Veronica Tan, istri Ahok, yang menjabat Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) mau dipanggil soal rapat revitalisasi kota tua. Tak hanya itu, politisi Kebon Sirih menarget Ahok Center, yang dituduh mengatur pengelolaan bantuan
corporate social responsibility (CSR) dari perusahaan.
Benarkah Ahok Center cawe-cawe dalam pengelolaan CSR? Apa saja kegiatan organisasi ini?
Ketika ditanya mengenai keÂberadaan kantor Ahok Center, satpam apartemen Juanda langÂsung menunjukkannya. "Ahok Center ada di lantai dasar. Lurus saja dari sini (gerbang)," ujar pria yang menjaga hunian verÂtikal yang berada di seberang Stasiun Juanda, Jakarta Pusat.
Di lantai dasar apartemen ini ada beberapa ruangan yang disewakan. Menuruni beberapa anak tangga tampak pintu kaca yang ditempeli stiker gambar Ahok. Bekas bupati Belitung Timur mengenakan kemeja kotak-kotak, "seragam" saat kampanye pemilihan gubernur-wakil gubernur (pilgub) DKI pada 2012 lalu.
Di balik pintu ada ruang seluas 10 meter persegi. Di dalamnya disediakan meja dilengkapi lima kursi. Di atas meja itu dipasang tulisan "Silakan ambil nomor antrean". Sebuah buku tamu juga disediakan.
Dua orang terlihat menjaga meja itu. "Hari ini baru dua warga saja yang minta banÂtuan," kata Bunyamin Permana, pria yang menjaga meja ini. Ia memberitahukan bahwa kantor ini bukan Senin sampai Jumat. Waktu bukanya mengikuti jam kerja karyawan kantoran.
Inikah markas Ahok Center? Menurut Bunyamin, tempat ini merupakan markas relaÂwan Jokowi-Ahok pada Pilgub DKI. Meski pilgub sudah beraÂkhir lamaâ€"yang dimenangkan Jokowi-Ahok, para relawan tetap berkumpul di tempat ini.
Ada dua ruangan yang ditemÂpati relawan di lantai dasar aparÂtemen Juanda. Ruangan pertama untuk menampung pengaduan masyarakat. Ukurannya besar, sekitar delapan meter persegi.
Di sampingnya ada ruangan yang lebih kecil. Ruangan ini dipakai untuk rapat. Di dalamÂnya ada dua meja yang disusun membentuk huruf L. Ada empat relawan yang sedang bercengÂkrama di ruangan ini. Di atas meja bergeletakan foto-foto kegiatan relawan. "Tadinya ini foto ditempel di dinding, tapi pengelola gedung bilang mau dicat," kata Bunyamin.
Apakah relawan membenÂtuk Ahok Center setelah pilÂgub selesai? Sebutan itu, kata Bunyamin, bukan dari relawan. "Itu masyarakat yang menyeÂbut, biar mudah," kata pria yang merupakan mitra Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) ini.
Bunyamin menjelaskan setÂelah pilgub para relawan meÂmutuskan menjadi pemantau program-program Pemprov DKI. Ruangan ini dijadikan markas mereka. Ada 10 relawan yang aktif di tempat ini. "Ganti-gantian jaga kantor," ujarnya.
Menjalankan tempat ini layaknya kantor, para relawan itu digaji. Juga ada dana untuk aktivitas sehari-hari. Berapa dananya? Dari siapa? "Soal dana silakan tanya Natanael," elak Bunyamin.
Natanael Opposunggu adalah koordinator relawan. Ia meÂnyebutkan relawan yang menÂjalankan kantor ini digaji sebesar Rp 2,7 juta per bulan atau setara dengan upah minimum reginonal (UMR) Ibu Kota.
Selain itu, para relawan setÂiap harinya mendapatkan uang makan sebesar Rp 25 ribu per hari. Jika melakukan advokasi masyarakat, mendapat uang makan lebih besar, yaitu Rp 45 ribu per hari.
Natanael enggan buka-bukaan soal dana untuk sewa kantor di sini. Ia hanya menyebutkan jumÂlahnya tidak besar karena penÂgelola apartemen mengetahui relawan ingin membantu warga Jakarta. Bahkan, pengelola aparÂtemen tidak mempersulit warga yang ingin ke kantor relawan.
Natanael menegaskan, seluruh dana operasional kantor dan gaji relawan dari Ahok. "Duit pribÂadinya Pak Ahok," sebutnya. Ia juga menandaskan tak ada kegiaÂtan relawan yang menggunakan dana APBD.
Ahok: Relawan Cuma Mengawasi Penyaluran CSR Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok membantah tuduhan bahwa Ahok Center mengelola dana CSR dari swasta. "Tuduhan (kepada) Ahok Center, cari saja di seluruh dunia. Mana ada Ahok Center," katanya.
"Itu cuma relawan yang sakÂing semangat ngawasin CSRke rusun pas banjir. Relawan. Namanya juga relawan, ngaÂwasin sampai apa nggak baÂrangnya. Lalu mereka pake gaya dan nama, Ahok Center, katanya gitu. Kemudian dicatat di Dinas Perumahan mitranya Ahok Center," jelas Ahok.
Ahok menandaskan penÂgelola dana CSR transparan. Ia pun mengawasi dana ini begitu ketat dengan adanya berita acÂara maupun tanda tangan. "Saya nggak pernah terima CSR, coba lihat semuanya tidak diberikan kepada kami dalam bentuk kontan," kata Ahok.
Relawan Ahok atau yang lebih dikenal dengan Ahok Center kembali dikaitkan denÂgan penerimaan bantuan CSR dari perusahaan swasta di DKI. DPRD DKI pun berencana membuat angket baru guna menyelidiki relawan yang beÂrafiliasi dengan gubernur.
Terkait rencana memunculÂkan angket baru untuk memerÂiksa Ahok Center, koordiantor relawan Natanael Oppusunggu mengatakan bersedia dipanggil DPRD.
"Silakan saja. Saya siap kok kalau memang mau diperiksa. Orang selama ini kita nggak pernah menerima baÂrang, semua melalui BPKD (Badan Pengelolaan Keuangan Daerah) dan diteruskan ke Dinas Sosial DKI. Jadi, apa yang mau diperiksa?" ujar Natanael.
Natanael menjelaskan, soal bantuan CSR, para relawan tidak pernah menerima maupun mengelola. Pihaknya hanya menjalani tugas pengawasan diminta gubernur.
"Barang CSR itu tidak pernah kita pegang, terima, atau tanda tangan tidak perÂnah. Semua masuk melalui BPKD. Kita hanya diminta melakukan pengawasan, benar tidak barang itu sampai," ujar Natanael.
Dia mencontohkan, pada Maret 2013, ada bantuan baÂrang berupa televisi, kulkas, tempat tidur, dan beberapa lainnya yang berasal dari CSR. Pemprov DKIlalu memberiÂkan bantuan itu penghuni rusun Marunda, Jakarta Utara.
"Nah, waktu itu kalau tidak salah ada 18 item, tapi itu pun tidak melalui kita, melalui BPKD dan Dinas Sosial yang memberikan untuk Rusun Marunda. Tugas kita hanya memeriksa ke lapangan," ujar Natanael.
"Misalnya kulkas. Yang diÂterima berapa? Yang dibagikan berapa? Kita catat," tambah Bunyamin Permana, relawan yang bermarkas apartemen Juanda.
Jadi Unit Reaksi Cepat Tangani Keluhan Warga Para relawan yang kerap disebut Ahok Center juga meÂnampung pengaduan dan keÂluhan masyarakat. Dua warga Jakarta Pusat yang datang ke tempat ini, kemarin, mengadu anaknya tidak bisa ikut ujian nasional SMA bulan depan karena belum melunasi uang sekolah.
Bunyamin mengatakan, relawan akan menindaklanjuti pengaduan dari masyarakat. Dalam kasus ini, relawan terÂlebih dulu mendata sekolah yang dikeluhkan. Setelah itu, relawan akan terjun ke sekolah dan meninjau kediaman warga yang mengadu.
Saat turun ke lapangan, para relawan "menyamar" menÂgenakan pakaian biasa untuk menggali informasi. Jika meÂmang pengaduannya benar, relawan akan membantu menÂcarikan solusi masalahnya.
Bunyamin mengungkapkan selama ini pihaknya banyak menerima pengaduan dari masyarakat mengenai pelayanÂan pendidikan dan kesehatan. Lantaran itu, pihaknya ikut mensosialisasi program-proÂgram Pemprov DKI di bidang itu yakni Kartu Jakarta Pintar (KJP) dan Kartu Jakarta Sehat (KJS). Para relawan terjun ke masyarakat hingga membantu proses warga agar bisa ikut program itu.
Ahok, kata Bunyamin, meÂnyediakan tiga nomor handÂphone untuk menampung penÂgaduan. Relawan akan diminta mengecek pengaduan yang diterima gubernur.
Koordinator relawan, Natanael Opposunggu, lalu memerintahkan kepada 10 relawan yang bertugas untuk terjun langsung ke masyarakat. Nantinya, relawan langsung melaporkan kondisi lapangan kepada Natanael lalu diterusÂkan ke Ahok. "Bisa dikatakan (kami) unit reaksi cepat (URC) Pak Ahok," katanya.
Bunyamin mencontohÂkan, salah satu hasil kerja relawan melakukan advokasi masyarakat di salah satu rumah sakit. Ia menceritakan ada warga yang kesulitan pemÂbiayaan kesehatan. Relawan pun menemui direktur rumah sakit itu meminta warga yang bersangkutan ditangani lebih dulu.
Cara kerja para relawan, kata Bunyamin, mirip seperti surÂveyor yang mengecek keadaan warga Jakarta. Jika ada yang perlu bantuan, langsung diÂlaporkan kepada gubernur.
Kerap membantu warga, banyak warga yang datang ke markas relawan di apartemen Juanda. Dalam satu hari, miniÂmal dua warga datang untuk menyampaikan pengaduan maupun keluhan. "Biasanya mereka punya masalah soal pendidikan dan kesehatan," pungkasnya. ***