Anggito yang mengenakan kemeja batik, tiba di Gedung KPK pukul 10.00 WIB. Dia didampingi seorang koleganya.
Sebelum memasuki ruang peÂmeÂriksaan, Anggito sempat diÂberondong pertanyaan wartawan. NaÂmun, dia hanya berkomentar singkat. “Nanti saja ya,†katanya, lalu masuk lobby Gedung KPK dan mengisi buku tamu.
Pada pukul 17.53 WIB, AngÂgito keluar dari ruang penyidikan. Anggito yang menenteng sebuah tas jinjing itu, berhenti tepat di tangÂga depan Gedung KPK, dan memberikan keterangan.
Sebelum awak media diperÂsilaÂkan bertanya, Anggito lebih dulu mengklarifikasi bahwa dirinya tidak pernah mangkir dari pangÂgilan penyidik.
Kemudian, dia menjelaskan bahÂwa penyidik mencecarnya seÂputar pengisian kuota jamaah haji serta pengadaan barang dan jasa. Namun, Anggito enggan menÂjeÂlaskan tentang pengadaan barang dan jasa serta penginapan di Arab Saudi untuk tahun 2012, yang membuat bekas Menteri Agama Surydharma Ali (SDA) menjadi tersangka ini.
“Silakan diklarifikasi kepada SDA saja atau saksi lain. Yang jelas, saya tinggal di wisma. MeÂmang selama kunjungan SDA ke sana, beliau tidak tinggal di wisÂma. Kecuali pada operasional musim haji,†jelasnya.
Saat ditanya apakah SDA ikut menentukan pengisian sisa kuota dan petugas haji, AngÂgiÂto menÂjawab, saat itu ia hanya memÂbaca dokumen apakah perlu diÂklaÂriÂfiÂkasi lebih lanjut atau tidak. NaÂmun, pihaknya tidak bisa mengÂklarifikasi, karena saat itu dia buÂkan pejabat pelaksana peÂnyeÂlenggaraan ibadah haji lagi.
“Alhamdulillah saya bukan saksi utama. Keterlibatan saya hanya 2012 akhir sampai 2013,†jelasnya sambil melambaikan taÂngan tanda pamitan seraya meÂnaiki mobil Ford Escape hitam bernopol B 1213 RFQ.
Dalam kasus dugaan korupsi penyelenggaraan haji yang telah menjerat bekas Menag SuryaÂdharÂma Ali sebagai tersangka ini, seÂtidaknya Anggito sudah menÂjalani pemeriksaan lima kali. SeÂbelum ini, Anggito diperiksa peÂnyidik KPK pada 7 Oktober 2014. Sedangkan Suryadharma Ali sejak ditetapkan sebagai terÂsangÂka, belum sekalipun dipeÂriksa.
Menanggapi belum diperiksa dan ditahannya tersangka kasus haji Suryadharma Ali, Ketua KPK Abraham Samad meÂngaÂtaÂkan, hingga saat ini pihaknya beÂlum menyelesaikan berkas dan alat bukti secara lengkap untuk tersangka Suryadharma Ali. DeÂngan dalih belum bisa meÂnyeÂlesaikan berkas sebanyak 50 perÂsen, maka pihaknya tidak bisa meÂnahan tersangka.
“Tapi kita berikan kepastian, tidak ada kasus yang tidak mungÂkin diselesaikan,†ujar Samad.
Samad menegaskan, kasus yang ditangani KPK jika sudah menetapkan seseorang sebagai tersangka, pasti lambat laun akan ditahan. Namun, penahanÂan terÂsebut baru bisa dilakukan setelah penyidik menyelesaikan berkas pemeriksaan di atas 50 persen.
Samad menuturkan, untuk meÂlengkapi berkas SDA, penyidik juga telah melakukan pengÂgeÂledahan di beberapa tempat. Saat ditanya apakah akan ada lagi pengÂgeladahan lain, Samad tiÂdak menjawab.
“Itu bagian dari melengkapi berÂkas. Kalau kita coba simÂpulÂkan ternyata ada yang kurang, maÂka kita geledah lagi. Ada yang perlu dikonfirmasi lewat doÂkuÂmen-dokumen lain, makanya kita melakukan penggeledahan,†jelas Samad.
KPK telah menetapkan SuryaÂdharÂma Ali sebagai tersangka dalam kasus kuota haji sejak akhir Mei 2014. Dia diduga teÂlah menyalahgunakan keweÂnaÂngÂan, sehingga menyebabkan keÂrugian negara senilai Rp 1 triliun lebih.
Dana penyelenggaran ibadah haji 2012-2013 ini berasal dari AngÂgaran Pendapatan dan BeÂlanja Negara (APBN) dan setoran masyarakat.
Atas perbuatan tersebut, SurÂyaÂdharma disangkakan telah meÂlanggar Pasal 2 ayat 1, atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 taÂhun 1999, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1, Jo Pasal 65 KUH PidaÂna. Dengan ancaman hukuman piÂdana maksimal 20 tahun penjara, dan denda maksimal sebesar Rp 1 miliar.
Kilas Balik
Kasus Penyelenggaraan Haji Mulai Deselidiki KPK Awal Tahun 2013Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai menyelidiki kasus dugaan tindak pidana korupsi dana haji di Kementerian Agama (KeÂmenag) sejak awal tahun 2013.
Saat itu, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) telah mencium adanya peÂnyimpangan dalam perjalanan haji di bawah wewenang KeÂmenag. “Dengan diterbitkannya LHA (Laporan Hasil Analisis) oleh PPATK, maka tentu ada duÂgaan TPPU (Tindak Pidana PenÂcuÂcian Uang),†kata Wakil Ketua PPATK Agus Santoso.
Sementara Ketua PPATK Muhammad Yusuf mengatakan, seÂpanjang 2004-2012, ada dana BiaÂya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) sebesar Rp 80 triÂliun dengan bunga sekitar Rp 2,3 triÂliun.
Berdasarkan audit PPATK, ada transaksi mencurigakan seÂbesar Rp 230 miliar yang tidak jelas pengÂgunaannya. KPK menyambut temuan terÂsebut dan melakukan peÂnyeÂlidikan selama hampir setahun. NaÂmun, belum ada pihak-pihak yang diperiksa.
Mulai Januari 2014, KPK jusÂtru melakukan penyelidikan atas dugaan penyimpangan dana haji tahun anggaran 2012-2013.
Saat itu, selain pengadaan baÂrang dan jasa, penyidik KPK juga menyelidiki biaya penyeÂlengÂgaraan ibadah haji (BPIH) dan pihak-pihak yang diduga menÂdaÂpatkan fasilitas pergi haji gratis.
Tak perlu menunggu lama, KPK langsung meminta keÂteÂrangÂan pihak-pihak terkait. SeÂtelah semua keterangan dirasa cukup, akhirnya pada 22 Mei lalu, KPK menetapkan Menteri AgaÂma Suryadharma Ali (SDA) sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penyelenggaraan haji tahun 2012-2013.
Wakil Ketua KPK Zulkarnain mengatakan, kasus haji erat kaitÂannya dengan pelanggaran etika profesi. Misalnya, jelas ZulÂkarÂnain, memprioritaskan orang terÂtentu untuk ikut dalam romÂbongÂan haji gratis, meskipun sebeÂnarÂnya orang itu mampu untuk membiayai dirinya sendiri.
“Dalam etika profesi penyeÂlengÂgara negara, jangan menÂcamÂpuri urusan pekerjaan dengan keuntungan sendiri,†paparnya.
Dalam kasus ini, SDA diduga meÂlakukan penyalahgunaan weÂwenang atau perbuatan melawan huÂkum yang mengakibatkan kerugian negara.
Modus penyalahgunaan weÂweÂnang dan memperkaya diri senÂdiri, orang lain, atau korÂpoÂrasi yang diduga dilakukan SurÂyaÂdharÂma antara lain deÂngan meÂmanÂfaatkan dana seÂtoran awal haji oleh masyaraÂkat untuk memÂbaÂyari pejabat KeÂÂmenÂag dan keÂluarganya naik haji.
Di antara keluarga yang ikut diÂongkosi adalah para istri pejabat Kementerian Agama. LHA yang diÂtemukan PPATK juga memÂperlihatkan bahwa Suryadharma meÂngajak 33 orang berangkat haji.
KPK juga menduga ada pengÂgeÂlembungan harga terkait deÂngÂan katering, pemondokan, dan transportasi jemaah haji.
Selain Suryadharma, KPK menÂduga ada keterlibatan pihak lain dalam kasus dugaan korupsi penyelenggaraan haji ini. DiÂduga, ada oknum anggota DPR yang berÂmain dalam bisnis haji terkait dengan katering.
Dugaan permainan oknum angÂgota Dewan juga berkaitan deÂngan bisnis valuta asing (valas). Ada dugaan ketidakÂtransÂparanan dalam meÂkanisme peÂnukaran valas penyelenggaÂraan haji.
Penukaran valas selalu diÂlaÂkukan di tempat penukaran yang itu-itu saja, sementara tiÂdak dijeÂlaskan apa parameter daÂlam memilih tempat peÂnuÂkaran valas.
Suryadharma diduga meÂlangÂgar Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 UU No.31 tahun 1999 tentang TinÂdak Pidana Korupsi. Tak haÂnya itu, Suryadharma juga telah dicegah bepergian ke luar negeri.
Agar Tak Berkelit Perlu Bukti TambahanFariz Fachryan, Peneliti Pukat UGMPeneliti Pusat Kajian Anti KoÂrupsi (Pukat) Universitas Gajah Mada Fariz Fachryan meÂngatakan, lambatnya pemeÂrikÂsaan tersangka kasus haji, beÂkas Menteri Agama SurÂyaÂdharma Ali (SDA) bukanlah hal yang disengaja Komisi PemÂbeÂranÂtasan Korupsi (KPK).
Menurutnya, meskipun SDA sudah hampir 4 bulan menjadi tersangka, KPK perlu mencari bukti terkait agar SDA tidak bisa berkelit saat diperiksa nanÂtinya.
Dijelaskan Fariz, mencari bukti pendukung yang kuat tiÂdaklah mudah. Maka, wajar jika penyidik KPK membutuhkan wakÂtu yang tidak sebentar.
“Saya pikir tidak mengulur-ulur waktu. Karena proses huÂkum untuk mendapat bukti yang berÂkualitas, perlu waktu cuÂkup lama agar para tersangka tidak lepas dari jeratan hukum,†ucapnya.
Fariz menduga, dalam empat bulan tersebut, pastinya penyiÂdik KPK telah mendapatkan banyak informasi dan bukti-bukti yang bisa memberatkan hukuman SDA.
Namun, Fariz berharap agar KPK bisa segera mungkin meÂmeriksa politisi PPP terÂseÂbut. “Empat bulan masih seÂbenÂtar, asalkan KPK tetap melanÂjutÂkan kasusnya. Jangan sampai manÂdek,†harapnya.
Fariz melanjutkan, kuat duÂgaan bahwa SDA tidak berlaku seÂbagai pemain tunggal. Oleh kaÂÂrena itu, dirinya meminta KPK mengungkap kasus ini seÂcara utuh, terutama jika ada inÂdikasi yang melibatkan pihak lain yang ikut serta meÂmuÂlusÂkan niat SDA tersebut.
“Karena orang yang dianggap meÂnikmati uang negara dan turut serta berperan dan meÂruÂgikan keuangan negara, dapat dipidana,†jelasnya.
Bahkan, Fariz tak menampik jika nantinya akan ada tersangÂka baru. Pasalnya, jelas dia, kaÂsus ini merupakan penyaÂlahÂguÂnaan wewenang. Jadi, kata FaÂriz, dalam kasus ini ada keÂterÂlibatan pihak lain.
“Saya kira SDA tidak bisa diÂkatakan bertanggung jawab peÂnuh dalam kasusnya, kareÂna saya melihat bahwa dalam kaÂsus ini ada keterlibatan orang lain. Jadi, akan ada lagi yang terseret kasus ini,†ucapnya.
Pria berkacamata ini menyeÂbut, pihak lain yang diÂmaksud, bisa berasal dari inÂternal KeÂmenag atau dari luar.
Segera Periksa Tersangka Kasus Penyelenggaraan HajiDeding Ishak, Poitisi GolkarPolitisi Partai Golongan Karya (Golkar) Deding Ishak menÂdesak Komisi PembeÂranÂtasan Korupsi (KPK) segera meÂlakukan pemeriksaan terÂhadap bekas Menteri Agama SurÂyadharma Ali yang ditÂeÂtapÂkan sebagai tersangka kasus haji tahun 2012-2013.
Menurutnya, semakin lama seorang tersangka diperiksa, maÂka semakin kuat kemungÂkinÂan hilangnya barang bukti atau bahÂkan saksi-saksi yang diÂangÂgap mengetahui ihwal perÂkaÂraÂnya. “Saya minta KPK menunÂtasÂkan soal haji secepatÂnya, kaÂrena dana itu ada yang berasal dari APBN yang tidak sedikit,†katanya.
Selain itu, anggota Komisi III DPR 2009-2014 ini juga minta KPK menjerat semua pihak yang terlibat dalam kasus haji. PaÂsalnya, kuat dugaan jika angÂgota DPR, kerabat dan keluarga SDA yang mengikuti romÂboÂngÂan haji ikut menikmati fasiÂlitas ibaÂdah haji secara gratis.
“KaÂrena itu merupakan bagiÂan dari penyalahgunaan weweÂnang dengan menerima gratiÂfikasi,†kata Deding.
Masih menurut Deding, laÂmaÂnya pemeriksaan SDA seÂbaÂgai tersangka seperti menyanÂdera hak seseorang. Pasalnya, kata dia, sudah sejak bulan Mei SDA ditetapkan sebagai terÂsangka, namun hingga kini beÂlum sekalipun diperiksa penyiÂdik.
Padahal, menurutnya, jika seÂseorang sudah ditetapkan seÂbaÂgai tersangka, maka sudah seÂpatutnya KPK segera meÂmeÂrikÂsa orang tersebut. Agar keÂjeÂlasÂan perkaranya bisa diketahui publik seutuhnya.
“Itu akan menjadi kelemahan KPK, karena seperti menyanÂdera. Seharusnya, kalau sudah komÂplet baru ditetapkan sebaÂgai terÂsangka sehingga dipeÂrikÂsaÂnya cepat,†ucapnya.
Deding mengaku priÂhatin deÂngan tindakan yang dilakukan SDA meÂnyaÂlahÂguÂnaÂkan weweÂnangÂnya sebagai MenÂteri AgaÂma, karena meneÂliÂkung hak jamaah haji yang suÂdah mengÂantre sejak lama demi kepenÂtingan pribadi. ***
BERITA TERKAIT: