya akan kembali kepada-Nya (Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un). Kedua entitas itu berbeda namun sulit untuk dipisahkan, seperti laut dan gelombang­nya, lampu dan cahayanya, api dan panasnya. Kita tidak bisa mengatakan laut sama dengan gelombang, lampu sama dengan cahaya, atau api sama dengan panas, demikian pula kita tidak bisa mengatakan antara yang mencinta dan yang dicintai betul-betul sama atau antara makhluk sama dengan Khaliq.

Lautan cinta pada diri seseorang akan mengim­bas pada seluruh ruang. Jika cinta sudah terpatri dalam seluruh jaringan badan kita maka vibrasin­ya akan menghapus semua kebencian. Sebagai manifestasinya dalam kehidupan, begitu bertemu dengan seseorang, ia tersenyumm, sebagai ung­kapan dan tanda rasa cinta.

Nikmat sekali bermesraan dengan Allah SWT. Kadang tidak terasa air mata meleleh. Air mata kerinduan dan air mata tobat inilah yang kelak akan memadamkan api neraka. Air mata cinta akan memutihkan noda-noda hitam dan menjadi­kannya suci. Cinta tidak bisa diterangkan, hanya bisa dirasakan. Terkadang terasa tidak cukup ko­sakata yang tersedia untuk menggambarkan ba­gaimana nikmatnya cinta. Kosakata yang terse­dia didominasi oleh kebutuhan fisik sehingga untuk mencari kata yang bisa memfasilitasi ke­inginan rohani tidak cukup. Terminologi dan kota kata yang tersedia lebih banyak berkonotasi cinta kepada fisik materi, tetapi terlalu sedikit kosa kata cinta secara spiritual. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA