WAWANCARA

Mahfud MD: Keputusan MK Soal Izin Untuk Memeriksa Anggota DPR Benar, Bagus Sekaligus Keliru

Kamis, 01 Oktober 2015, 08:09 WIB
Mahfud MD/net
rmol news logo Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 76/PUU-XII/2014 yang mengharuskan penegak hukum izin terlebih dulu kepada Presiden saat akan memeriksa anggota DPRdinilai banyak pihak sebagai kemunduran dalam penegakan hukum.

Keputusan itu merupakanbuah dari judicial review yang diajukan Perkumpulkan Masyarakat Pembaruan Peradilan Pidana (PMPPP). Padahal dalam gugatan awalnya LSM ini hanya memohon kepada MKmerevisi Undang-Undang MD 3 khususnya pasal yang mengatur kewajiban penegak hukum harus mengantongi izin dari Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) ketika hendak memeriksa anggota dewan.

Dalam putusannya ternyata selain mengabulkan permoho­nan itu, MK malah mengalihkan kewajiban penyidik meminta izin ke Presiden ketika hendak memeriksa anggota dewan.

Putusan MK ini dirasakan nyaris bertolak belakang denganputusan MK sebelumnya yang ketika itu dipimpin Mahfud MD. Lewat putusan MK Nomor 73/PUU-IX/2011 kala itu begawan hukum berdarah Sampang Madura ini, mengha­pus ketentuan yang mewajibkan aparat hukum mengantongi izin terlebih dulu dari Presiden ke­tika hendak memeriksa kepala daerah yang berkasus.

Memang obyek hukum yang diujikannya berbeda. Putusan yang ditelurkan Mahfud ketika itu terkait uji materiil Undang-Undang Pemda. Namun se­harusnya ghirah yang melatari kedua keputusan MK itu sama, yakni sama-sama menjunjung asas peradilan cepat sederhana dan murah. Namun apa mau dikata, MK saat ini memiliki pertimbangan hukum sendiri. Lantas bagaimana tanggapan Mohammad Mahfud MD ter­hadap putusan MK terbaru ini? Berikut petikan wawan­cara Mahfud dengan Rakyat Merdeka lewat sambungan telepon.

Apa tanggapan Anda dengan keputusan anyar MK ini?
Secara substansi saya tidak setuju dengan putusan MK yang baru itu. Menurut saya itu kemun­duran dalam penegakan hukum. Tapi ketidaksetujuan saya tak ada artinya juga. Sebab vonis MK kan inkracht berlaku mengikat meski ada yang tak setuju.

Pada 2011 Anda dan kawan-kawan di MK memutuskan sebaliknya lawat putusan MK Nomor 73/PUU-IX/2011?
Betul. Saya dulu bersama kawan-kawan di MK memutuskan sebaiknya, langsung saja pemerik­saan tanpa izin siapa pun. Bahkan kalau ditahan ya ditahan saja. Presiden sifatnya diberitahu saja.

Apa pertimbangan MK saat itu?
Asas peradilan cepat seder­hana dan murah. Penegakan hu­kum kan perlu kecepatan. Selain itu independensi kekuasaan kehakiman. Dan izin ini kan bisa juga dibuat permainan oleh ok­num penegak hukum. Misalnya "Kalau kamu tidak beri saya sesuatu? Saya mintakan izin ke Presiden". Permainan selama da­lam permintaan izin ke Presiden, bisa dibelok-belokan kan. Tapi jangan khawatir, putusan MKyang dulu itu tentang Undang-Undang (UU) Pemerintahan Daerah (Pemda).

Artinya Apa Putusan MK Nomor 73/PUU-IX/2011 tetap berlaku?
Putusan MK yang dulu itu tetap berlaku dan sekarang juga masih mengikat sebab yang dulu Undang-Undang yang diuji adalah Pemda. Yang sekarang diuji adalah Undang-Undang MD3. MK kan memang hanya menguji undang-undang yang dimohonkan pengujian dan putusannya hanya berlaku pada undang-undang yang diuji.

Putusan MK yang baru melebihi dari perhomonan penguji? Tanggapan Anda?
Begini. Dilihat di luar soal final dan mengikatnya, menurut saya putusan MK itu benar dan bagus, tetapi juga keliru. Putusan itu benar dan bagus, ketika men­cabut ketentuan bahwa MKD harus dimintai izin terlebih dulu ketika ada anggota dewan yang akan dimintai keterangan dalam kasus pidana. Kalau ketentuan itu dibiarkan akan terjadi campur aduk antara wewenang etis dan wewenang yuridis. MKD itu kan menangani soal penegakan etika, sedang pemeriksaan dalam kasus pidana adalah penegakan hukum. Inilah benar dan ba­gusnya.

Alasan mengapa vonis MK ini bagus?

Ya dicabutnya izin ke MKD itu. Hal itu kan untuk menghindari politisasi dan kolusi. Kalau pemeriksaan anggota DPR harus lewat MKD bisa saja nanti izinnya dipersulit, apalagi kalau menyangkut pimpinan DPR dan elite par­tai. Bagaimana kalau ang­gota MKD itu bawahan yang mau diperiksa? Apa mau beri izin? Ini kan campur aduk penegakan hukum dan politik. Makanya bagus ini dicabut.

Lantas apa yang keliru dari putusan MK terbaru ini?

Yang keliru itu ya yang me­nambah ketentuan bagi peny­idik (meminta izin Presiden ketika hendak memeriksa ang­gota dewan) ini. Kelirunya dalam kemanfaatan hukum saja. Seharusnya MK cukup memutus begini : MKD tak berwenang memberi izin pe­meriksaan terhadap anggota DPR, selanjutnya pemeriksaan terhadap anggota DPR juga tak perlu izin Presiden. Sampai di situ titik seharusnya. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA