“Untuk mengatasi konflik di DPR, tak berdasar kalau Presiden Jokowi mengeluarkan Perppu. Yang perlu dilakukan mengumÂpulÂkan semua pimpinan partai poÂÂlitik. Berbicara dari hati ke hati unÂtuk menyelesaikan konflik itu,’’ kata Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra kepada
Rakyat Merdeka, Minggu (2/11).
Bekas Menteri HuÂkum dan Perundang-Undangan itu meÂnyarankan, Presiden Jokowi haÂrus meÂnyelesaikan perseteruÂan seÂbelum kekisruhan di DPR menÂjalar ke akar rumput.
“Krisis ini tidak boleh dibiarÂkan. Munculnya pimpinan DPR tandingan tidak hanya membuat kisruh parlemen. Ini bisa memÂbuat daerah bergolak, bisa disuÂsupi pihak asing. Jokowi harus menyadari potensi ini,†ingatnya.
Untuk mengakhiri polemik ini, Yusril menyarankan, Presiden Jokowi mengundang para ketua umum partai untuk duduk berÂsama. “Sebagai bapak bangsa, JoÂkowi harus menggunakan keÂwiÂbaÂwaannya. Dia bisa memfaÂsiÂliÂtasi, memediasi para ketua umum partai untuk mengakhiri polemik tersebut,†tuturnya.
Berikut kutipan selengkapnya:
Anda meminta Presiden Jokowi ikut mengurai pereÂseteruan di DPR. Bukankah tindakan itu bisa menambah masalah baru?Presiden memang tidak boleh mencampuri internal DPR. TaÂpi, kisruh di DPR membawa damÂpak luas terkait penyelengÂgaraan keÂhidupan berbangsa dan berneÂgara. Kalau kondisi ini dibiarÂkan, Presiden tidak biÂsa menjaÂlankan roda pemerinÂtahan deÂngan norÂmal.
Presiden dan DPR kan harus bekerja sama untuk menjalankan negara ini. Banyak langkah PresiÂden yang memerlukan persetuÂjuan dan pertimbangan DPR. IsÂtilah saya, separuh kekuasaan DPR ada pada Presiden. Karena itu, kalau ada masalah dia harus membantu penyelesaiannya.
Apa langkah yang bisa dilaÂkukan Presiden tanpa meÂnimbulkan masalah baru?Seperti yang saya sampaikan tadi, Presiden harus mengunÂdang para ketua umum partai poÂlitik. Langkah itu tidak bisa diÂartikan sebagai intervensi ekÂsekutif terÂhadap parlemen. SeÂbab, struktur ketua partai ada di luar parlemen. Kalau semua keÂtua umum partai bicara dari hati ke hati dan meÂnyepakati jalan keluar, saya yakin kisruh ini dapat diatasi.
Bagaimana kalau Presiden memilih tidak ikut campur? Apakah persoalan ini bisa teratasi?Presiden tidak boleh memÂbiarÂÂkan keadaan ini berlarut-larut. Setiap ancaman perpeÂcahan haÂrus diatasi, karena semua yang terjadi di negara ini ujungnya ada pada Presiden.
Dengan adanya pimÂpinan DPR tanÂdingan meÂrambat ke presiden tandingan, itu baÂgaiÂmana. Kita bisa perang sauÂdara.
Jokowi tak pernah meÂnempati posisi elite di partai poÂlitik, apa mampul kumpulÂkan pimÂpinan partai politik?Ya, harus bisa. Sebagai seÂorang Presiden, beliau harus puÂnya wiÂbawa. Keadaan ini meÂrupakan ujian pertama kewiÂbaÂwaan dan kepemimpinananya Jokowi.
Kita tahu, pencalonan JokoÂwi sebagai Presiden diusulkan Ketua Umum PDIP Megawati SoekarÂnoputri. Tapi, setelah terÂpilih dia harus tamÂpil beda. Presiden harus meÂngayomi, menengahi konflik yang terjadi di masyarakat.
Jika Presiden Jokowi tak mengambil langkah itu, apaÂkah ketua umum partai bisa mengambil inisiatif untuk meÂlakukan pertemuan?Baiknya memang seperti itu. Tapi, kalau kita amati perkemÂbangannya, pembicaraan di anÂtara elite partai justru menemui jalan buntu. Karenanya, PresiÂden harus mengambil peran. BeÂliau harus mengambil inisiatif.
Sejumlah pihak meminta Presiden mengeluarkan Perppu untuk mengakhiri polemik terÂsebut. Tanggapan Anda?Ini bukan masalah hukum, ini soal politik, soal porsi kekuasaan. Kalau kita baca Undang-undang MD3, semua sudah jelas. Apa yang mau diamandemen lewat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu).
MeÂnuÂrut saya, desakan agar Presiden mengeluarkan Perppu sama sekali tidak berdasar. BahÂkan berpotensi melahirkan perÂsoalan baru. ***
BERITA TERKAIT: