WAWANCARA

Kartono Mohamad: Jawa Barat Masuk Endemi HIV/AIDS, Penyebabnya Hubungan Seks Tak Aman

Selasa, 01 Desember 2015, 09:10 WIB
Kartono Mohamad: Jawa Barat Masuk Endemi HIV/AIDS, Penyebabnya Hubungan Seks Tak Aman
ilustrasi:net
rmol news logo Ketersediaan obat anti retroviral (ARV), jadi tema yang akan diangkat dalam peringatan Hari AIDS Internasional yang jatuh hari ini. Di Indonesia khususnya, para Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA), mengalami kesulitan untuk mendapatkan obat, terlebih bagi para ODHA yang bera­da di pelosok. Ketua Yayasan AIDS Indonesia (YAIDS) dr. Kartono Mohamad mengatakan, hal itu sebagai masalah penting yang harus segera dituntaskan. Berikut penjela­san Kartono kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Bagaimana ketersediaan ARV di Indonesia?
Ini yang masih menjadi suatu masalah, terutama untuk negara seperti Indonesia. Karena obat itu memang mahal.

Kenapa mahal?
Karena ketersediaan obat ini masih diimpor dan dibayar pe­merintah, jadi memang mahal. Itu pun sebenarnya pemerintah sudah mengimpor dengan mem­beli harga yang termurah dari India dan Cina. Yang kasihan kan yang di daerah, yang su­sah dijangkau, karena obatnya mungkin tidak sampai ke sana. Jadi soal ketersediaan dan akses pelayanan obat yang belum sam­pai ke sana.

Sekarang ini daerah penye­baran penyakit ini di mana saja?

Daerah-daerah endemik masih sama saja. Jakarta, Bali, Papua. Daerah-daerah itu yang tingkat penyebarannya masih tinggi. Beberapa daerah lain juga me­nyusul, seperti Jawa Barat. Tapi semua provinsi di Indonesia sekarang ini terdapat pasien dengan HIV/AIDS. Tapi itu masalahnya, akses terhadap obatnya masih susah.

Penyebab dominannya?
Hubungan seks yang tidak aman.

Bagaimana cara menan­ganinya?

Yang perlu dilakukan adalah kampanye menggunakan penga­man saat berhubungan. Tapi masih tetap ada kesulitan.

Apa itu?
Kampanye penggunaan alat pengaman dalam hubungan sek­sual seringkali ditafsirkan untuk memberikan kesempatan melaku­kan seks bebas. Padahal ada atau tidak ada kampanye itu, pergaulan bebas tetap berjalan. Dengan adanya kampanye itu pun, bukan berarti orang akan lebih berani melakukan hubungan seks bebas. Penggunaan alat pengaman akan menyelamatkan banyak orang.

Bagaimana tenaga medis di Indonesia?
Saat ini jumlahnya dirasa masih kurang dan belum men­cukupi. Tapi untuk kota-kota besar, pelatihan untuk konselor memang sudah dilakukan.

Peran masyarakat bagaima­na?
Sebagai anggota masyarakat, kami juga berikan penyuluhan jangan sampai terkena HIV. Bagi yang sudah positif, perlu diberikan konseling, edukasi, pelatihan dan sebagainya.

Perlu dilakukan untuk para penderita agar memiliki keahl­ian. Bimbingan ini cukup men­gatasi ketakutan terhadap penya­kit tersebut.

Masih banyak orang malu memeriksakan diri, ini ba­gaimana?
Jadi masalahnya adalah kar­ena stigma. Di Indonesia, jika orang sudah positif penyakit ini selalu dikaitkan dengan dosa dan orang nakal. Padahal AIDS bisa juga tertular dari suntikan, kar­ena transfusi, bisa juga karena suami yang menulari istri yang setia di rumah.

Jadi?
Jangan selalu menuduh AIDS itu dosa, dan penggunaan kon­dom jangan selalu dikaitkan den­gan dosa dan seks bebas. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA