WAWANCARA

Roy Suryo: Izin Dicabut Karena Ada Spanduk Perlawanan Terhadap Pak Harto

Kamis, 26 Juni 2014, 09:30 WIB
Roy Suryo: Izin Dicabut Karena Ada Spanduk Perlawanan Terhadap Pak Harto
Roy Suryo
rmol news logo Pembatalan pemberian izin untuk aktivis 98 menggelar acara di Kantor Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora), Selasa (24/6), didasari alasan kuat.

Sebagai lembaga negara, Kemenpora tak ingin terseret arus politik Pilpres 2014, sehingga mencabut pemberian izin setelah menemukan adanya atribut berbau politik.

Demikian disampaikan  Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Roy Suryo kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

“Ini bukan pembungkaman demokrasi. Izin itu dibatalkan kerena  acara yang disampaikan bertentangan dengan kegiatan yang akan dilaksanakan,’’ katanya. 
 
Seperti diketahui, sejumlah aktivis 98 mengecam pembatalan izin acara bertajuk “Gerakan 98 Menolak Bangkitnya Orde Baru” yang akan dilaksanakan di Gedung Graha Pemuda, kantor Kemenpora, Jakarta, Selasa (24/6). “Ini pelecehan terhadap demokrasi. Ini bentuk pembungkaman terhadap pembebasan berkumpul dan berpendapat,” tegas Juru Bicara Aktivis 98, Erwin Usman.

Roy Suryo selanjutnya mengatakan, pencabutan izin dilakukan setelah pemasangan backdrop di lokasi acara, Senin (23/6) malam. Tulisan di backdrop sangat tendensius dan memberi kesan Kemenpora memfasilitasi kegiatan afiliasi politik tertentu.

Berikut kutipan selengkapnya:

Memang bagaimana isinya?

Backdrop yang mereka pasang berbeda dengan izin yang disampaikan. Izinnya mengadakan temu kangen, pentas musik, ternyata ada kalimat-kalimat bermotif politik. Karena mereka tidak jujur, maka keluarlah semua perizinan itu.

Saya mendukung setiap gerakan atau upaya perbaikan Indonesia. Itu tidak perlu diragukan. Tapi, komitmen itu jangan disusupi kepentingan (politik) tertentu.

Sebagai lembaga negara, Kemenpora harus netral, dan saya tegas menjaga sikap itu.

Bagaimana kronologi keluarnya izin dan pencabutan izin?

18 Juni 2014, kami mendapatkan permintaan izin dari aktivis 98 untuk menggelar acara di Kemenpora. Dari izin yang masuk, pihak aktivis 98 menyatakan akan mengelar acara yang bersifat netral. Tidak ada kecenderungan politik tertentu. Kami beri izin, dan izin itu ditembuskan ke Polres Jakarta Pusat.

Namun, pada H-1, Senin (23/6) malam, ditemukan sejumlah atribut yang menjurus kepada pilihan politik tertentu dalam atribut yang dipasang pihak aktivis 98. Di antaranya, ada gambar perlawanan terhadap Pak Harto, serta adanya perlawanan terhadap capres tertentu.

Sebagai lembaga pemerintah, kami kan harus bersikap netral pada pilpres mendatang. Jika acara itu dilangsungkan, timbul kesan Kemenpora memfasilitasi kegiatan afiliasi politik. Itu melanggar undang-undang. Akhirnya, Kemenpora menghubungi Polres Jakarta Pusat meminta pihak kepolisian untuk membatalkan izin yang sebelumnya sudah dikeluarkan.
 
Bukannya dari awal sudah diketahui kegiatannya seperti itu?
Mereka tidak jujur. Kalau sejak awal acara itu berhubungan dengan kegiatan politik, pihak Kemenpora tidak akan mengizinkan. Saat mengajukan izin, mereka menyatakan akan melakukan temu kangen, pentas musik. Tidak ada kegiatan politik.

Berdasarkan laporan yang saya terima, mereka akan melakukan pengerahan massa dari berbagai kampus di Jakarta. Ini menyalahi aturan. Selain kapasitas ruangannya bertentangan, kegiatan itu juga berpotensi menggangu jam kerja. Ini kan kantor kementerian.

Makanya, pihak kepolisian mencabut izin itu. Mereka menilai, Kemenpora tidak pas digunakan untuk kegiatan semacam itu.
 
Apa ada indikasi ‘permainan’ dalam pengurusan izin tersebut?

Setelah kami cek, persetujuan tempat yang sudah dibayar itu ternyata tidak sah. Izin itu dikeluarkan oleh Eselon IV, dalam aturan tidak diperbolehkan mengeluarkan itu. Izin tersebut tidak memakai kop surat Kemenpora dan tidak ditandatangani oleh pejabat yang berwenang.

Temuan ini sudah kami telusuri dan sudah diambil tindakan tegas terhadap oknum tersebut.
 
Bagaimana Anda menyikapi tudingan Kemenpora menghalangi kebebasan berpendapat?
Kami sama sekali tidak menghalangi kebebasan berpendapat. Kebebasan berekspresi di ruang publik, sepenuhnya dijamin UUD 1945, seperti tercantum dalam pasal 28 F UUD 1945. Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk menyampaikan pendapat dan memperoleh informasi dari berbagai jenis saluran informasi.

Selain diatur dalam UUD 1945, kebebasan berekspresi dan kebebasan untuk memperoleh informasi juga diatur dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

Atas dasar itu, kami bersikap kooperatif dan aspiratif terhadap setiap kegiatan kepemudaan dan keolahragaan dari berbagai kalangan. Tapi, jangan menyusupi  kegiatan dengan kepentingan politik kelompok tertentu.
 
Bagaimana jika kegiatan itu diajukan kader atau elite Partai Demokrat?
Saya, Menpora Roy Suryo berasal dari Partai Demokrat adalah fakta. Tapi, keputusan pencabutan izin acara itu tidak ada kaitannya dengan kepentingan parpol atau capres tertentu. Saya pastikan, Kemenpora akan tetap melarang kegiatan kepemudaan dan keolahragaan yang berkaitan dengan kepentingan Partai Demokrat dan parpol lainnya.

Saya akan tetap menjaga Kemenpora agar bersikap netral dari berbagai kepentingan politik. Terutama, di saat suasana kampanye pilpres saat ini. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA