Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Diajak Berlibur ke India, Berakhir di Penjara Malaysia

Orang Nigeria Susupkan Narkoba ke Koper WNI

Selasa, 10 Maret 2015, 10:25 WIB
Diajak Berlibur ke India, Berakhir di Penjara Malaysia
Ajeng Yulia
rmol news logo Hati-hati menerima ajakan berlibur ke luar negeri gratis yang ditawarkan warga negara asing. Tanpa sepengetahuan, koper barang bawaan disusupi narkoba saat kembali dari berlibur. Orang yang diajak berlibur baru tahu keberadaan barang haram ini setelah ditangkap.

Inilah yang terjadi pada Ajeng Yulia, 20 tahun. Gadis itu kini mendekam di penjara Bentong, Pahang, Malaysia. Pada 10 November 2013, Ajeng ditang­kap petugas Bea Cukai Bandara Kuantan, Malaysia sehabis liburan di India. Saat digeledah, di koper gadis yang baru lulus SMK itu ditemukan sabu seberat 4 kilogram. Narkoba itu disem­bunyikan di dinding koper.

"Saya yakin Ajeng tidak ber­salah," kata Tasroh, ibunda Ajeng yang ditemui di kedia­mannya kemarin. Ajeng tinggal bersama orangtuanya di rumah petak nomor 03 di RT 03 RW 13 Menteng Dalam, Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan. Rumahnya berada di dalam gang sempit yang bermuara di Jalan Rasamala.

Kehidupan keluarga Ajeng sederhana. Ngadimo, ayah Ajeng, berprofesi sebagai tukang ojek yang biasa mangkal di kan­tor kelurahan setempat. Tasroh hanya ibu rumah tangga.

Saat berkunjung ke rumah keluarga Ajeng, Tasroh terlihat memandangi belasan foto Ajeng, putri keempatnya di ruang tamu. Ia duduk di lantai beralas kar­pet karet. Sebuah matras tidur didirikan menghadap tembok ruangan itu.

Tasroh tak percaya ketika mendapat kabar dari Kementerian Luar Negeri, Ajeng di­tahan di Malaysia karena menyelundupkan narkoba. Ajeng, kata ibunya, bukan gadis yang macam-macam. Selepas SMK, dia langsung bekerja di Lotte Mart, Kemang.

Merasa kurang cocok, Ajeng mengundurkan diri usai bekerja selama dua bulan. Dia pun mulai mencari pekerjaan. Saat menganggur itulah ada ada tawaran liburan gratis ke India dari sepupunya, Vira. Merasa masih saudara, Ajeng tak curiga atas ajakan Vira.

"Saya kecolongan Ajeng pergi enggak pamit," tutur Tasroh. Masih terekam jelas dalam inga­tannya kepergian Ajeng. Tanggal 7 November 2013, Ajeng tidak berada di rumah usai Tasroh pulang menghadiri pernikahan kerabatnya. Keberadaan Ajeng baru diketahui dia mengontak Voni Saripah, kakak iparnya.

Voni tinggal di rumah ini juga. Lewat telepon, Ajeng memberi­tahukan sedang berada di New Delhi, India bersama Vira dan tiga warga negara Nigeria. Salah satunya bernama Stanly.

Tasroh harap-harap cemas putrinya berada jauh di negeri orang tanpa sepengetahuannya. Apalagi putri bontotnya ini belum pernah ke luar negeri. Maklumnya keluarga bukan orang berada.

Kepada Voni, Ajeng menga­takan senang diajak berlibur ke India. Stanly, warga Nigeria yang baru dikenalnya memper­lakukannya dengan balik. Ia membelikan pakaian terbaik dan makan di restoran mahal.

Ajeng memberitahu Voni akan kembali ke Jakarta pada tanggal 12 November 2013. Tanggal itu sudah berlalu, Ajeng tak juga kembali. Vira yang mengajak Ajeng ke India menghubungi Ngadimo. Handphone diangkat Tasroh. Perempuan berusia 50 ta­hun itu kaget ketika Vira mencari keberadaan Ajeng. Padahal, Vira-lah yang mengajak ke India.

Tasroh pun marah karena pu­trinya diajak ke luar negeri tanpa seizinnya. "Lu jual kea man anak gua," omel Tasroh kepada Vira di telepon. Vira pun menutup telepon.

Di penghujung November, Tasroh mendapat kabar buruk. Putri keduanya mengaku menda­pat telepon dari Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Malaysia. Pihak KBRI mem­beritahukan Ajeng dipenjara karena tertangkap tangan mem­bawa barang haram dari India ke Malaysia. Kejadian itu tanggal 10 November, dua hari sebelum kepulangan Ajeng ke Jakarta.

Tidak langsung percaya, Tasroh langsung mendatangi rumah Vira yang hanya berja­rak 100 meter dari rumahnya. Kebetulan, orang tua Vira adalah ketua RT setempat. Dia mencari Vira karena anaknya merasa dijerumuskan jadi kurir narkoba. Sekaligus memberikan kabar tertangkapnya Ajeng kepada keluarga Vira.

Menurut keluarganya, Vira juga tidak pulang-pulang. Panik, Tasroh pun mencari pertolon­gan ke berbagai pihak. Mulai dari Polsek setempat, kantor pusat Badan Narkotika Nasional (BNN), Komnas HAM, hingga Kementerian Luar Negeri.

Tasroh semakin yakin anaknya menjadi tahanan di negeri jiran ketika dia mendapat surat dari Kementerian Luar Negeri mela­lui pos. Surat tertanggal 17 Desember 2013 itu ditandatan­gani Direktur Perlindungan WNI dan Bantuan Hukum Tatang Budie Utama Razak

Surat berkop Direktorat Jenderal Protokol dan Konsuler itu dibuat untuk menjawab pengad­uan dari Vony Saripah, kakak ipar Ajeng yang mengajukan pertanyaan melalui email kepada Kementerian Luar Negeri.

Di surat itu disampaikan kronologis kegiatan Ajeng mulai dari berlibur di India hingga tertangkap di Malaysia. Ajeng tinggal selama tiga hari bersama Stanly dan dua Nigeria bernama Toco dan Natte di sebuah rumah susun dekat stasiun kereta Janak Puri di New Delhi, India.

Pada saat akan kembali ke Indonesia, Stanly menawarkan kepada Ajeng sebuah koper be­sar untuk menggantikan koper kecil milik Ajeng agar semua barang pribadinya bisa dimasuk­kan satu koper.

Selanjutnya, Stanly meminta Ajeng untuk terbang terlebih dahulu ke Kuantan, Pahang, Malaysia dan menginap di Grand City Hotel Kuantan selama satu malam. Sebelum berangkat ke Malaysia, Stanly memberikan Ajeng uang saku 300 Ringgit Malaysia, 1.500 Rupee India, 200 Dolar Amerika, dan Rp 50 ribu.

Dalam surat itu, Kementerian Luar Negeri memberikan KBRI Kuala Lumpur terus melakukan koordinasi dengan pengacara dari Reteiner Lawyer dan Azura untuk melakukan pendampingan terhadap Ajeng dalam menjalani proses hukum di Malaysia.

Tasroh mengungkapkan set­elah tersiar kabar Ajeng ditang­kap, Vira sempat menghubungi salah satu anaknya. Keluarga Ajeng diminta menandatangani perjanjian hitam di atas putih agar tidak melibatkan Vira da­lam kasus ini.

Jika perjanjian ini disetujui, lanjut Tasroh, Vira akan mem­bantu membebaskan Ajeng dari jerat hukum. Tak hanya itu, kelu­arga Ajeng juga akan menerima uang bulanan Rp 20 juta hingga Rp 50 juta per bulan. "Saya to­lak. Dia (Vira) yang jerumuskan anak saya," tegasnya.

Selama Ajeng ditahan, Tasroh baru sekali menjenguknya di tahanan. Untuk bisa ke Malaysia, Tasroh berutang kepada tetangga untuk membuat paspor, beli tiket pesawat maupun biaya hidup di negeri jiran itu.

Hingga petang, Tasroh masih memandangi foto-foto Ajeng. Ia juga membaca lagi surat yang ditulis putrinya dari balik jeruji besi penjara Malaysia. Dia ber­harap akan ada mukjizat terhadap putrinya. "Saya harap Ajeng bebas," kata Tasroh.

Dibatasi Sekat Kaca, Ngobrol Lewat Telepon
Jenguk Ajeng di Penjara

Tasroh, ibu Ajeng ingin menjenguk anaknya yang di­tahan di Penjara Bentong, Pahang, Malaysia. Selama sem­bilan bulan, dia menyisihkan penghasilan suaminya yang diperoleh dari mengojek mo­tor. Belum cukup, ibu empat anak itu pinjam uang ke para tetangga.

"Ada yang minjemin duit," kata Tasroh. Pada Agustus 2014, usai lebaran, Tasroh bisa menjenguk putrinya yang saat ditangkap masih berusia 19 tahun.

Wanita berusia 50 tahun itu mengaku tenang saat tiba di Penjara Bentong. Ada tiga pos penjagaan harus dilaluinya untuk bisa bertemu Ajeng. Di setiap pos, para penjaga selalu menyanjung Ajeng karena berperilaku baik selama di tahanan.

Pos terakhir menuju ruang pertemuan dengan tahanan dilalui Tasroh. Ruangannya besar. Tasroh menuturkan di ruangan itu ada sekat kaca tebal antara pembesuk dengan tahanan. Untuk berkomunikasi, Tasroh dan Ajeng mengguna­kan sambungan telepon yeng berada di sisi kiri meja.

Meski berbaur dengan pembesuk tahanan lainnya di ru­angan ini, tak menyurutkan Tasroh untuk melepas rindu terhadap putrinya bungsunya ini. Begitu jumpa, sang ibu terkejut dengan penampilan baru Ajeng yang mengenakan kerudung dan dalam kondisi sehat.

"Saya enggak marahin dia. Enggak ngomongin kasusnya. Saya tanya kegiatan dia sehari-hari di penjara," tutur Tasroh.

Ajeng pun menceritakan kegiatannya di penjara. Selain beribadah, dia juga belajar. Ia juga menyebutkan para sipir maupun tahanan di sana mem­perlakukannya dengan baik.

Selama tiga jam Tasroh ber­cengkrama dan melepas rindu dengan Ajeng. Baginya, pu­trinya hanyalah seorang korban tipu daya sindikat penyelundup narkoba. Dia diberi koper saat hendak pulang usai berlibur di India. Ternyata di dalam ko­per itu telah dimasukkan sabu seberat 4 kilogram.

Diceritakan Tasroh, putrinya kini rajin salat dan mengaji. Sia sempat terharu ketika pu­trinya itu mengirimkan salam dari ustadzah yang mengajari Tasroh mengaji. "Waktu Ajeng ulang tahun, teman-temannya di penjara pada ngerayain," katanya.

Tasroh ingin sekali menjenguk putrinya lagi. Namun belum ada dana. Uang yang dia pinjam untuk pergi ke Malaysia saja belum terbayar lunas. Dia juga tidak mau merepotkan tetangganya agar kembali meminjamkan uang kepadanya. "Saat ini saya hanya berdoa agar putri saya mendapat yang terbaik," pung­kasnya. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA