WAWANCARA

Wardiman Djojonegoro: Pendidikan di Indonesia Masih Sangat Memprihatinkan

Kamis, 08 Oktober 2015, 09:43 WIB
Wardiman Djojonegoro: Pendidikan di Indonesia Masih Sangat Memprihatinkan
Wardiman Djojonegoro/net
rmol news logo Menteri Pendidikan dan Kebudayaan era Orde Baru ini sampai sekarang masih concern dengan dunia pendidi­kan kita meski sudah 17 tahun pensiun. Menurut dia, pembangunan pendidikan Indonesia belum selesai. "Lihat berapa juta anak yang belum mendapatkan pen­didikan dasar, mutu pendidikan kita jauh tertinggal dan tema yang selalu nongol setiap tahun adalah mahalnya pendidikan kita," kata Wardiman kepada Rakyat Merde­ka saat ditemui di Jakarta.

Saat menjadi pimpinan puncak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dia memperke­nalkan konsep link and match sebagai usaha untuk mengaitkan pendidikan dengan dunia kerja. Relevansi pendidikan dengan dunia luar baginya merupa­kan salah satu syarat untuk ber­hasilnya reformasi pendidikan. Berikut ini petikan wawancara Rakyat Merdeka dengan Prof. Dr Ing Wardiman Djojonegoro selengkapnya:

Bagaimana Anda melihat kualitas pendidikan Indonesia saat ini?
Sangat memprihatinkan, in­dikator langsungnya adalah dalam tes internasional kita di bawah. Sementara indika­tor tidak langsungnya adalah manajer-manajer perusahaan Indonesia hanya bisa menerima 70 persen lulusan Indonesia karena tidak memenuhi syarat perusahaan. 20 persen bagus, sisanya lumayan dan selebihnya jelek. Ini menjadi keprihatiann tersendiri, terang dong kita sudah 70 tahun merdeka tapi sampai saat ini masih terdapat kepincangan-kepincangan yang belum selesai sampai sekarang.

Apa kepincangan-kepincanganyang belum selesai itu?

Antara lain kemiskinan, per­bedaan pendapatan dan pen­gangguran. Kita harus bekerja lebih keras jangan hanya men­cari bupati lagi, jangan mencari jadi anggota dewan lagi, harus­nya bekerja dalam bidangnya, meningkatkan universitas-uni­versitas, dan lain lain.

Setelah 70 tahun Indonesia merdeka, masih banyak cita-cita kemerdekaan yang belum tercapai. Keadilan sosial, ke­pincangan pendapatan semakin tajam, indeks GINI sudah me­lebihi 0,436. Ini berarti bahwa kesenjangan kaya dan mis­kin membesar. Pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) Indonesia di atas rata-rata, tetapi dinikmati oleh hanya 20 persenmasyarakat. Sekelompok masyarakat 20 persen semakin kaya. Keadilan sosial belum merata. Kemiskinan masih dia­tas 11,3 persen karena kurangnya perusahaan dan pengangguran.

Zaman sudah berubah, dunia dalam 70 tahun tera­khir sudah berubah dengan cepat. Setiap negara saling terkait baik politik, ekonomi, sosial budaya. Globalisasi juga berarti persaingan semakin ketat, bagaimana komentar Anda terkait hal ini?
Ya. itu akhirnya memaksa setiap negara memperjuangkan kepent­ingannya sendiri. Dunia sekarang adalah smart world, dunia pintar, dunia yang cepat karena majunya informasi teknologi. Jelas kiranya bahwa membangun dunia kini dan dunia masa depan mengharuskan kita menjadi smart. Itulah syarat jika Indonesia mau maju. Menjadi sejahtera, dan tidak ditinggal oleh dunia. Indonesia masih banyak tertinggal dari apa yang dicita-citakan para pendiri republik. Ini tidak mudah, dalam suasana seperti sekarang di mana banyak nilai-nilai kemerdekaan menjadi kabur, dan nilai mementingkan diri sendiri, kurang peduli den­gan masyarakatnya yang lebih menonjol.

Bagaimana dengan demokrasi di Indonesia, tentunya sudah berubah jauh dibanding saat orde baru?
Demokrasi di Indonesia tum­buh, tetapi sistem yang dibina untuk ketenangan politik, ternyata tidak mampu membina keadilan sosial dan kesejehteraan. Stabilitas di Indonesia juga baik, meskipun di sana sini masih ada konflik horizontal yang besar. Dalam zaman perjuangan kita hanya berjuang melawan penjajah, tetapi zaman globalisasi sekarang, harus berjuang di banyak bidang, bidang politik dan demokrasi, bidang ekonomi dan keuangan, bidang sosial dan kesejahteraan, kebu­dayaan dan sastra, dan tentunya juga bidang pendidikan.

Dalam bidang pendidikan, bagaimana komentar Anda Soal Ujian Nasional yang ber­basis pada kejujuran?
Itu kan sudah teknis nggak perlu saya komentari. Kalau ujian ya harus jujur. Itu normal saja jadi harus dilaksnakan dengan baik. Kalau tidak dilak­sanakan dengan baik bukan ujian namanya tapi memberi hadiah. Kejujuran normal kan, dalam hidup harus jujur termasuk da­lam ujian. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA