Kali ini, yang dihadirkan sebaÂgai saksi adalah bekas Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta Udar Pristono.
Dalam kesaksiannya, Udar yang mengenakan batik bercorak kemÂbang coklat itu mengklaim, proÂses pengadaan dan spesifikasi bus Transjakarta tahun 2013 oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah sesuai aturan. Bahkan, Udar seÂolah menarik diri dari keterÂliÂbatÂannya dalam kasus tersebut dan melemparkan tanggung jaÂwab kepada anak buahnya.
Hal itu terungkap saat Udar berÂsaksi dalam persidangan kasus korupsi pengadaan bus TranÂsÂjakarta untuk terdakwa DraÂjad Adhyaksa dan Setiyo Tuhu yang merupakan PNS di PemÂprov DKI Jakarta, di PeÂngadilan Tipikor Jakarta.
Udar berucap, proses pengÂadaÂan 14 paket bus tersebut berÂdaÂsarÂkan Peraturan Presiden Nomor 54 dan 70 tentang PeÂngadaan BaÂrang dan Jasa serta Surat KeÂpuÂtusan Gubernur.
Dalam dua Perpres tersebut, Udar yang ditunjuk oleh GuÂberÂnur sebagai Pengguna Anggaran (PA) bertugas menetapkan PeÂjabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Panitia Lelang. Setelah diteÂtapÂkannya PPK tersebut, kata Udar, secara otomatis sebagian tuÂgasÂnya dilimpahkan kepada PPK.
PPK dalam hal ini Pak Drajad betugas juga sebagai KPA (KuaÂsa Pengguna Anggaran) dan SekÂreÂtaÂris Dinas Perhubungan. Pak SeÂtiyo sebagai Ketua Pejabat PengÂadaÂan,†celoteh Udar.
Lebih lanjut, menurut Udar, diÂrinya sebagai PA kemudian berÂtugas mengawasi dan seÂbagai pimÂÂpinan yang mengkoorÂdiÂnasiÂkan. Sementara itu, Drajad seÂbagai PPK bertugas merenÂcaÂnakan, melaksaÂnakan, dan mengÂawasi.
Kendati demikian, menurut JakÂsa Penuntut Umum (JPU), bus terÂsebut tidak sesuai dengan speÂsiÂfikasi karena tidak mengacu paÂda Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2012 tentang kendaraan.
Bila mengacu pada aturan terÂsebut, bus Transjakarta merek YuÂtong dan Angkai tidak lolos perÂsyaratan. Yakni, mengenai berat total kendaraan bus ganÂdeng dan bus single (tunggal), terÂmasuk kelengkapan side impact bar (penyangga benturan samping).
Ihwal hal tersebut, Udar meÂngaÂku baru kembali membaca PerÂpres setelah kasus tersebut menÂcuat. â€Pas kejadian ini, saya baru baca-baca Perpres lagi,†lanjut Udar.
Dalam kesempatan ini, Udar juga mengaku kewalahan dengan permintaan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang menginginkan bus Transjakarta berbahan bakar gas dengan transmisi otomatis. Karena bus dengan harga terÂjangÂÂkau adalah bus yang mengÂguÂnaÂkan bahan bakar solar deÂngan transmisi manual.
Pertimbangan Pemprov DKI untuk menggunakan gas, tidak banyak yang bisa memenuhi kaÂrena yang mensuplai gas tidak banyak,†kata Udar.
Udar menyebut, total anggarÂan pengadaan bus Transjakarta yang ditanganinya mencapai Rp 1,8 triÂliun. Proyek pengadaan bus di JaÂkarta tahun 2013 itu meÂrenÂcaÂnakan pembelian sebaÂnyak 656 unit bus dalam 14 paÂket. Dari 14 paket, hanya empat paket lelang sebanyak 125 unit yang telah diÂbayar dan berÂopeÂrasi. Paket terÂsebut nilainya mencapai Rp 564,93 miliar.
Udar menjelaskan, sebanyak 531 unit bus Transjakarta pada 10 paket pengadaan armada 2013 masih mangkrak di Pool PerÂusaÂhaan Pengangkutan Djakarta (PPD) yang terletak di Ciputat, TaÂngerang Selatan, dan Cawang, JaÂkarta Timur. Pencairan angÂgarÂan baru dibayarkan oleh peÂmeÂrintah Jakarta sebesar 20 persen.
Pengadaan itu gagal memenuhi tenggat Februari 2014 karena beÂberapa kali mengalami gagal leÂlang. Contoh pengadaan bus single dan sedang mengalami keÂgagalan 2-3 kali. Sehingga, jumÂlah volume bus berkurang kaÂrena sisa waktu,†tuturnya.
Selain itu, Udar meÂngaÂtakan, pembelian bus TransÂjakarta daÂlam jumlah besar meÂruÂpakan imÂplementasi program Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo. Dia mengatakan, ada perÂbedaan anÂtara Jokowi dan guÂbernur sebeÂlumnya, Fauzi Bowo, mengenai pembelian bus.
KeÂbiÂjakan pembelian bus Jokowi saÂngat berbeda dengan Fauzi Bowo,†katanya.
Menurut Udar, program peÂngemÂbangan transportasi publik tak terlalu signifikan pada zaman Fauzi Bowo. Hal itu terÂcermin dari jumlah bus yang dibeli dalam seÂkali transaksi. MakÂsimal 38-40 unit bus saja,†katanya.
Saat Joko Widodo menjabat Gubernur DKI Jakarta pada 2012, kata Udar, kebijakan peÂngemÂbaÂngan transportasi pubÂlik berÂubah drastis. Jokowi, kaÂta dia, meÂranÂcang rencana pemÂbaÂngunÂan daerah jangka meneÂngah pada sektor transÂportasi. HasilÂnya, perlu penamÂbahan bus TransÂÂjakarta hingga 656 unit. Total angÂgarannya mencapai Rp 1 triÂliun,†kata Udar.
Dalam kasus dugaan korupsi pengadaan bus Transjakarta, KeÂjaksaan Agung telah menetapkan tujuh tersangka. Tiga tersangka berÂÂasal dari kalangan swasta, emÂpat tersangka dari pejabat di PemÂprov DKI Jakarta. Mereka adalah Budi Susanto (BS), Direktur Utama PT New Armada (PT Mobilindo Armada CemerÂlang); Agus SudiarÂso (AS), Dirut PT Ifani Dewi; dan Chen Chong Kyeon (CCK), Dirut PT Korindo Motors.
Selain Udar, tersangka lain yaÂitu Direktur Pusat Teknologi InÂdustri dan Sistem Transportasi BPPT, Prawoto; Pejabat Pembuat KoÂmitmen Pengadaan Bus PeÂreÂmajaan Angkutan Umum Reguler dan Kegiatan Pengadaan Armada Bus Transjakarta Drajat AdhyakÂsa; dan Ketua Panitia Pengadaan Barang/Jasa Bidang Pekerjaan Konstruksi 1 Dinas Perhubungan Jakarta, Setyo Tuhu.
Kilas Balik
Penyidik Kejagung Sita Rekening Milik Bekas Kadishub DKI Berisi Rp 800 JutaKejaksaan Agung menyita rekening tersangka bekas KeÂpala Dinas Perhubungan (KaÂdishub) DKI Jakarta Udar PrisÂtono. Isi reÂkening itu sekitar Rp 800 juta.
Menurut Kapuspenkum KeÂjakÂÂsaÂan Agung Tony Spontana, uang terÂsebut disita sebagai baÂrang bukÂti dalam kasus dugaan tindak piÂdana pencucian uang pada peÂngÂadaan bus TransÂjakarta tahun 2012 dan 2013.
Menambahkan penjelasan KaÂpusÂpenkum, Pelaksana Tugas (Plt) JakÂsa Agung Andhi NirÂwanÂto meÂnyatakan,Barang buktinya suÂdah ada yang disita 800 juta rupiah lebih.â€
Selain menyita uang, diakui Andhi, penyidik sudah menyita apartemen atas nama tersangka Udar di Bali.
Hingga saat ini, tandas bekas Jampidsus itu, penyidik masih meÂnelusuri aset-aset milik terÂsangÂka lainnya. Penelusuran aset-aset tersebut, dilakukan berÂdaÂsarkan bukti-bukti yang ada.
Kita kembangkan ke berbaÂgai wilayah,†ucapnya.
Dia menambahkan, penyidik berÂupaya mengembangkan kasus ini ke arah tindak pidana penÂcuÂcian uang. Yang jelas, beber AnÂdhi, penyitaan aset-aset tersebut merupakan kelanjutan dari seÂjumlah penggeledahan yang diÂlakukan sebelumnya.
Kemudian, penyidik mengÂgeÂledah dua lokasi yang teridenÂtiÂfikasi berkaitan dengan perkara korupsi proyek pengadaan bus Transjakarta 2013, yang dikenal sebagai kasus busway karatan.
Tony Spontana menyatakan, pengÂgeÂledahan terakhir dilakuÂkan terÂhaÂdap dua lokasi. Yaitu, Kantor PT KoÂrindo Motors di Wisma Korindo, Jalan MT HarÂyono Kavling 62, Jakarta Selatan dan kantor PT Ifani Dewi di Jalan Tebet Raya DaÂlam 153-A, Tebet Barat, JaÂkarta Selatan.
Dua perusahaan tersebut meÂruÂpakan perusahaan rekanan dalam proyek pengadaan bus TransÂjaÂkarta. Kedua perusahaan itu diÂgeÂledah dalam rangka mencari dan melengkapi barang bukti untuk tersangka Dirut PT KoÂrinÂdo Motors, Chen Chong Kyong.
Penggeledahan di PT Ifani DeÂwi dilakukan guna melengÂkapi berÂkas perkara tersangka DirekÂtur PT Ifani Dewi, Agus Sudiarso.
Tony tak menjelaskan, sejauh mana berkas perkara kedua terÂsangka tersebut. Kita sedang lengkapi,†ucapnya.
Menurut dia, dari penggeÂleÂdahan terhadap PT Korindo MoÂtor, penyidik menyita tiga komÂputer dan sebundel dokumen proyek.
Sementara di PT Ifani Dewi, peÂnyidik menyita sebuah komÂpuÂter jinjing alias laptop dan seÂbunÂdel dokumen, berikut bukti-bukÂti pembayaran seperti faktur.
Semua bukti-bukti itu disita dalam penggeledahan Jumat, 31 Oktober lalu,†ujarnya.
Penanganan Kasus Tidak Boleh Tebang PilihDesmond J Mahesa, Anggota DPRAnggota DPR Desmond J Mahesa menyatakan, seluruh keterangan saksi yang diungÂkap dalam persidangan, perlu dicerÂmati secara seksama. Hal itu bertujuan agar puÂtusÂan beÂnar-benar proporsional.
KeÂsaksian tersangka Udar PrisÂtono ini penting dalam meÂruÂmuskan fakta peristiwa dan putusan. Dari situ hakim dan jaksa bisa menimbang hal-hal kruÂsial yang dilakukan terdakÂwa kasus ini,†katanya.
Oleh sebab itu, jaksa dan haÂkim seyogyanya bijaksana daÂlam menyimpulkan keÂsaksian yang ada. Dengan begitu, rangÂkaian tindakan dalam memutus perkara bisa berjalan secara obyektif.
Syukur-syukur, lanjutnya, keÂsaksian-kesaksian yang dikeÂmukakan pada persidangan, mampu menunjukkan arah daÂlam menuntaskan kasus ini.
Intinya, supaya penanganan perkara berjalan optimal. Tidak berpihak pada salah satu pihak. Apalagi, menimbulkan kesan adanya intervensi dari pihak luar,†tandasnya.
Lebih jauh, politisi yang diÂplot kembali menjadi anggota Komisi Hukum DPR tersebut meÂnyatakan, jangan sampai peÂnaÂnganan kasus ini menimÂbulÂkan kesan tebang pilih. TerÂleÂbih, penyidik dalam hal ini KeÂjagung juga masih meÂnaÂngani penyidikan kasus ini.
Diharapkan, fakta-fakta yang terungkap di persidangan akan membantu penyidik meÂneÂmukan titik terang dalam meÂnenÂtukan langkah hukum yang tepat,†ucapnya.
Dia menekankan, kasus koÂrupsi ini menjadi perhatian kaÂlangan DPR. Pasalnya, selain menelan anggaran yang sangat besar, juga terjadi di seputar atau lingkungan pusat pemeÂrinÂtahan.
Masih Ada Tersangka Lain Menanti SidangHendardi, Direktur Eksekutif Setara IntitutPendiri Perhimpunan BanÂtuÂan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) Hendardi menilai, peÂlaksanaan persidangan dua terÂdakwa kasus korupsi proyek Transjakarta dapat dijadikan moÂdel atau contoh dalam meÂnunÂtaskan perkara tersebut.
Kan masih ada tersangka lain yang bakal menjadi terÂdakÂwa kasus ini,†katanya, kemarin.
Jadi, lanjutnya, sedikit-baÂnyak pelakÂsaÂnaan sidang dua terdakwa terÂsebut akan memÂberikan gamÂbaran tentang peÂristiwa yang sesunguhnya.
Dia menandaskan, fakta-fakta yang terungkap dalam perÂsidaÂngan tersebut otomatis bisa diÂtindaklanjuti dalam meÂngusut keterlibatan pihak lainnya.
Setidaknya bisa meÂmuÂdahÂkan penegak hukum dalam meÂnentukan tindakan atau langkah hukum lanjutan,†katanya.
Hendardi menambahkan, koÂmitÂmen penegak hukum dalam meÂngusut perkara korupsi, beÂlaÂkangan ini sudah menunÂjukkan peningkatan.
Dia meminta, sikap tersebut tetap dijaga, sehingga kelak mamÂpu menghasilkan peninÂdakÂan-penindakan hukum yang lebih konkret dan tegas.
Korupsi sudah dinyatakan seÂÂbagai kejahatan luar biasa. PeÂnindakannya perlu dilaÂkuÂkan dengan pola atau mekaÂnisÂme yang ekstra tegas,†jelasnya.
Lebih jauh, Direktur EkseÂkuÂtif Setara Institut ini mengÂingatÂkan,
extra ordinary crime yang juga perlu mendapatkan perÂhatian serius ialah kejahatan peÂlanggaran HAM. Perlu diprioÂritaskan,†tegasnya.
Lepas dari persoalan tersebut, dia menyatakan, kasus korupsi proyek Transjakarta seyogÂyaÂnya diselesaikan dengan cepat.
Menurutnya, penuntasan kaÂsus ini selain memberi efek daÂlam upaya penegakan hukum, diÂharapkan mampu memberi solusi nyata dalam mengatasi probÂlema klasik seputar transÂportasi masal di Jakarta. ***
BERITA TERKAIT: