Hatta Rajasa mundur diri dari Menko Perekonomian, Selasa (13/5) karena menjadi cawapres Prabowo Subianto. Kemudian Presiden mengangkat Chairul Tanjung sebagai penggantinya.
Sedangkan Suryadharma Ali (SDA) mundur dari Menteri Agama, Senin (26/5) karena KPK menetapkannya sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi penyelenggaraan haji. Tapi SBY hanya mengangkat Menko Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono sebagai pejabat sementara menjalankan tugas menteri agama.
Menanggapi perlakuan berbeda itu, Staf Khusus Presiden Bidang Informasi dan Hubungan Masyarakat, Heru Lelono mengatakan, situasi mundurnya Hatta Rajasa berbeda dengan SDA, maka berbeda pula sikap Presiden SBY.
“Kenapa Pak Chairul Tanjung bisa masuk kabinet. Sebab, selama ini beliau kan Ketua Komite Ekonomi Nasional (KEN), sehingga sering ikut sidang kabinet.
Dengan demikian, beliau bisa langsung bekerja dan mudah beradaptasi karena sudah sering terlibat,’’ kata Heru Lelono kepada
’Rakyat Merdeka, yang dihubungi via telepon, Jumat (30/5).
Sedangkan kalau dicari orang baru menggantikan SDA, menurut Heru Lelono, tidak akan efektif bila masa tugas hanya tinggal empat bulan.
“Atas pertimbangan itu, diangkatlah Agung Laksono menjadi pejabat sementara menggantikan SDA jadi menteri agama,’’ ujar Heru.
Berikut kutipan selengkapnya: Kenapa posisi menteri agama tidak diberikan kepada kader PPP?Ini nggak ada hubungannya dengan posisi Pak SDA sebagai Ketua Umum PPP. Dalam situasi seperti ini yang dipikirkan Pak SBY adalah kinerja kementerian.
Waktu yang tersisa sekitar empat bulan, sehingga tidak akan efektif kalau posisi itu diisi orang baru.
Apa benar itu pertimbangannya, jangan-jangan ada unsur lain?Saya yakin 100 persen, dalam situasi seperti ini yang dipikirkan Pak SBY adalah stabilitas kabinet dan kementerian agama harus tetap berjalan baik. Nomor satu pikirannya itu, bukan soal koalisi lagi.
Selain itu, kementerian ini yang memiliki wakil menteri. Jadi, dalam sisa waktu empat bulan ini, menteri agama dijalankan oleh pejabat sementara nggak masalah. Itu sudah cukup.
Bukankah elite PPP mendesak agar posisi itu tetap diisi kadernya?Kalau orang baru lagi, apa bisa langsung bekerja. Pemikirannya jika ingin efisien, posisi itu tidak ditempati orang baru. Toh, sisa waktunya tinggal empat bulan.
Selain itu, kementerian tersebut juga memiliki wakil menteri yang bisa menjalankan tugas keseharian di kementerian tersebut.
Apa saja isi pembicaraan SBY dengan SDA dalam pertemuan di Istana Bogor, Senin (26/5) lalu?Saya tidak tahu isi pertemuannya. Saya tidak mengikuti pertemuan itu. Saya hanya bisa menyampaikan, meski seorang tersangka belum tentu menjadi terpidana. Tapi yang bersangkutan harus berkonsentrasi membela dirinya dan membuktikan kalau dirinya tidak bersalah.
Kenapa menteri yang jadi tersangka selalu mundur?Ada aturan tidak tertulis tentang seorang menteri yang dijadikan tersangka.
Presiden akan memintanya untuk non aktif atau mengundurkan diri dari kabinet. Itu sikap Presiden sejak 2004.
Bagaimana tanggapan SBY tentang penetapan tersangka terhadap menterinya?Kalau kita bandingkan dengan periode sebelumnya, pejabat yang tertangkap kasus korupsi memang paling banyak kan di zaman SBY. Dengan banyaknya pejabat atau penyelenggara ditangkap, berarti pemberantasan korupsi di zaman ini berhasil dong.Cara berpikirnya seperti itu. Jangan dibalik bahwa korupsinya banyak. Ini juga membuktikan bahwa Pak SBY tak mengintervensi penegak hukum.
Dalam hal pencegahan, Presiden juga berkali-kali mengingatkan kepada para menterinya. Beliau tidak bosan-bosan mengatakan, sepeser pun uang negara harus kita pertanggungjawabkan. Itu beliau katakan dalam sidang kabinet.
Perlu saya tegaskan, Pak SBY senang kalau penegak hukum mengambil tindakan terhadap pelaku korupsi. Apalagi kalau penegakan hukum itu menjerat orang yang mengaku sebagai orang dekat Presiden. Pak SBY senang kalau orang seperti itu ditangkap.
Kenapa?Karena penegak hukum itu membantu mengawasi orang-orang sekitarnya. Itu menguntungkan Pak SBY. ***
BERITA TERKAIT: