Gugatan praperadilan ini sudah masuk ke agenda sidang pertama di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Rabu, 9 Oktober 2024. Dalam sidang perdana itu, KPK selaku pihak termohon tidak hadir.
“KPK hanya mengirimkan surat untuk pengajuan penundaan sidang,” kata kuasa hukum pemohon, Kharis Sucipto dalam keterangan tertulisnya, Sabtu, 11 Oktober 2024.
Kharis berpandangan, alasan peraperadilan tersebut diajukan karena ada kejanggalan dalam surat perintah penyitaan barang bukti dari KPK. Ia beralasan, surat penyitaan tidak sah dan melanggar UU 19/2019 tentang KPK.
“Surat itu ditandatangani oleh Ketua KPK yang sesuai aturan bukan penyidik. Dengan dituliskannya Ketua KPK selaku penyidik pada surat perintah penyitaan, maka surat itu cacat dan tidak sah,” jelas Kharis.
Atas dasar alasan tersebut, Kharis meminta pengadilan mengabulkan tuntutan dengan menyatakan penyitaan tidak sah.
Adapun praperadilan tersebut diajukan setelah KPK menyita sejumlah dokumen serta alat komunikasi terkait kasus akuisisi Jembatan Nusantara oleh ASDP beberapa bulan lalu.
Akuisisi tersebut dilakukan pada periode tahun buku 2022 dengan nilai sebesar Rp1,2 triliun atau jauh di bawah yang ditentukan, yaitu Rp1,3 triliun.
BERITA TERKAIT: