Namun Ia tetap optimistis seÂmua hakim MK dapat menyeleÂsaikan tugas. Seperti diketahui, tugas MK menyidangkan PHPU pilkada kali ini cukup berat. Sebab, dalam jangka waktu 45 hari, MK dituntut mampu meÂnyelesaikan seluruh sengketa pilkada. Berikut wawancara selengkapnya;
Sejauh ini apa saja persiaÂpan MK untuk menyidangÂkan gugatan PHPU pilkada serentak?MK sudah menyiapkan semuanya sejak awal sebagai tindak lanjut Undang-Undang Pilkada. Undang-undang yang tadinya Perppu (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang) kemudian menjadi undang-undang itu ternyata kemarin masih banyak pasal-pasal dimintakan judicial reÂview, tapi Alhamdulillah semua akhirnya semua sudah diputus oleh Mahkamah terlebih dahulu. Karena kalau tidak diputuskan dengan prioritas segera maka itu bisa menghambat pelaksanaan pilkada serentak. Oleh karena itu, sudah diputus sehingga puÂtusan-putusan Mahkamah sudah ditindaklanjuti dan dilaksanakan oleh KPU dan Bawaslu untuk pilkada tanggal 9 kemarin.
Apa saja poin penting puÂtusan MK dalam persiapan pilkada serentak itu?
Ada beberapa hal yang penting di situ; Pertama, (terkait pilkada) yang (hanya diikuti calon) satu pasangan saja, ternyata pelakÂsanaan nggak ada masalah, di Tasikmalaya, Blitar, dan lainnya semuanya tetap berjalan lancar. Itukan baik, nggak ada masalah. Hasilnya juga bisa kita lihat nggak ada masalah. Kemudian juga yang ada hubungannya dengan petahaÂna, nggak ada masalah juga.
Waktu itu banyak juga yang kecewa dengan putusan MK, karena ikut menyuburkan poliÂtik dinasti. Tanggapan Anda?Ya kalau itu hak konstitusional warga kan. Tapi toh buktinya banyak juga calon petahana yang kalah. Yang politik dinasti yang berhubungan dengan itu yang kalah juga ada. Jadi itu kan obÂjektif dan wajar. Memang nggak ada masalah, di negara lain pun nggak ada masalah.
Mekanisme penanganan gugatan perkara pilkada kali ini bagaimana?Kita sudah menyiapkan tiga panel nanti yang akan memeriksa, tetapi putusan tetap diambil oleh sembilan hakim. Tapi kita bagi pemeriksaannya tiga panel. Panel A, B, C. Sehingga seluruhnya, panitera, panitera pengganti juga yang mendukung kita bagi menjadi tiga panel. Itu sudah kita siapkan semua. Kemudian kita juga menyiapkan sosialisasi pada penyelenggara; KPU, Bawaslu, pasangan calon juga ada.
Apa langkah MK menindakÂlanjuti aturan pilkada baru yang mensyaratkan selisih suara yang bisa ditangani MK dibatasi maksimal dua persen dari jumlah penduduk?Tidak hanya dua persen. Jadi penjelasannya adalah; untuk penÂduduk yang lebih dari dua juta di dua persen, untuk penduduk sekiÂan satu setengah persen, lalu satu persen hingga setengah persen. Jadi aturannya itu setengah persen sampai dua persen selisihnya.
Kalau mau lengkap di pasal 158 sudah dijabarkan, juga di dalam PMK (Putusan MK)-nya. Kalau kabupaten jumlah penduduknya cuma 250 ribu itu kenanya setÂengah persen. Kalau lebih dari dua persen tidak bisa berperkara di sini. Tapi untuk provinsi yang penduduknya lebih dari dua juta itu kena dua persen.
Artinya untuk kasus yang selisih suara di atas dua persen,tidak bisa lagi mengajukan guÂgatan ke MK?Iya. Kalau selisihnya jauh ngaÂpain datang ke sini. Misalnya begini, satu pasangan calon memÂperoleh 80 persen, yang satu cuma dapat 5 persen, kalau seperti itu kan mau diapa-apakan susah.
Kenapa parameternya diÂdasarkan pada jumlah penÂduduk bukannya jumlah pemilih?Lho itu kan amanat undang-undang, bukan MK yang meÂnentukan. Itu adanya di Undang-Undang Pilkada.
Kita kan menjalankan unÂdang-undang, KPU menjalankan undang-undang, seluruhnya menjalankan undang-undang. Dan Undang-Undang Pilkada itu kan bukan MK yang buat, tapi DPR. Saya nggak boleh memÂberikan masukan, nggak etis itu. (Kecuali) nanti ada judicial review. Saya ini nggak boleh memberikan masukan bagaimaÂna undang-undang yang baik. Hakim Konstitusi tidak boleh berkomentar mengenai baik atau buruknya undang-undang. Karena itu potensial menjadi perkara judicial review.
Ada yang mengkritik, pemÂbatasan dua persen itu meÂlanggar hak konstitusional warga negara?Nggak... Nggak. Hak konÂstitusi di mana sih. Itu politik hukum pembentuk undang-undang kok.
Bagaimana nasib gugatan sengketa Pilkada yang pelangÂgarannya bersifat terstruktur, sistemik dan masif?Kalau sekarang kan undang-undang mengkonstruksikan kita menyelesaikan (PHPU) sebagai Mahkamah Kalkulator.
Mahkamah kalkulator, maksud Anda?Iya. Kita kan hanya mengeÂnai angka-angka. Kan kemarin
Rakyat Merdeka sendiri yang menulis pernyataan Prof Jimly (Asshiddiqie) yang mengatakan untuk masalah-masalah yang berhubungan dengan PHPU, haÂsil pemilu, pilkada itu (ditangani) MK. Untuk masalah yang lain diserahkan kepada badan peraÂdilan yang lain, kan gitu.
Tanggapan Anda sendiri mengenai wacana pengadilan khusus pemilu bagaimana?Memang pilkada semestinya tidak diselesaikan di Mahkamah Konstitusi, harus dibentuk baÂdan peradilan khusus. Karena kewenangan MK itu secara limiÂtatif ditentukan dalam Undang-Undang Dasar. Sekarang kita mengadili perkara pilkada, karÂena masa transisi, karena belum ada badan peradilan khusus yang menyelesaikan PHPU, kan gitu. Jadi ini kewenangan sampingan. Kewenangan yang karena masa transisi. MK nggak akan menyeÂlesaikan masalah pilkada lagi, kalau sudah ada (badan peradilan khusus pemilu). ***
BERITA TERKAIT: