Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Adhyaksa Dault: Jakarta Masih Jauh dari Predikat Smart City

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/zulhidayat-siregar-1'>ZULHIDAYAT SIREGAR</a>
LAPORAN: ZULHIDAYAT SIREGAR
  • Kamis, 25 Juni 2015, 04:41 WIB
Adhyaksa Dault: Jakarta Masih Jauh dari Predikat <i>Smart City</i>
adhyaksa dault
rmol news logo Senin kemarin (22/6), Kota Jakarta genap berusia 488 tahun. Di usianya yang sudah sangat tua tersebut, Jakarta seharusnya menjadi inspirasi dan pionir kota termaju bagi daerah-daerah di Indonesia. Tapi, kenyataannya, Jakarta masih jauh dikatakan sebagai kota cerdas atau smart city.

"Jangan bicara soal progress pembangunan yang besar-besar dulu atau kota yang berbasis digital. Kita tengok yang kecil-kecilnya. Contohnya, soal fasilitas umum (fasum) dan fasilitas sosial (fasos) di Jakarta yang seolah tidak tersentuh," ungkap tokoh nasional, Adhyaksa Dault, kemarin.

Menpora era Kabinet Indonesia Bersatu I yang saat ini menjadi Ketua Kwarnas Gerakan Pramuka ini menaruh perhatian terhadap Jakarta. Maklum, suami Drg Mira Arismunandar ini sejak masih TK hingga saat ini hidup di tengah hiruk-pikuk ibu kota. Karena itu, dia mengetahui perjalanan sejarah Jakarta dari zaman ke zaman.

"Ketika SD pada 1977, saya juara lomba pidato mewakili SD Al-Azhar di GOR Bulungan. Nah, ketika saya masuk GOR Bulungan beberapa waktu lalu, ternyata fasilitasnya tidak ada bedanya alias tak ada perkembangan. Padahal itu sudah 38 tahun yang lalu," tambahnya.

Menurut dia, fasilitas GOR itu sangat membantu masyarakat untuk menyalurkan bakat olahraganya. Dengan kota besar dan jumlah penduduk Jakarta yang kian padat, seharusnya hal-hal yang mendasar itu harus diperbaiki.

"Saya heran ide Ali Sadikin yang terus mengembangkan semangat olahraga kenapa tak dikembangkan saja. Padahal, olahraga itu bisa membikin semangat kebangsaan yang terus menggelora," tegasnya.

Adhyaksa menyayangkan dengan taman kota Jakarta yang kumuh. Padahal, taman-taman di Jakarta sangat banyak. Karena itu, taman kota harus segera dihidupkan. Contoh di Singapura, tiap blok apartemen wajib ada fasos dan fasum. Nah, taman-taman kota di Jakarta malah banyak yang tidak terawat. Lapangan Banteng, misalnya. Ada juga lapangan Suropati. Itu seharusnya jadi jantungnya kota.

"Nah, sekarang bagaimana kabarnya rencana pembangunan Stadion BMW yang terkesan mangkrak?" ungkapnya mempertanyakan.

Padahal, kata dia, Jakarta ini tak punya lapangan sepak bola representatif selain di Gelora Bung Karno Senayan. "Seharusnya pemerintah bisa merangkul masyarakat dan mengajak ahli-ahli sosiolog untuk membenahi ini semua," ujarnya.

Dengan begitu, diharapkan bisa bersama-sama menyediakan lahan pembangunan stadion. "Saya ini lulusan Fisip UI, nah ketika itu ada penelitian di Johar Baru. Itu kan merupakan wilayah yang paling tinggi volume tawuran para remaja,” tambahnya.

Solusinya saat itu, anak-anaknya dibuatkan fasilitas sanggar band oleh tim UI. Akhirnya, mereka dibuatkan kejuaraan band. Dampaknya, sekarang tingkat tawuran remaja turun drastis. "Itu contoh simpel penelitian," tegasnya. [zul]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA