KEKUATAN SILATURRAHIM (4)

Menjalin Ukhuwah Wathaniyah

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/nasaruddin-umar-5'>NASARUDDIN UMAR</a>
OLEH: NASARUDDIN UMAR
  • Jumat, 24 Juli 2015, 12:52 WIB
Menjalin Ukhuwah Wathaniyah
NASARUDDIN UMAR
KATA "Ukhuwah Wathani­yah" bukan hanya slogan tetapi sudah menjadi kepribadian bangsa. Semua umat dan etnik yang hidup di bawah atap Indonesia mengejawantahkan slogan ini di dalam bentuk kepribadian.

Khusus untuk umat Islam, sejak awal berdirinya bang­sa ini menganggap kosa kata Islam dan NKRI bagaikan sebuah kata majmuk. Kedua kata ini tidak bisa dipisahkan karena sudah saling mem­beri energi satu sama lain. Jika kita berbicara tentang Islam di Indonesia pasti kita berbicara tentang NKRI, demikian pula sebaliknya.

Pemahaman Islam yang berkeindonesiaan dan Islam yang berkeislaman sudah terjadi jauh sebelum proto-Indonesia. Banyak teori tentang kapan masuknya Islam di Indonesia. Mulai dari orang mengatakan semenjak masa pemerin­tahan Utsman ibn 'Affan sampai sejarawan Ba­rat yang mengatakan semenjak abad ke 13 M. Akulturasi dan enkulturasi antara keduanya su­dah terjadi sejak awal. Wajar jika The Found­ing Fathers bangsa ini tidak perlu mempersoal­kan kenapa Islam tidak menjadi dasar Negara di negara. Bagi bangsa Indonesia lebih penting mempertahankan "Negara Islami" ketimbang "Negara Islam". Sampai hari ini pendirian itu masih tetap tangguh.

Lintasan sejarah panjang Indonesia mem­buktikan bahwa Indonesia hidup damai den­gan berbagai kemajmukannya, termasuk kem­ajmukan agama. Jiwa besar yang dimiliki para pejuang dan pendiri bangsa ini mengajari kita sebagai generasi pelanjutnya untuk tidak per­lu mengusik keberadaan NKRI. Salahsatu ha­sil Muktamar Nahdlatul Ulama (NU), organisasi masyarakat terbesar di negeri ini pernah mem­berikan legitimasi kalau NKRI sudah merupakan bentuk final bagi bagsa Indonesia. Keberadaan NKRI tidak perlu diotak atik, bahkan tidak perlu ditafsirkan bermacam-macam. Islam dan NKRI sudah senapas dan tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Realitas seperti ini sesungguhnya adalah wujud nyata ukhuwah wathaniyah.

Ukhuwah wathaniyah harus dipertahankan dan harus selalu dipupuk. Kini muncul kekha­watiran sementara pihak yang meragukan ke­langgengan keutuhan antara keduanya dengan munculnya kelompok ideology yang mem­persoalkan hubungan tersebut. Bahkan ada yang secara terang-terangan mau menafikan keberadaan NKRI dengan memperkenalkan ideologi tarns nasional, seperti yang dikem­bangkan oleh kelompok Islamic State ini Iraq and Syam (ISIS). Kelompok ini bermimpi akan mengeliminir Negara Bangsa (nation state) lalu digantikan dengan konsep khilafah, yang me­nyerahkan kepemimpinan tunggal negara ket­angan seorang khalifah.

Al-Qur'an dan Hadis sesungguhnya mem­berikan hak-hak budaya lokal (cultural right) untuk menginterpretasikan dirinya, sehingga tidak mesti menjadi "orang Arab" untuk menja­di mulim/muslimah terbaik. Kita bisa tetap men­jadi orang Indonesia sekaligus sebagai muslim/muslimah terbaik. Rasulullah Saw makan den­gan tiga jari tangan, karena makanannya ada­lah roti. Bagi kita bangsa Indonesia tidak mesti makan dengan menirukan Nabi makan karena makanan kita nasi.

Nabi mencontohkan dengan kencing duduk karena pakaian Arab umumnya menggunakan gamis, mirip sarung. Memang kita harus duduk atau jongkok agar aurat kita tertutup dan ter­bebas dari percikan najis. Akan tetapi bangsa yang menggunakan celana panjang, justru leb­ih nyaman dan aman dengn kencing berdiri. Closet kencing kita pun dirancang berdiri.  ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA