531 Transjakarta Mangkrak Di Pool Ciputat Dan Cawang

Udar Pristono Bersaksi Di Sidang Kasus Busway

Selasa, 04 November 2014, 09:44 WIB
531 Transjakarta Mangkrak Di Pool Ciputat Dan Cawang
Udar Pristono
rmol news logo Sidang lanjutan perkara korupsi proyek pengadaan bus Transjakarta kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, kemarin.
Kali ini, yang dihadirkan seba­gai saksi adalah bekas Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta Udar Pristono.

Dalam kesaksiannya, Udar yang mengenakan batik bercorak kem­bang coklat itu mengklaim, pro­ses pengadaan dan spesifikasi bus Transjakarta tahun 2013 oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah sesuai aturan. Bahkan, Udar se­olah menarik diri dari keter­li­bat­annya dalam kasus tersebut dan melemparkan tanggung ja­wab kepada anak buahnya.

Hal itu terungkap saat Udar ber­saksi dalam persidangan kasus korupsi pengadaan bus Tran­s­jakarta untuk terdakwa Dra­jad Adhyaksa dan Setiyo Tuhu yang merupakan PNS di Pem­prov DKI Jakarta, di Pe­ngadilan Tipikor Jakarta.

Udar berucap, proses peng­ada­an 14 paket bus tersebut ber­da­sar­kan Peraturan Presiden Nomor 54 dan 70 tentang Pe­ngadaan Ba­rang dan Jasa serta Surat Ke­pu­tusan Gubernur.

Dalam dua Perpres tersebut, Udar yang ditunjuk oleh Gu­ber­nur sebagai Pengguna Anggaran (PA) bertugas menetapkan Pe­jabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Panitia Lelang. Setelah dite­tap­kannya PPK tersebut, kata Udar, secara otomatis sebagian tu­gas­nya dilimpahkan kepada PPK.

PPK dalam hal ini Pak Drajad betugas juga sebagai KPA (Kua­sa Pengguna Anggaran) dan Sek­re­ta­ris Dinas Perhubungan. Pak Se­tiyo sebagai Ketua Pejabat Peng­ada­an,” celoteh Udar.

Lebih lanjut, menurut Udar, di­rinya sebagai PA kemudian ber­tugas mengawasi dan se­bagai pim­­pinan yang mengkoor­di­nasi­kan. Sementara itu, Drajad se­bagai PPK bertugas meren­ca­nakan, melaksa­nakan, dan meng­awasi.

Kendati demikian, menurut Jak­sa Penuntut Umum (JPU), bus ter­sebut tidak sesuai dengan spe­si­fikasi karena tidak mengacu pa­da Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2012 tentang kendaraan.

Bila mengacu pada aturan ter­sebut, bus Transjakarta merek Yu­tong dan Angkai tidak lolos per­syaratan. Yakni, mengenai berat total kendaraan bus gan­deng dan bus single (tunggal), ter­masuk kelengkapan side impact bar (penyangga benturan samping).

Ihwal hal tersebut, Udar me­nga­ku baru kembali membaca Per­pres setelah kasus tersebut men­cuat. â€Pas kejadian ini, saya baru baca-baca Perpres lagi,” lanjut Udar.

Dalam kesempatan ini, Udar juga mengaku kewalahan dengan permintaan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang menginginkan bus Transjakarta berbahan bakar gas dengan transmisi otomatis. Karena bus dengan harga ter­jang­­kau adalah bus yang meng­gu­na­kan bahan bakar solar de­ngan transmisi manual.

Pertimbangan Pemprov DKI untuk menggunakan gas, tidak banyak yang bisa memenuhi ka­rena yang mensuplai gas tidak banyak,” kata Udar.

Udar menyebut, total anggar­an pengadaan bus Transjakarta yang ditanganinya mencapai Rp 1,8 tri­liun. Proyek pengadaan bus di Ja­karta tahun 2013 itu me­ren­ca­nakan pembelian seba­nyak 656 unit bus dalam 14 pa­ket. Dari 14 paket, hanya empat paket lelang sebanyak 125 unit yang telah di­bayar dan ber­ope­rasi. Paket ter­sebut nilainya mencapai Rp 564,93 miliar.

Udar menjelaskan, sebanyak 531 unit bus Transjakarta pada 10 paket pengadaan armada 2013 masih mangkrak di Pool Per­usa­haan Pengangkutan Djakarta (PPD) yang terletak di Ciputat, Ta­ngerang Selatan, dan Cawang, Ja­karta Timur. Pencairan ang­gar­an baru dibayarkan oleh pe­me­rintah Jakarta sebesar 20 persen.

Pengadaan itu gagal memenuhi tenggat Februari 2014 karena be­berapa kali mengalami gagal le­lang. Contoh pengadaan bus single dan sedang mengalami ke­gagalan 2-3 kali. Sehingga, jum­lah volume bus berkurang ka­rena sisa waktu,” tuturnya.

Selain itu, Udar me­nga­takan, pembelian bus Trans­jakarta da­lam jumlah besar me­ru­pakan im­plementasi program Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo. Dia mengatakan, ada per­bedaan an­tara Jokowi dan gu­bernur sebe­lumnya, Fauzi Bowo, mengenai pembelian bus.

Ke­bi­jakan pembelian bus Jokowi sa­ngat berbeda dengan  Fauzi Bowo,” katanya.

Menurut Udar, program pe­ngem­bangan transportasi publik tak terlalu signifikan pada zaman Fauzi Bowo. Hal itu ter­cermin dari jumlah bus yang dibeli dalam se­kali transaksi. Mak­simal 38-40 unit bus saja,” katanya.

Saat Joko Widodo menjabat Gubernur DKI Jakarta pada 2012, kata Udar, kebijakan pe­ngem­ba­ngan transportasi pub­lik ber­ubah drastis. Jokowi, ka­ta dia, me­ran­cang rencana pem­ba­ngun­an daerah jangka mene­ngah pada sektor trans­portasi. Hasil­nya, perlu penam­bahan bus Trans­­jakarta hingga 656 unit. Total ang­garannya mencapai Rp 1 tri­liun,” kata Udar.

Dalam kasus dugaan korupsi pengadaan bus Transjakarta, Ke­jaksaan Agung telah menetapkan tujuh tersangka. Tiga tersangka ber­­asal dari kalangan swasta, em­pat tersangka dari pejabat di Pem­prov DKI Jakarta. Mereka adalah Budi Susanto (BS), Direktur Utama PT New Armada (PT Mobilindo Armada Cemer­lang); Agus Sudiar­so (AS), Dirut PT Ifani Dewi; dan Chen Chong Kyeon (CCK), Dirut PT Korindo Motors.

Selain Udar, tersangka lain ya­itu Direktur Pusat Teknologi In­dustri dan Sistem Transportasi BPPT, Prawoto; Pejabat Pembuat Ko­mitmen Pengadaan Bus Pe­re­majaan Angkutan Umum Reguler dan Kegiatan Pengadaan Armada Bus Transjakarta Drajat Adhyak­sa; dan Ketua Panitia Pengadaan Barang/Jasa Bidang Pekerjaan Konstruksi 1 Dinas Perhubungan Jakarta, Setyo Tuhu.

Kilas Balik
Penyidik Kejagung Sita Rekening Milik Bekas Kadishub DKI Berisi Rp 800 Juta


Kejaksaan Agung menyita rekening tersangka bekas Ke­pala Dinas Perhubungan (Ka­dishub) DKI Jakarta Udar Pris­tono. Isi re­kening itu sekitar Rp 800 juta.

Menurut Kapuspenkum Ke­jak­­sa­an Agung Tony Spontana, uang ter­sebut disita sebagai ba­rang buk­ti dalam kasus dugaan tindak pi­dana pencucian uang pada pe­ng­adaan bus Trans­jakarta tahun 2012 dan 2013.

Menambahkan penjelasan Ka­pus­penkum, Pelaksana Tugas (Plt) Jak­sa Agung Andhi Nir­wan­to me­nyatakan,Barang buktinya su­dah ada yang disita 800 juta rupiah lebih.”

Selain menyita uang, diakui Andhi, penyidik sudah menyita apartemen atas nama tersangka Udar di Bali.

Hingga saat ini, tandas bekas Jampidsus itu, penyidik masih me­nelusuri aset-aset milik ter­sang­ka lainnya. Penelusuran aset-aset tersebut, dilakukan ber­da­sarkan bukti-bukti yang ada.

Kita kembangkan ke berba­gai wilayah,” ucapnya.

Dia menambahkan, penyidik ber­upaya mengembangkan kasus ini ke arah tindak pidana pen­cu­cian uang. Yang jelas, beber An­dhi, penyitaan aset-aset  tersebut merupakan kelanjutan dari se­jumlah penggeledahan yang di­lakukan sebelumnya.

Kemudian, penyidik meng­ge­ledah dua lokasi yang teriden­ti­fikasi berkaitan dengan perkara korupsi proyek pengadaan bus Transjakarta 2013, yang dikenal sebagai kasus busway karatan.

Tony Spontana menyatakan, peng­ge­ledahan terakhir dilaku­kan ter­ha­dap dua lokasi. Yaitu, Kantor PT Ko­rindo Motors di Wisma Korindo, Jalan MT Har­yono Kavling 62, Jakarta Selatan dan kantor PT Ifani Dewi di Jalan Tebet Raya Da­lam 153-A, Tebet Barat, Ja­karta Selatan.

Dua perusahaan tersebut me­ru­pakan perusahaan rekanan dalam proyek pengadaan bus Trans­ja­karta. Kedua perusahaan itu di­ge­ledah dalam rangka mencari dan melengkapi barang bukti untuk tersangka Dirut PT Ko­rin­do Motors, Chen Chong Kyong.

Penggeledahan di PT Ifani De­wi dilakukan guna meleng­kapi ber­kas perkara tersangka Direk­tur PT Ifani Dewi, Agus Sudiarso.

Tony tak menjelaskan, sejauh mana berkas perkara kedua ter­sangka tersebut. Kita sedang lengkapi,” ucapnya.

Menurut dia, dari pengge­le­dahan terhadap PT Korindo Mo­tor, penyidik menyita tiga kom­puter dan sebundel  dokumen proyek.

Sementara di PT Ifani Dewi, pe­nyidik menyita sebuah kom­pu­ter jinjing alias laptop dan se­bun­del dokumen, berikut bukti-buk­ti pembayaran seperti  faktur.

Semua bukti-bukti itu disita dalam penggeledahan Jumat, 31 Oktober lalu,” ujarnya.

Penanganan Kasus Tidak Boleh Tebang Pilih
Desmond J Mahesa, Anggota DPR

Anggota DPR Desmond J Mahesa menyatakan, seluruh keterangan saksi yang diung­kap dalam persidangan, perlu dicer­mati secara seksama. Hal itu bertujuan agar pu­tus­an be­nar-benar proporsional.

Ke­saksian tersangka Udar Pris­tono ini penting dalam me­ru­muskan fakta peristiwa dan putusan. Dari situ hakim dan jaksa bisa menimbang hal-hal kru­sial yang dilakukan terdak­wa kasus ini,” katanya.

Oleh sebab itu, jaksa dan ha­kim seyogyanya bijaksana da­lam menyimpulkan ke­saksian yang ada. Dengan begitu, rang­kaian tindakan dalam memutus perkara bisa berjalan secara obyektif.

Syukur-syukur, lanjutnya, ke­saksian-kesaksian yang dike­mukakan pada persidangan, mampu menunjukkan arah da­lam menuntaskan kasus ini.

Intinya, supaya penanganan perkara berjalan optimal. Tidak berpihak pada salah satu pihak. Apalagi, menimbulkan kesan adanya intervensi dari pihak luar,” tandasnya.

Lebih jauh, politisi yang di­plot kembali menjadi anggota Komisi Hukum DPR tersebut me­nyatakan, jangan sampai pe­na­nganan kasus ini menim­bul­kan kesan tebang pilih. Ter­le­bih, penyidik dalam hal ini Ke­jagung juga masih me­na­ngani penyidikan kasus ini.

Diharapkan, fakta-fakta yang terungkap di persidangan akan membantu penyidik me­ne­mukan titik terang dalam me­nen­tukan langkah hukum yang tepat,” ucapnya.

Dia menekankan, kasus ko­rupsi ini menjadi perhatian ka­langan DPR. Pasalnya, selain menelan anggaran yang sangat besar, juga terjadi di seputar atau lingkungan pusat peme­rin­tahan.

Masih Ada Tersangka Lain Menanti Sidang

Hendardi, Direktur Eksekutif Setara Intitut

Pendiri Perhimpunan Ban­tu­an Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) Hendardi menilai, pe­laksanaan persidangan dua ter­dakwa kasus korupsi proyek Transjakarta dapat dijadikan mo­del atau contoh dalam me­nun­taskan perkara tersebut.

Kan masih ada tersangka lain yang bakal menjadi ter­dak­wa kasus ini,” katanya, kemarin.

Jadi, lanjutnya, sedikit-ba­nyak pelak­sa­naan sidang dua terdakwa ter­sebut akan mem­berikan gam­baran tentang pe­ristiwa yang sesunguhnya.

Dia menandaskan, fakta-fakta yang terungkap dalam per­sida­ngan tersebut otomatis bisa di­tindaklanjuti dalam me­ngusut keterlibatan pihak lainnya.

Setidaknya bisa me­mu­dah­kan penegak hukum dalam me­nentukan tindakan atau langkah hukum lanjutan,” katanya.

Hendardi menambahkan, ko­mit­men penegak hukum dalam me­ngusut perkara korupsi, be­la­kangan ini sudah menun­jukkan peningkatan.

Dia meminta, sikap tersebut tetap dijaga, sehingga kelak mam­pu  menghasilkan penin­dak­an-penindakan hukum yang lebih konkret dan tegas.

Korupsi sudah dinyatakan se­­bagai kejahatan luar biasa. Pe­nindakannya perlu dila­ku­kan dengan pola atau meka­nis­me yang ekstra tegas,” jelasnya.

Lebih jauh, Direktur Ekse­ku­tif Setara Institut ini meng­ingat­kan, extra ordinary crime yang juga perlu mendapatkan per­hatian serius ialah kejahatan pe­langgaran HAM. Perlu diprio­ritaskan,” tegasnya.

Lepas dari persoalan tersebut, dia menyatakan, kasus korupsi proyek Transjakarta seyog­ya­nya diselesaikan dengan cepat.

Menurutnya, penuntasan ka­sus ini selain memberi efek da­lam upaya penegakan hukum, di­harapkan mampu memberi solusi nyata dalam mengatasi prob­lema klasik seputar trans­portasi masal di Jakarta.  ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA