MENGENAL FIKIH KEBHINNEKAAN (52)

Pengembangan Hukum Fikih Pada Masa Nabi

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/nasaruddin-umar-5'>NASARUDDIN UMAR</a>
OLEH: NASARUDDIN UMAR
  • Selasa, 20 Oktober 2015, 08:36 WIB
Pengembangan Hukum Fikih Pada Masa Nabi
nasaruddin umar/net
ISYARAT berbagai peris­tiwa yang terjadi pada masa Nabi, Sahabat, dan Tabi'in menunjukkan betapa elasti­nya hukum Islam. Sumber-sumber hukum ternyata bukan hanya yang secara tegas di dalam Al-Qur'an dan Hadis tetapi juga kre­atifitas dan kecerdasan para ulama. Contoh dalam masa Nabi, ketika Mu'az ibn Jabal diutus menjadi Gubernur di Yaman oleh Nabi. Suatu ketika Nabi bertanya kepa­danya bagaimana engkau menghukum perkara di sana? Dijawab oleh Mu'az aku memutuskan berdasarkan apa yang telah ditetapkan Allah Swt di dalam Al-Qur'an. Nabi bertanya lagi, jika engkau tidak mendapatkan hukumnya di da­lam Al-Qur'an? Dijawab oleh Mu'az, aku me­mutuskannya berdasarkan hadis Rasulullah Saw. Ditanya lagi oleh Nabi, jika engkau tidak mendapatkannya di dalam hadis, maka dijawab lagi oleh Mu'az, aku memutuskan berdasatrkan ijtihadku ya Rasulullah. Kemudian Rasulullah mengapresiasi kecerdasan Mu'az.

Dari dialog Mu'az ibn Jabal, Gubernur Yaman, dapat difahami bahwa semenjak awal perkem­bangan Islam pada masa Nabi peran ijtihad sangat penting di dalam perkembangan hukum fikih. Apa yang dilakukan oleh Mu'az tentu bisa dilakukan pula oleh Gubernur di daerah lain. Seperti kita ketahui perkembangan dunii Islam berlangsung begitu cepat semenjak pada masa Nabi. Dikatakan oleh para ahli bahwa tidak ada orang yang menyebarkan suatu faham yang ajarannya menyebar kepada hampir separuh belahan bumi yang penganjurnya masih hidup selain Islam. Islam dan Nabi Muhammad me­mang betul-betul luar biasa. Kini agama Islam menjadi agama terbesar di dunia yang dianut oleh sekitar 1,5 miliar manusia. Seolah tidak ada suatu tempat di bawah kolong langit bumi ini tanpa dihuni oleh umat Islam.

Dalam kasus lain Nabi juga memberikan oto­nomi dan kepercayaan kepada para sahabat­nya di dalam mengembangkan ajaran Islam. Pernyataan Nabi yang mengatakan: "Saha­batku tidak akan pernah mungkin bersepakat kepada hal-hal yang tidak benar". Hal ini men­gandung maksud bahwa para sahabat bisa menggunakan kecerdasannya, tentunya yang sejalan dengan Al-Qur'an dan hadis, di dalam mengembangkan ajaran Islam. Banyak contoh Nabi memberikan kemerdekaan kepada para sahabatnya untuk mengembangkan pemaha­mannya tentang syari'ah Islam.

Suatu ketika mengutus dua orang sahabat­nya ke Bani Quraidhah untuk membawa pesan kepada pimpinan daerah itu. Nabi menghimbau agar secepatnya sampai ke Bani Quraidhah dengan menggunakan bahsa: "Jangan shalat (Ashar) sebelum sampai ke Bani Quraidhah". Muncul masalah di lapangan, Bani Quraidhah mesih lumayan jauh, sementara magerib sudah mau masuk. Salahseorang sahabat Nabi shalat dengan alasan shalat Ashar dan Magrib tidak bisa di jamak.

Sementara sahabat lain tidak menyeleng­garakan shalat Ashar karena belum sampai di Bani Quraidhah. Al-hasil, setelah sahabat Nabi kembali dan melaporkan peristiwa yang diala­mi keduanya, lalu Nabi membenarkan kedua-duanya. Kasus yang hampir sama juga pernah dialami sahabatnya yang melakukan perjalanan panjang di Padang Pasir. Keduanya bermim­pi basah di perjalanan. Seorang di antaranya mandi junub dengan berguling-giling di pa­sir dengan alasan pasir pengganti air dengan analogi dalam tayammum. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA