Office Boy Yang Jadi Dirut Tetap Dihukum Satu Tahun

Jaksa Kasus Videotron Ajukan Banding

Kamis, 23 Oktober 2014, 09:34 WIB
Office Boy Yang Jadi Dirut Tetap Dihukum Satu Tahun
ilustrasi
rmol news logo Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menolak banding yang diajukan jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta atas vonis terhadap terdakwa kasus korupsi proyek videotron di Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM), Hendra Saputra.

Putusan tersebut menguatkan putusan pengadilan tingkat per­tama di Pengadilan Tindak Pi­dana Korupsi (Tipikor) Jakarta ter­hadap Hendra yang tetap di­hu­kum satu tahun penjara dalam ka­sus korupsi proyek videotron.

“Menolak permohonan ban­ding dan menguatkan putusan pe­ngadilan tingkat pertama, yaitu hu­kuman pidana penjara selama satu tahun dan denda 50 juta sub­sidair satu bulan kurungan,” kata Kepala Hubungan Masyarakat Pe­ngadilan Tinggi Jakarta M Hatta dalam pesan singkat, Rabu (22/10).

Hatta mengatakan, Hendra te­tap menerima hukuman pidana pen­jara selama satu tahun dan den­da sebesar Rp 50 juta subsider satu bulan kurungan, seperti vo­nis yang dijatuhkan majelis ha­kim Pengadilan Tipikor Jakarta. Pu­tusan itu, sesuai dengan pu­tu­­san majelis hakim banding yang dipimpin Hakim Ketua Chairil Anwar.

Sementara itu, penasihat hu­kum Hendra, Ahmad Taufik me­ngata­kan, pihaknya masih akan be­run­ding apakah akan menga­ju­kan ka­sasi atau tidak. Pihaknya mem­pu­nyai waktu tujuh hari ker­ja untuk ber­konsultasi dengan Hendra.

Sesuai perhitungan, kata Tau­fik, Hendra semestinya bebas pada 30 November 2014 setelah menjalani masa kurungan satu ta­hun ditam­bah satu bulan pen­jara. Hendra ditahan sejak 31 Oktober 2013.

“Jaksa maupun kami akan aju­kan kasasi atau tidak, batas Hen­dra harus keluar 30 No­vem­ber. Jadi, kami akan konsultasi dulu dengan Hendra,” ujar Taufik.

Taufik mengatakan, apabila JPU melakukan kasasi, maka pihaknya akan melakukan hal se­nada. “Kalau jaksa kasasi, kami akan kasasi juga,” tandasnya.

Menurut Taufik, pihaknya ma­sih berharap kliennya bisa di­be­baskan dari jeratan hukum. Pa­sal­nya, jelas dia, selain Hendra bu­kanlah aktor utama dari kasus ter­sebut, sudah ada tersangka lain yang kini sedang menjalani pro­ses persidangan, yakni Riefan Avrian, Dirut PT Rifuel.

Sedangkan Hendra, lanjutnya, ha­nya office boy yang namanya di­cantumkan Riefan sebagai Di­rut PT Imaji Media untuk meng­garap proyek videotron.

Menurut Taufik, kalau Riefan su­dah mulai diadili, maka sudah ti­­dak ada alasan untuk meng­hu­kum Hendra. Apalagi, tambah dia, Hendra hanyalah orang kecil yang tidak mengerti bila dirinya sedang dimanfaatkan oleh Riefan yang menjadi aktor intelektual di balik rekayasa proyek videotron.

“Saya berharap Hendra bebas, karena dari salah satu hakim me­nyampaikan dissenting opinion pada waktu sidang yang me­ngi­nginkan Hendra bebas. Tapi, justru Hendra harus menjalankan pidana karena kesalahan orang lain,” bela Taufik.

Sebelumnya, majelis hakim Pe­ngadilan Tipikor yang dipim­pin Nani Indrawati menyatakan, Hendra terbukti bersalah me­la­ku­kan tindak pidana korupsi dalam proyek videotron di Ke­menterian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah.

Menurut majelis hakim, Hen­dra terbukti melakukan perbuatan melawan hukum terkait proyek videotron. Dia tidak melawan ke­tika ditunjuk Riefan sebagai Di­rektur Utama PT Imaji Media. Pa­dahal, dia tahu hal tersebut ti­dak sesuai dengan tugasnya se­ba­gai office boy.

Hendra, kata hakim, secara sadar melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan tugasnya se­bagai office boy, di antaranya me­nandatangani dokumen penaw­a­ran PT Imaji Media untuk pe­nger­jaan videotron tahun 2012. Ke­mu­dian, menandatangani kwi­tansi pembayaran uang muka dari kontrak atas pekerjaan videotron.

Meski demikian, hakim meni­lai Hendra tidak terbukti m­e­ngam­bil keuntungan dari proyek videotron ini. Menurut hakim, uang Rp 19 juta yang diberikan ata­sannya, Riefan dianggap Hen­dra sebagai bonus, bukan ke­un­tungan proyek.

Hakim pun tidak menjatuhkan pidana tambahan berupa pem­bayaran uang pengganti kepada Hendra.

Kilas Balik
BPK Endus Kerugian Rp 17 Miliar


Kasus korupsi pengadaan vi­deotron di Kementerian Ko­pe­rasi, Usaha Kecil dan Menengah (Kemenkop UKM) terungkap dari laporan hasil audit Badan Pe­meriksa Keuangan (BPK) se­mes­ter I tahun 2013. Dalam audit itu di­sebut adanya pengg­e­lem­bu­ngan harga pengadaan videotron.

Dalam perkara tersebut, BPK menyimpulkan adanya kerugian keuangan negara Rp 17 miliar. Ke­jaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta kemudian menetapkan tiga orang tersangka.

Tersangka kasus ini adalah Pe­jabat Pembuat Komitmen (PPK) Hasnawi Bachtiar, Panitia Pene­rima Barang Kasiyadi dan Dirut PT Imaji Media Hendra Saputra. Belakangan, Kejati DKI juga me­netapkan Dirut PT Rifuel, Riefan Avrian sebagai tersangka.

Hendra, berdasarkan hasil pe­nyidikan Kejati DKI, adalah of­fice boy PT Rifuel. Hendra di­ja­di­kan Dirut PT Imaji Media oleh Riefan, bosnya di PT Rifuel. Riefan membuat PT Imaji Media untuk menggarap proyek ini.

Kasus ini bermula dari tender pe­ngadaan videotron di Kemen­terian Koperasi senilai Rp 23,4 m­iliar pada 2012 yang dime­nang­kan PT Imaji Media.

Kasus ini mendapatkan per­ha­tian KPK. Ketua KPK Abraham Samad menyatakan, pihaknya ti­dak main-main dalam me­nsu­per­visi penyidikan kasus pe­nga­daan videotron.

Dia mengultimatum, pihaknya akan menindaklanjuti jika ada jak­sa yang terindikasi “bermain” saat menyidik kasus ini. “Kalau jaksa main-main, dia 86, jaksanya kita tarik,” katanya di Gedung KPK, Rabu (19/3).

Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Adi Toegarisman pun ber­janji akan menindak jika ada ja­jarannya yang terbukti “bermain” dalam mengusut perkara ini.

Saat itu, Adi menyatakan bah­wa jajarannya belum pernah ber­koordinasi dengan KPK. Artinya, belum ada permintaan atau su­per­visi dari KPK untuk mengambil alih perkara korupsi tersebut.

Yang juga menjadi perhatian adalah meninggalnya salah satu tersangka kasus ini, yakni PPK Kemenkop UKM Hasnawi saat menjalani penahanan.

Adi menyatakan, tersangka me­ninggal karena sakit men­da­dak. Jadi, katanya, sama sekali tidak ada unsur kesengajaan yang dilakukan penyidik dalam in­si­den tersebut.

Menurutnya, sebelum dila­ku­kan penahanan, semua tersangka wajib menjalani tes kesehatan. Jika ada penyakit kronis yang di­idap tersangka, kejaksaan akan mempertimbangkan jenis pena­ha­nan. “Waktu cek kondisi kese­hatan, tersangka Hasnawi sehat. Tim dokter menyatakan dia sehat dan layak ditahan.”

Karena Hasnawi meninggal, penuntutannya tidak dilanjutkan. Proses hukumnya gugur. Meski de­mikian, Adi mengatakan, pro­ses hukum terhadap tersangka lainnya tetap berjalan.

Diharapkan, dari beragam ken­dala yang muncul pada pe­na­nga­nan kasus ini, pengembangan per­kara tetap dapat dilanjutkan secara maksimal. “Tunggu saja hasil penyidikan kita. Ini segera disampaikan.”

Setelah tersangka Hasnawi me­ninggal dalam masa penahanan, Dewi Nur Afifah, istri tersangka Hendra Saputra mendatangi Lem­baga Perlindungan Saksi dan Kor­ban (LPSK). Dia meminta agar suaminya yang juga ditahan Kejati DKI, dilindungi LPSK.

Perempuan itu pun mengaku, se­­lama suaminya ditahan, dia sama sekali belum pernah ber­temu. Upaya Dewi minta pe­r­lin­du­ngan untuk dirinya dan sua­mi­nya ke LPSK ini, dapat sambutan dari Lembaga Bela Keadilan (LBK) dan LSM Gabungan Anak Jalanan (GAJ) Bandung.

Kedua LSM itulah yang mem­fasilitasi upa­­ya hukum pe­rem­puan asal Bo­gor, Jawa Barat, ter­sebut ke LPSK.

Fahmi Syakir dari LBK me­nguraikan, penahanan berikut ke­terlibatan tersangka Hendra di ka­sus ini janggal.  Pasalnya, sehari-hari Hendra bekerja sebagai pe­suruh. Terkadang, Hendra di­su­ruh-suruh menyopiri mobil pe­rusahaan.

Tapi mendadak, saat PT Imaji Media mengajukan penawaran pada tender proyek videotron di Ke­menkop tahun 2012, Hendra di­angkat sebagai  Direktur Utama.

Dari penjelasan kejaksaan, dia mendapat kepastian, Hendra me­ngetahui posisinya ini manakala diminta menandatangani berkas penawaran lelang proyek.

“Ini re­kayasa direktur-di­rek­turan. Se­mua­nya rekayasa,” tu­turnya.

Terbukti Salah Tapi Bukan Aktor Utama

Akhiar Salmi, Pengamat Hukum

Pengamat hukum pidana dari Universitas Indonesia (UI) Akhiar Salmi mengatakan, Hendra Saputra pantas dibe­ri­kan hukuman terkait proyek pengadaan videotron di Gedung Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah.

Menurutnya, hukuman pen­jara selama satu tahun dan den­da sebesar 50 juta rupiah di­be­ri­kan kepada Hendra karena ter­bukti secara sah dan me­ya­kin­kan, melakukan tindak pidana.

“Jadi, dua hakim pengadilan itu menyatakan Hendra telah melakukan tindak pidana de­ngan dua alat bukti yang sesuai dengan KUHP, meski ada satu hakim berbeda pendapat,” jelas Akhiar.

Dosen Fakultas Hukum UI ini melanjutkan, kalau Hendra bisa membuktikan dirinya tidak bersalah, maka tidak mungkin pengadilan tingkat pertama me­n­­jatuhkan vonis tersebut. Me­­skipun, sambung Akhiar, Hen­dra bukanlah aktor utamanya.

Sebab, jelas Akhiar, Hendra ter­bukti secara sah dan me­yakinkan bahwa dirinya pernah menerima janji atau hadiah dari Riefan Avrian terkait pengadaan proyek videotron.

“Karena persoalannya dari pe­ngadilan tingkat pertama hing­ga banding, tidak bisa di­yakinkan bahwa Hendra adalah orang yang disuruh, kalau bisa diyakinkan, itu tidak akan kena pidana,” bebernya.

Namun, Akhiar berharap agar terdakwa Riefan yang diduga sebagai aktor utama diberikan hu­kuman lebih berat dari Hen­dra. Karena, sambungnya, atas perbuatannya tersebut menye­babkan orang lain ikut terkena pidana.

“Kalau terbukti, orang yang membujuk hukumannya harus lebih berat dari yang dibujuk, ka­rena dia yang aktif dan memi­liki inisiatif untuk m­e­ngor­ban­kan orang lain,” tegas Akhiar.

Lebih lanjut Akhiar berharap agar kasus ini bisa diselesaikan dengan adil, dan siapa pun yang terlibat harus dijerat hukum yang berlaku. “Jangan sampai ha­nya orang kecil yang diberi­kan hu­ku­man,” tutupnya.

Saya Yakin Hendra Bukan Aktor Intelektual
Deding Ishak, Anggota DPR

Politisi Partai Golkar, De­ding Ishak meminta masyarakat bersabar dan menghormati pro­ses hukum yang sedang dijalani Hendra Saputra terkait kasus videotron.

Menurutnya, meskipun Hen­dra bukanlah aktor intelek­tual di dalam kasus ini, dia tetap me­miliki peran dalam memu­lus­kan inisiatif Riefan Avrian. “Itu­lah proses hukum, kita tidak bisa menjudge adil atau tidak,” ucap anggota Komisi III DPR 2009-2014 ini.

Deding melanjutkan, huku­man badan satu tahun dan den­da yang dikenakan pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipi­kor) tergolong ringan. “Apalagi nanti dapat potongan masa ta­hanan,” katanya.

Lebih lanjut Deding me­nga­takan, kalau Hendra tidak puas dengan putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, maka bisa mengajukan kasasi. Namun, di­jelaskan Deding, Hendra tidak bisa berharap banyak. Karena di dalam persidangan dia ter­bukti menerima janji dari Rie­fan, dan itu masuk dalam tindak pidana.

“Kalau Hendra tidak puas, dia bisa kasasi, apakah hakim ban­ding sudah benar atau tidak. Sayangnya, meskipun dia tahu dikerjain dan dijadikan alat, se­cara sadar dia telah menerima janji dan hukuman yang dib­e­rik­an sudah lumayan ringan,” jelas Deding.

Selanjutnya, Deding berharap agar proses persidangan Riefan tidak ada intervensi. Bahkan, ini bisa menjadi pertaruhan pene­gak hukum dalam memberikan keadilan.

“Kasus ini mendapat sorotan publik karena pelakunya bukan orang sembarangan. Ini menjadi pertaruhan hakim untuk mene­gak­kan hukum, di mana putu­san hakim harus adil, terutama bagi mereka yang hanya men­jadi alat kepentingan kejahatan orang lain,” jelasnya.

Kendati demikian, Deding ber­harap agar Direktur PT Imaji Media Hendra Saputra dibe­ri­kan keringanan hukuman. Me­nurutnya, peran Hendra dalam ka­sus ini tidak lebih dari se­ka­dar boneka yang digerakkan se­seorang.

Bahkan bisa dikatakan, Hen­dra adalah tokoh penting dalam mengungkap kebenaran kasus ini. “Dia adalah justice colla­bo­rator yang membantu penegak hu­kum membongkar kerugian ne­gara, jadi dia harus dihukum ri­ngan,” tutupnya. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA