WAWANCARA

Prof Dr Rokhmin Dahuri: Sangat Bagus Gagasan Jokowi Soal Drone Untuk Amankan Potensi Laut

Rabu, 25 Juni 2014, 08:27 WIB
Prof Dr Rokhmin Dahuri: Sangat Bagus Gagasan Jokowi Soal Drone Untuk Amankan Potensi Laut
Prof Dr Rokhmin Dahuri
RMOL. Menteri Kelautan dan Perikanan periode 2001-2004 Prof Dr Rokhmin Dahuri memberi apresiasi terhadap gagasan Joko Widodo dalam debat capres, Minggu (22/6), mengenai penyelamatan sumber daya maritim dan perikanan Indonesia.

”Sekitar 70 persen per­da­gangan dunia berlangsung di an­tara negara-negara Asia Pa­si­fik. Lebih 75 persen di an­ta­ranya diperdagangkan melewati laut In­donesia. Namun sektor kelautan Indonesia masih tertidur dan ku­rang mendapat sentuhan,’’ ujar Rokh­min Dahuri kepada Rakyat Mer­deka, di Jakarta, kemarin.  

Jika dimaksimalkan, lanjutnya, Indonesia tidak hanya menjadi ma­can asia. Bahkan bisa me­nguasai ekonomi kelautan dunia.

”Saya kira sangat bagus ga­gas­an Pak Jokowi soal drone (pe­sa­wat tanpa awak) yang akan di­gu­nakan untuk mengamankan ke­lautan kita,’’ paparnya.

Berikut kutipan selengkapnya:

Apa realistis gagasan itu?
Ya, itu realistis, dan sangat mung­kin diwujudkan. Ini demi me­majukan ekonomi kita. Cita-cita dari Pak Jokowi bukan seka­dar menjadi macan asia, tetapi bagaimana menjadikan Indonesia sebagai raksasa ekonomi ke­laut­an dunia. Sebab, Indonesia me­ru­­­pakan negara kepulauan ter­be­sar di dunia dengan luas wila­yah­nya  laut.

Nah Pak Jokowi dan Jusuf Kalla sudah menyadari betul kon­stelasi geopolitik dan geoe­ko­no­mi Indonesia.

Maksudnya?
Begini, kita tahu Indonesia se­lama ini tidak punya daya saing. Itu karena paradigma pem­ba­ngun­annya terfokus di darat. Hal itu membuat ongkos produksi kita menjadi yang termahal di dunia. Analisis kami, mahalnya biaya itu disebabkan hampir 100 per­sen barang ekspor kita tidak bisa langsung dikirim ke luar ne­geri melalui Pelabuhan Tanjung Priok. Tapi harus melalui Singa­pu­ra. Ini tentu menambah biaya.

Selain itu, transportasi barang dalam negeri pun sangat mahal. Contohnya, satu kontainer barang jika dikirim dari Jakarta ke Am­bon biayanya dua kali lipat lebih ma­hal bila mengirim dari Singa­pura ke Los Angeles, Amerika Se­rikat.
 
Kalau melihat ongkos produksi di seluruh dunia, rata-rata saat ini mak­simal hanya 10 persen. Tapi Indonesia mencapai 24 persen ter­hadap Produk Domestik Bruto (PDB) karena mahalnya biaya trans­portasi itu.

Apa lagi kerugian yang di­alami Indonesia di sektor ke­laut­an?
Banyak, seperti masih men­ja­mur­nya aktivitas ilegal  di laut. Me­nurut catatan Badan Pem­ba­ngunan Nasional (Bappenas), set­iap tahun Indonesia kehilangan mi­nimal Rp 300 triliun akibat pen­curian ikan, pembalakan liar, penyelundupan, perampokan, dan lain sebagainya.

Bagaimana strategi meng­an­tisipasi persoalan ini?
Untuk memonitor aktivitas ile­gal laut, ya seperti disampaikan Pak Jokowi itu. Kita harus meng­gu­nakan peralatan canggih dan efisien, yakni drone (pesawat ma­ta-mata tanpa awak) dan segenap ke­mampuan militer kita.

Sementara dalam hal infra­struktur, untuk jangka pendek, up­grade dulu pelabuhan-pela­buh­an utama agar berkelas inter­na­sional. Selain meng-upgrade pe­la­buhan, langkah lainnya mem­ba­ngun pelabuhan baru, supaya arus transportasi laut lebih efi­sien. Di wilayah barat, titiknya di Ba­tam atau Anambas dan Sa­bang. Di wilayah tengah masih dikaji lokasinya.
 
Sementara di wi­layah timur ada tiga yaitu Bitung, Morotai, dan sekitar Biak (Papua) serta di wilayah tenggara (timur selatan) bisa di Tual atau Yam­dena agar lebih efisien de­ngan Australia. Secara garis be­sar, kita akan mem­buat se­macam sa­buk k­e­mak­muran. Dengan ada­nya pe­labuhan, akan dibangun ka­wasan industri terpadu, se­hingga rantai produksi ekonomi lain ikut bergerak.

Menurut kalkulasi Anda, be­ra­pa potensi ekonomi sektor maritim kita?
Potensi ekonomi sektor ke­laut­an kita sungguh sangat luar biasa besar. Apalagi seiring ber­ge­ser­nya pusat kegiatan ekonomi dunia dari poros Atlantik ke poros Asia Pasifik.

Indonesia se­be­narnya merupakan jantungnya. Sebab, lebih dari 75 persen dari barang yang diperdagangkan ditransportasikan melalui laut, terutama melewati Selat Malaka, Selat Lombok, Selat Makassar dan laut-laut Indonesia lainnya dengan nilai sekitar 1.500 triliun dolar AS setiap tahunnya.

Melihat potensi itu, sudah se­mestinya Indonesia bukan lagi se­bagai negara konsumen me­lain­kan negara produsen, yakni men­jual barang dan jasa melalui ran­tai transportasi global itu.  ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA