Padahal, kelangkaan BBM bersubsidi telah menyusahkan rakyat. Itulah sebabnya presiden terpilih Jokowi saat pertemuannya dengan SBY di Bali meminta agar harga BBM bersubsidi dinaikkan.
Menanggapi hal itu, Staf Khusus Presiden Bidang Informasi dan Hubungan Masyarakat, Heru Lelono mengatakan, tidak benar bila SBY menjaga citranya, sehingga tidak mau menaikkan harga BBM bersubsidi.
“Tidak benar kalau Pak SBY dinilai menjaga citra. Yang benar adalah beliau secara etika tidak boleh keluarkan kebijakan karena sudah ada presiden terpilih,†kata Heru Lelono kepada
Rakyat Merdeka, yang dihubungi via telepon, kemarin.
Berikut kutipan selengkapnya;Apa benar itu alasannya?Sebagai kepala negara etika harus dikedepankan. Makanya ketika Pilpres digelar saja, Pak SBY menyatakan kepada menteri agar tidak mengambil kebijakan strategis yang justru dapat menyulitkan pemerintahan selanjutnya.
Ini soal etika saja, sehingga SBY enggan naikkan harga BBM?Persoalan menaikkan harga BBM itu bukan sekadar harga saja, kan ada masalah ketersediaan, masalah fiskal dan lainnya. Tapi herannya orang melihatnya politisnya saja.
Ada yang menilai SBY menjaga image di akhir masa jabatannya, apa benar?Jujur saya katakan, Pak SBY saat ini tidak mikirin apakah akan populer atau tidak populer kok.
Pak SBY berpikir, bagaimana mempermudah kepemimpinan berikutnya. Makanya ada pertemuan Jokowi dan SBY. Tapi beritanya kelihatan heboh luar biasa, ada yang bilang hebat banget pertemuan itu.
Bukankah pertemuan itu memang luar biasa dan bersejarah?Ini pertemuan yang biasa-biasa saja. Tapi jadi luar biasa karena selama ini bangsa Indonesia kalau terjadi pergantian kepemimpinan belum pernah berjalan dengan baik. Pada masa lalu tidak ada transisi-transisi seperti ini. Baru kali ini terjadi dengan baik-baik.
Kenapa?Karena Pak SBY ingin mengawali sejarah ini dengan baik-baik, tanpa ada masalah. Jadi sebenarnya yang tidak biasa itu adalah kepemimpinan sebelum Pak SBY itu.
Tapi kan bukan berarti menahan kenaikan harga BBM?Loh, tidak ada yang menahan kok. Tapi saya tegaskan lagi, memang sejak awal penyelenggaraan Pilpres, Presiden yang sedang menjabat tidak boleh membuat kebijakan yang mendasar.
Sekarang ada presiden terpilih, sehingga secara etika di mata saya Pak SBY sudah tidak boleh lagi buat kebijakan strategis, termasuk menaikkan harga BBM.
Malah menurut saya sejak Pilpres tidak boleh buat kebijakan apalagi sudah ada presiden terpilih, secara etika bisa salah. SBY saja dalam sidang kabinet pernah mengatakan kepada saudara Dahlan Iskan sebagai Menteri BUMN, isinya menyatakan tidak boleh ada pergantian direksi BUMN sampai kabinet ini berakhir. Ini dimaksudkan agar pemerintah berikutnya tidak merasa kesulitan dalam bekerja.
Tapi ada yang menilai SBY tidak jujur mengenai APBN, terkait BBM juga, ini bagaimana? Ketika Hasto dari Tim Transisi yang mengatakan, Pak SBY tidak jujur menyampaikan APBN, saya marah. Itu sama saja menyebut Pak SBY berbohong.
Sebenarnya kalau sudah menjabat dan menerima amanah rakyat, harusnya lebih tenang. SBY kan menyusun APBN harusnya dihargai. Padahal bukan beliau yang menjalankan. Kalau dianggap tidak sesuai dengan pemimpin selanjutnya bisa diubah APBN itu. Gitu saja repot, karena nanti yang bertangung jawab adalah pemerintahan selanjutnya.
Apakah seharusnya tim transisi aktif?Kalau saya menilai transisi itu bukan tim, tapi sebuah proses. Kalau tim dia mewakili siapa? menteri bukan, bahkan bisa jadi ada pengusaha didalamnya.
Kalau menyerahkan kepada tim transisi kan salah juga.
Artinya pertemuan SBY-Jokowi di Bali itu sudah tepat?Ya, yang itu paling baik. Bukan pakai tim transisi. Tapi Jokowi ketemu langsung dengan Pak SBY.
Apa harapannya?Saya berharap Jokowi tidak eforia kemenangan, apakah semudah itu jadi pemimpin. Kalau sudah di Istana Negara, Presiden akan sendirian. Saya sudah peringatkan ke Jokowi akan hal itu. Saya 10 tahun dampingi Pak SBY, menteri kalau sudah dilantik dia tentu di kantornya masing-masing, karena tidak setiap hari lapor ke Presiden. ***
BERITA TERKAIT: