WAWANCARA

Akbar Tandjung: Kalau Ujungnya Munas Juga, Kenapa Nggak Sekarang Saja

Senin, 09 Maret 2015, 10:09 WIB
Akbar Tandjung: Kalau Ujungnya Munas Juga, Kenapa Nggak Sekarang Saja
Akbar Tandjung
rmol news logo Konflik Partai Golkar yang bakal berlanjut ke Mahkamah Agung (MA) meresahkan Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar Akbar Tandjung. Khawatir akan diserahkan lagi ke Pengadilan Negeri.

Untuk itu, bekas Ketua Umum Partai Golkar tersebut men­gusulkan digelar saja Munas Islah atau Munas Rekonsiliasi. Apalagi ada putusan hakim Mahkamah Partai agar dilak­sanakan Munas selambat-lam­batnya pada 2016.

"Kalau ujungnya Munas juga, kenapa nggak sekarang saja dilaksanakan," ujar Akbar Tanjung, kepada Rakyat Merdeka, Kamis (5/3).

Kepengurusan Partai Golkar, lanjut bekas Ketua DPR itu, harus ditetapkan sebelum April 2015. Sebab perlu memper­siapkan Pilkada secara serentak Desember 2015.

"Jika tidak memiliki satu pimpinan, Golkar bisa saja tidak mengikuti Pilkada. Ini berarti partai ini hancur. Kita tidak mau seperti itu," paparnya.

Berikut kutipan selengkapnya:

Kenapa Anda bilang putu­san Mahkamah Partai draw, bukankah dua hakim dengan jelas menyatakan hasil Munas Jakarta yang sah?
Saya berpendapat sidang itu belum menghasilkan putusan final, karena posisinya draw. Karena skornya dua-dua (Djasri Marin dan Andi Mattalatta memenangkan kepengurusan Golkar hasil Munas Jakarta. Sedangkan dua lainnya, yaitu Muladi dan Natabaya tak memenangkan salah satu kubu. Hanya mem­persilakan kubu Aburizal Bakrie mengajukan kasasi ke MA).

Kubu Agung mengklaim menang, ini bagaimana?

Saya kira tidak bisa dong diklaim menang, karena hanya dua hakim Mahkamah Partai yang menyatakan kepengurusan Munas Jakarta sah. Sedangkan dua hakim lainnya punya penda­pat berbeda.

Lagi pula putusan Pak Andi Mattalatta dan Djasri Marin itu merintahkan untuk melakukan konsolidasi dari tingkat dua tingkat satu sampai bermuara kepada Munas selambat-lam­batnya 2016.

Kalau memang muaranya ke Munas juga, kenapa harus ditunggu ke 2016. Sebaiknya sekarang saja, biar kepengurusan hasil Munas itu bisa memper­siapkan Pilkada.

Kalau itu dilakukan be­rarti mengabaikan putusan Mahkamah Partai dong?

Putusan Mahkamah Partai kan nggak ada yang mengikat karena hasilnya draw. Ini berarti tidak punya putusan. Kalau tidak ada putusan berarti tidak bisa diek­sekusi. Tidak ada putusan yang harus dilaksanakan.

Saya hampir setiap hari mendapat SMS dan telepon. Mereka menanyakan, bagaimana kalau tidak bisa ikut Pilkada. Ini bisa menurunkan suara lagi dalam Pileg 2019.

Kubu Aburizal Bakrie akan mengajukan kasasi, kenapa tidak ditunggu saja dulu?
Kasasi itu prosesnya paling tidak satu bulan. Kita belum tahu putusannya apa. Jangan-jangan nanti dikembalikan lagi ke Pengadilan Negeri.

Di Pengadilan Negeri bisa 60 hari. Kemudian yang kalah ajukan lagi kasasi. Ini jadinya bolak balik, bisa lamanya sam­pai tiga bulan lebih. Sedangkan awal Juni sudah dimulai proses Pilkada.

Sebagai partai besar yang sudah lama berkiprah, kok kondisinya menyedihkan, kenapa?
Ya, memang sangat menyedi­hkan. Partai Golkar mempunyai sejarah dan pengaruh panjang dalam politik. Punya struk­tur lengkap dengan didukung sumber daya manusia yang memiliki kualifikasi mumpuni dan handal. Tapi kenyataannya terjadi konflik. Ini berarti terjadi penurunan.

Apa usaha Anda untuk me­nyatukan partai?
Saya pernah usulkan menge­lar munas islah, munas rekon­siliasi, di situ nanti akan bisa selesai secara komprehensif dan tuntas. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA