JK: Pelaksanaan BPJS Perlu Kecermatan

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/zulhidayat-siregar-1'>ZULHIDAYAT SIREGAR</a>
LAPORAN: ZULHIDAYAT SIREGAR
  • Selasa, 03 Desember 2013, 16:43 WIB
JK: Pelaksanaan BPJS Perlu Kecermatan
jusuf kalla/net
rmol news logo Pelaksanaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang dimulai tahun depan harus dikelola secara cermat.

Bekas Wakil Presiden Jusuf Kalla mengingatkan jangan sampai keuangan pemerintah kolaps karena pelaksanaan BPJS. "Ini suatu tantangan yang tidak mudah bila tidak disiapkan dengan berhati-hati," kata Jusuf Kalla saat berbicara di Kantor Pusat Jamsostek, Selasa (3/12).

Pelaksanaan BPJS di Indonesia tak semudah pelaksanaan jaminan sosial di negara-negara Eropa. Wilayah Indonesia berupa kepulauan, jumlah penduduk yang besar, dan sistem administrasi yang belum tertib menjadi batu sandungan pelaksanaan BPJS. "Butuh sistem IT yang sangat bagus. Itu solusinya bila ingin pelaksanaan BPJS optimal," ujar JK, dalam rilisnya.

Pelaksanaan BPJS membawa fenomena baru pada pola pikir masyarakat. Saat Jamsostek berlaku, masyarakat berpikir bahwa membayar asuransi adalah kewajiban. Pelaksanaan BPJS justru membalik pola pikir masyarakat bahwa mereka berhak mendapat jaminan sosial.

"Masyarakat akan menagih haknya untuk memperoleh jaminan sosial. Orang harus mendapat jaminan kesehatan gratis," paparnya.

Bila pelaksanaan BPJS tak cermat, dia melanjutkan, tak menutup kemungkinan masyarakat lebih memilih menjadi 'sakit' daripada sehat. Alasannya, orang sakit akan mendapat layanan kesehatan gratis di rumah sakit. "Kalau sakit bisa masuk rumah sakit, tanpa harus kerja dan bisa mendapat makan. Nanti bisa penuh semua rumah sakit," katanya.

Jusuf Kalla mewanti-wanti agar pelaksanaan BPJS harus betul-betul teliti. Sehingga, tak mengancam keuangan negara. Keuangan Amerika Serikat terancam kolaps karena pemberian jaminan kesehatan untuk warganya. Pemerintah Belanda hampir bangkrut karena sebagian besar tenaga kerja asing asal Turki seringkali ijin bekerja karena sakit. Dengan kondisi 'sakit', mereka berobat ke dokter. Tingginya angka pekerja yang 'sakit' membuat negara harus mengeluarkan banyak uang.

Sementara itu, pemerintah Slovakia mengecek ke setiap rumah warganya yang mengaku sakit. Pemeriksaan langsung ke lapangan tersebut dilakukan pada jam kerja. Sedangkan, pemberian jaminan sosial di Australia pada saat krisis keuangan terjadi justru dimanfaatkan secara tak tepat. Sebagian warga Australia yang menganggur saat itu mendapat uang jaminan sosial sekitar 600 dolar Australia. Uang tersebut dimanfaatkan untuk berlibur ke Bali.

"Pelaksanaan BPJS di Indonesia jangan sampai justru menimbulkan masalah," pungkasnya. [zul]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA