"Sama seperti kader PAN, pengurus dan anggota Majelis Taklim Daru Amanah juga tidak ada lagi yang beraktifitas di geÂdung ini. Semua kunci ruangan di sini juga sudah diberikan kepada pengelola gedung," kata Rahmat, petugas keamanan gedung berlantai tujuh ini.
Di teras lobby gedung berÂnuansa biru itu masih terdapat papan nama Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Amanat Nasional (PAN). Beberapa tahun terakhir, partai berlogo matahari terbit itu bermarkas di tempat ini. Kini, PAN harus hengkang dari gedung milik PT Arthindo Utama ini.
Perusahaan itu didirikan Hatta Rajasa. Arthindo meminta DPP PAN pindah karena gedung ini mau dipakai sebagai kantor bisnis Reza Rajasa, anak Hatta Rajasa.
Rahmat menyebutkan, furniÂture di ruangan Majelis Taklim Daru Amanah adalah barang inventaris DPP PAN yang belum diangkut. Sebagian sudah diangÂkut dengan truk minggu lalu.
Ada empat truk ukuran sedang yang dikerahkan untuk menÂgangkut peralatan kantor milik DPP PAN. Bolak-balik dari sore hingga malam memindahkan barang.
Peralatan kantor partai itu dipindahkan ke dua tempat. "Barang elektronik seperti perangkat komputer dipindahin ke rumah Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan di daerah Cipinang. Perabotan lainnya diangkut ke kantor Barisan Muda (BM) PAN di wilayah Tebet," ungkap Rahmat.
Rakyat Merdeka yang menyambangi DPP PAN, mendaÂpati gedung itu nyaris kosong. Di lantai empat, ada tiga orang yang terlihat duduk mengelilingi meja kayu di seberang lift. Mereka mengaku staf DPP sedang berÂjaga. Perabotan di kantor Komite Pemenangan Pemilu Nasional (KPPN) ini sudah diangkut.
Suasana sepi juga terlihat keÂtika turun ke lantai tiga. Lampu di langit-langit dipadamkam. Hanya lampu-lampu kecil berÂwarna biru dan putih di panel kayu di dinding yang jadi penÂerangan lantai ini. Tak ada orang di lantai ini.
Pintu ruangan Hatta Rajasaâ€" semasa jadi ketua umum PANâ€" dan Amien Rais yang berada di ujung lantai dikunci. Begitu juga dengan ruangan milik beberapa organisasi sayap PAN di sisi kiri ruangan Hatta. "Barang-barang di ruangan sini sudah diangkut semua," kata Rahmat.
Sayup-sayup terdengar suara film action. Suara itu berasal lorong di depan lift. Lorong itu berbentuk "T". Suara itu berasal dari ruangan sekretariat partai. Ada dua orang di ruangan ini. Mereka duduk menghadap komÂputer. Ada empat meja kerja di ruangan ini.
Suara film tadi berasal dari komputer yang berada di sebelah kiri pintu masuk. "Lagi iseng nonton
Fast & Furious 7 saja Mas. Habis tidak ada kerjaan," ujar staf sekretaris yang enggan disebutkan namanya.
Selain dua orang tadi, masih ada seorang lagi yang masih menghuni ruangan di lantai ini. Dia berada di ruangan Bendahara PAN di ujung lorong. Berbeda dengan kedua rekannya, staf berkacamata itu tampak sibuk mengerjakan berkas di mejanya. Sesekali matanya beralih dari berkas ke layar komputer di hadapannya.
Di samping meja, ada tumpuÂkan kardus berisi berkas yang siap diangkut. Kenapa para staf DPP itu belum pindahan? Menurut Rahmat, pengelola gedung memperbolehkan staf partai meÂnyelesaikan urusan administrasi. "Mereka masih punya waktu hingga 30 April 2015," terang Rahmat.
Tanggal 30 April juga menjadi batas akhir DPP PAN mengoÂsongkan gedung ini. "Kegiatan pemindahan barang-barang juga masih boleh sampai tanggal 30. Tapi kabarnya pindahan akan diselesaikan pada 26 April," kata Rahmat.
Yandri Susanto, Ketua DPP PAN periode 2015-2020 menÂgakui pihaknya akan hengkang dari gedung Arthindo.
"Saya kira kantor yang di TB Simatupang itu sudah tetap, tetapi ternyata belum milik PAN. Jadi, pascakongres itu, (kantor) ternyata mau dipakai. Jadi kami harus pindah dari sana," katanya.
Dalam kongres di Bali akhir Februari-awal Maret lalu, Hatta Rajasa jadi ketua umum PAN untuk periode kedua. Zulkifli Hasan didapuk memimpin partai ini untuk lima tahun ke depan.
Tak diperkenankan lagi meÂnempati gedung milik peruÂsahaan Hatta, Zulkifli Cs pun harus mencari kantor baru. Rencananya, DPP PAN akan menyewa kantor sementara unÂtuk menampung barang-barang inventaris partai.
"Target maksimal tanggal 6 sudah dapat kantor sementara. Kandidat tempat yang akan kami sewa berada di daerah Kebayoran, Jakarta Selatan," ungkap Yandri.
Ia membenarkan peralatan kantor DPP PAN dipindahkan ke rumah ketua umum dan kantor BM PAN di Tebet. Namun kedua tempat ini tak cukup. "Bisa saja kami menyewa ruko atau gedung (untuk penyimpanan). Nanti kami lihat dulu kebutuhannya. Tapi secepatnya akan kami puÂtuskan," kata dia.
Di era Zulkifli ini, PAN akan mengakhiri sistem ganti ketua umum, ganti kantor. Para kader patungan untuk membeli kantor. "Potong gaji full (penuh) satu bulan untuk urunan beli kantor. Ini baik legislatif, eksekutif, dan kader lainnya," kata Yandri.
Patungan sudah dimulai keÂmarin. Dalam sehari terkumpul sumbangan hampir Rp 700 juta dari 175 orang. Wakil Sekjen DPP PAN Soni Sumarsono menÂgungkapkan nilai sumbangan dari ratusan ribu rupiah hingga Rp 25 juta. Beberapa kader yang duduk di DPRmenyumbang hingga puluhan juta.
Hingga kini, Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan enggan berkomenÂtar mengenai kantor baru partai. "Sudahlah, jangan bahas itu lagi. Nanti saja," katanya.
Ganti Ketua Umum, Ganti Kantor Lagi Dari Era Amien Sampai Zulkifli
Partai Amanat Nasional (PAN) tercatat sebagai partai yang paling sering pindah-pindah markas. Sejak era Amien Rais hingga partai ini dipimpin besannya, Zulkifli Hasan, Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PAN sudah tiga kali pindah kantor.
Ketika dipimpin Amien Rais, partai berlogo matahari terbit ini menempati rumah besar berlantai dua di Jalan Tebet Timur, Jakarta Selatan. Rumah itu memiliki tempat parkir di basement.
Setelah Pemilu 2004, Amien Rais menyerahkan tampuk pimpinan partai kepada Soetrisno Bachir. Menjadi ketua umum baru, pengusaha batik asal Pekalongan itu memindÂahkan kantor DPP ke gedung berlantai tujuh miliknya di Jalan Warung Buncit Raya, Jakarta Selatan.
Soetrisno mengubah nama gedung itu menjadi Rumah PANâ€. Setiap hari tempat ini pernah sepi. Di lantai perÂtama ada tempat nongkrong para kader sambil ngopi-ngopi. Tempat parkirnya luas meski agar menjorok ke bawah di halaman belakang yang berÂbentuk L.
Hampir lima tahun bermarkas di sini, PAN harus kembali pinÂdah kantor. Soetrisno "mengusir" pengurus PAN dengan dalih gedung ini akan dihibahkan ke Muhammadiyah. Itu terjadi setelah Soetrisno tak didukung maju ke Pilpres 2009. Justru Hatta Rajasa yang diajukan Amien untuk menjadi cawapres SBY.
Niat Soetrisno untuk maju ke pilpres dengan kendaraan poliÂtik PAN sudah terendus jauh-jauh hari. Ia menyewa jasa Rizal Mallarangengâ€"dengan nilai kontrak miliaran rupiÂahâ€"untuk memoles dirinya. Soetrisno menebar iklan di televisi agar dikenal luas.
Kampanye ala one man show ini tak bergaris lurus dengan perolehan suara partai di pemilu. PAN hanya meraih 6,2 juta suara atau 6,01 persen pada Pemilu 2009. Melorot dibanding hasil pemilu lima taÂhun sebelumnya. Saat dipimpin Amien Rais, partai ini bisa 7,3 juta suara atau 6,44 persen.
Sebelumnya, sejumlah kaÂlangan memprediksi suara PAN di era Soetrisno akan jeblok. Soetrisno pun "bermanuver" menggandeng artis sebagai pendulang suara. Strategi ini berhasil membuat suara PAN tak anjlok dalam.
Dosa†lainnya yang mengÂganjal langkah Soetrisno ke pilpres adalah ide menjadikan PAN sebagai partai oposisi. Padahal, saat itu PAN memiliki sejumlah menteri di kabinet. Salah satunya Hatta Rajasa. Soetrisno menganggap Hatta Cs sudah "diwakafkan" kepada pemerintah.
Angin berbalik. Pada Kongres 2010, Hatta yang direstui untuk menjadi ketua umum PAN. Di era Hatta, PAN memiÂliki kantor baru. Partai ini menÂempati gedung berlantai tujuh di Jalan TB Simatupang, Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
Sama seperti "Rumah PAN" di Mampang, kantor baru parÂtai ini juga berstatus pinjaman. Gedung itu milik PT Arthindo Utama, perusahaan yang didiÂrikan Hatta.
Tak seperti Soetrisno, Hatta tak diganjal ikut pilpres. Pada Pilpres 2014 lalu, Hatta maju sebagai cawapres, berpasangan dengan Prabowo Subianto. Namun perolehan suara pasanÂgan ini dibawah Jokowi-Jusuf Kalla.
Gagal di ajang pilpres, Hatta berniat mencalonkan diri lagi sebagai ketua umum. Namun Mr Silver Hairâ€"demikian julukan Amien kepada Hattaâ€" tak direstui. Dalam Kongres PAN di Bali akhir Februari-awal Maret lalu, Zulkifli Hasan terpilih menjadi ketua umum.
Tak dinyana, Soetrisno yang lima tahun terakhir "berhikÂmat" di Muhammadiyah ikut cawe-cawe di kongres ini. Pria yang akrab disapa Mas Tris ini pun didapuk menjadi Ketua Majelis Pertimbangan Partai (MPP) dalam kepengurusan yang baru.
Kepemimpinan berganti, PAN kembali harus pindah kantor. Sama seperti sebelumÂnya, para pengurus yang baru "diusir halus". PAN tak diperÂkenankan menempati gedung milik Arthindo lagi karena mau dipakai anak Hatta. ***