WAWANCARA

Fayakhun Andriadi: Era Digital Untungkan Pejabat & Politisi, Tapi Jadi Neraka Bila Kontrol Diri Lemah

Rabu, 27 Mei 2015, 09:43 WIB
Fayakhun Andriadi:  Era Digital Untungkan Pejabat & Politisi, Tapi Jadi Neraka Bila Kontrol Diri Lemah
Fayakhun Andriadi/net
rmol news logo Sudah banyak politisi dan pejabat memanfaatkan era digital demi mencapai puncak karier dan posisi empuk. Tapi tidak sedikit pula di antara mereka yang terperosok karena kontrol diri yang lemah.

 Ini semua gara-gara era digital. Namun ada pula politisi yang meneliti mengenai era digital itu membuatnya menjadi dok­tor. Dia adalah anggota Komisi I DPR Fayakhun Andriadi.

Politisi Partai Golkar itu menjadi Doktor pertama di Universitas Indonesia (UI) yang menulis disertasi tentang Demokrasi di Era Digital dari perspektif ilmu politik.

Fayakhun Andriadi dikuku­hkan sebagai doktor, kemarin. Di hadapan para penguji, dia menjawab semua pertanyaan para guru besar ilmu politik UI tersebut, sehingga dinyatakan lulus dengan Yudisium "Amat Memuaskan."

Usai dikukuhkan sebagai Dokter, Fayakhun Andriadi menyam­paikan kepada Rakyat Merdeka mengapa dia tertarik meneliti demokrasi digital. Simak wawan­caranya berikut ini;

Apa yang membuat Anda ter­tarik meneliti demokrasi digital?
Ada tiga hal yang menjadi pertimbangan memilih topik ini. Pertama, selama ini di Indonesia belum ada kajian yang murni melihat Demokrasi Digital dari perspektif ilmu politik, mayori­tas dari perspektif komunikasi politik. Padahal, disiplin ilmu politik adalah yang paling funda­mental dan komprehensif seba­gai peneropong melihat sebuah fenomena politik baru.

Kedua, praktik berdemokrasi di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir sudah tidak bisa dilepaskan dari pengaruh peng­gunaan teknologi digital, lebih spesifik lagi media sosial.

Ketiga, intensi pribadi yang secara khusus terlibat langsung dalam dinamika politik nasional, sekaligus pada saat yang sama memiliki latarbelakang keil­muan dalam bidang teknologi digital.

Apa yang Anda maksud dengan istilah demokrasi digital?
Demokrasi Digital adalah sebuah istilah yang merujuk pada simbiosis antara kemajuan teknologi digital dan demokrasi. Kemajuan teknologi digital telah menyebabkan terjadi pergeseran makna pada kata ruang.” Dulu ruang merujuk pada sesuatu yang bersifat fisik. Tapi di era digital, ruang juga bersifat maya.” Nah, masyarakat memanfaatkan ruang maya sebagai sarana partisipasi politiknya, istilahnya cyberspace politic (politik berbasis ruang maya). Partisipasi politik dapat dilakukan tanpa kehadiran fisik partisipan atau warga negara, tapi hanya melalui ruang maya. Inilah yang disebut Demokrasi Digital, dimana partisipasi poli­tik warga negara dapat diek­spresikan secara maya melalui perangkat-perangkat digital.

Meski disampaikan secara maya, aspirasi yang disuarakan seorang warga negara melalui media sosial dapat didengar oleh publik maupun oleh pemerintah melalui jaringan media maya yang tersedia. Dan aspirasi yang disuarakan ini memiliki dampak terhadap realitas politik.

Kenapa memilih Pilkada DKI 2012 sebagai studi kasus?
Jakarta merupakan salah satu kota digital "tersibuk" di dunia dalam penggunaan media sosial. Di Jakarta, tingkat penggu­naan media sosial sangat tinggi. Bahkan yang tertinggi di dunia. Fakta ini dapat menjadi basis logis tentang tingginya kemung­kinan penggunaan dan pengaruh media sosial terhadap realitas politik yang terjadi di Jakarta. Artinya, potensi penggunaan dan pengaruh media sosial di Jakarta jelas lebih tinggi dibandingkan provinsi lain yang secara fak­tual tingkat penggunaan media sosialnya sangat rendah, karena berbagai faktor kendala yang sangat kompleks.

Selain itu, penggunaan media sosial sebagai sarana kampa­nye-sosialisasi pada perhelatan Pilkada DKI 2012 sangat tinggi. Pemanfaatan media sosial ini dilakukan oleh semua pasangan calon yang maju pada Pilkada DKI 2012.

Banyak politisi yang jatuh karena isu di media sosial, ba­gaimana Anda melihat ini?
Era digital ini benar-benar menarik. Ia menguntungkan bagi politisi, pejabat, apatarur negara yang punya rekam jejak bagus. Sebaliknya, media sosial menjadi neraka bagi pejabat atau politisi yang mempunyai kontrol diri lemah. Di era digital ini, setiap politisi, pemegang kebijakan, kepala pemerintahan, aparatur negara harus mening­katkan kontrol diri.

Bisa Anda sebutkan beberapa contoh?
Ada banyak sekali contoh betapa media sosial telah men­jadi saluran politik yang efektif dalam mendesakkan protes politik, protes sosial, kontrol terhadap pemerintah bahkan menggulingkan pemerintah yang sah. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA