WAWANCARA

Fahri Hamzah: UU Kementerian Negara Tidak Mengharuskan Presiden Umumkan Kabinet Secara Serempak

Senin, 27 Oktober 2014, 08:54 WIB
Fahri Hamzah: UU Kementerian Negara Tidak Mengharuskan Presiden Umumkan Kabinet Secara Serempak
Fahri Hamzah
rmol news logo Presiden Jokowi bisa saja mengumumkan kabinetnya tidak serempak karena ada 8 calonnya yang tidak direkomendasikan KPK.
 
“Seharusnya diumumkan saja meski hanya sebagian. Se­dangkan yang masih menunggu rekomendasi KPK, nanti me­nyusul. Tidak harus serempak di­umumkan semuanya,’’ kata Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah kepa­da Rakyat Merdeka, di Ge­dung DPR, Jakarta.

Seperti diketahui,  Presiden Jo­kowi menjelaskan, belum di­umumkannya jajaran kabinet lebih didasari pada ke aspek hati-hatian. Sebab, masih menunggu rekomendasi ulang dari KPK atas nama-nama kandidat menteri.

“Waktu ke KPK kan, ada yang harus diulang lagi. Ya kita ke KPK lagi,” ungkap Jokowi, da­lam jum­pa pers Di Istana Merde­ka, Jakar­ta, Kamis (23/10) malam.

Fahri Hamzah  selanjutnya mengatakan, mengumumkan se­ba­gian susunan kabinetnya ada­lah cara paling bijak yang dapat ditempuh Jokowi. Cara ini dapat mengobati rasa penasaran publik dan sesuai dengan semangat kerja yang diusung Jokowi.

Berikut kutipan selengkapnya:

Apa tidak melanggar un­dang-undang bila mengumum­kan sebagian saja?
Dalam Undang-Undang No­mor 39 Tahun 2008 tentang Ke­menterian Negara tidak diha­ruskan mengumumkan kabinet secara serempak. Dalam undang-undang tersebut hanya diatur Presiden harus membentuk dan mengumumkan kabinetnya pa­ling lama 14 hari setelah dilantik dan harus meminta pertim­bangan DPR jika ada perubahan nomen­klatur. Saya sarankan umumkan saja yang sudah final. Sisanya bisa menyusul. Kan memang ada nomenklatur yang berubah dan belum keluar per­timbangan dari DPR.

Berarti masih lama dong, kapan kira-kira diumumkan ?
Pengumuman Kabinet Jokowi-JK mustahil dilakukan dalam wak­tu dekat. Ini soal etik saja. Beliau (Jokowi) kirim surat ke DPR. Makanya, saat ada berita pe­ngumuman kabinet, saya bi­lang mustahil. Kan harus me­nunggu jawaban DPR dulu.

Bagaimana soal perubahan nomenklatur kabinet?
Harus berdasarkan pertimba­ngan legislatif karena merupa­kan prosedur yang diamanatkan kons­titusi. Pertimbangan (DPR) itu prosedur apabila tidak di­laksana­kan maka melanggar undang-un­dang. Dan apabila terjadi sesuatu hal, maka par­lemen bilang Joko­wi melanggar undang-undang.

Kan Presiden mempunyai hak prerogatif?
Ya. Presiden memiliki banyak hak prerogatif yang bisa dilaku­kannya namun jangan melanggar hukum dan konstitusi, sehingga apa yang dilakukan harus secara prosedur dan mekanisme yang ada. Pemerintahan Jokowi-JK harus bekerja cepat namun jangan sampai memaksa Jokowi me­lang­gar konstitusi diawal peme­rintahan.

Karena, saat ini undang-un­dang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD mene­gaskan peng­gunaan hak angket sangat mudah dilakukan.

O ya, fraksi yang bergabung dalam Koalisi Indonesia Hebat (KIH) belum memberikan nama-nama anggota untuk alat kelengkapan dewan, ini bagai­mana?
Penundaan tersebut berimpli­kasi pada belum berjalannya DPR untuk menjalankan fungsi-fungsinya.

Padahal, sudah 23 hari dilantik. KMP merasa iba kepada peme­rintah  Jokowi-JK. Sewak­tu-wak­tu, jika kabinet Jokowi-JK ter­bentuk, kerja kementerian dan lembaga akan terhambat karena DPR sebagai mitra kerja belum siap. Kasihan Pak Jokowi, disu­ruh kerja, kerja, kerja. Sementara, DPR belum lengkap alat keleng­kapannya.

Barangkali menunggu pe­ngu­mu­man kabinet?
Mestinya fraksi yang berga­bung dalam  KIH tidak perlu menunggu pengumuman kabinet. fraksi-fraksi tersebut bisa tera­baikan di alat kelengkapan dewan jika tidak menyetorkan nama. Sekarang kalau mau jadi anggota, silakan setor nama. Tapi kalau tidak mau, dewan harus tetap berjalan.

Apa harapan Anda?

Saya berharap lima fraksi (PDIP, PKB, Nasdem, Hanura, dan PPP)  yang belum setor nama itu agar segera menyerahkannya kepada Setjen DPR. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA