Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Ratusan Pelat Nomor Berserakan Di Dishub

Kalau Mau Ditebus, Pemilik Kendaraan Wajib Bawa Surat Tilang Dari Polisi

Rabu, 27 November 2013, 10:48 WIB
Ratusan Pelat Nomor Berserakan Di Dishub
ilustrasi
rmol news logo Sebulan terakhir Ponijan dapat tambahan tugas: melayani pengendara yang terjaring operasi parkir liar di Jakarta Pusat. Kendaraan yang parkir sembarangan dicabut pentilnya. Belakangan, pelat nomor yang dicabut. Pengendara bisa mengambilnya di kantor Suku Dinas Perhubungan (Dishub) Jakarta Pusat di Jalan Stasiun Senen.

Tempat pengambilan di Unit Tilang. Ruangannya di lantai dasar di sebelah kanan. Di ruangan berukuran 2x2 meter ini disediakan tiga meja untuk melayani pengendara yang hendak mengambil pentil dan pelat nomor.

Ponijan menunggui salah satu meja di sini. Ia mengenakan seragam dinas harian biru khas Perhubungan. Di pundaknya tersemat pangkat tiga batang kuning atau golongan II D. Sepanjang hari kemarin, tak ada pengendara yang menghadap pria berkumis lebat ini.

“Terakhir Selasa dua minggu, ada yang datang ambil pelat nomor. Dari total 205 pelat, baru diambil 19 pelat. Sekarang masih ada 186 pelat,” ujar Ponijan sambil membuka map data di meja kerjanya.

Untuk bisa mengambil pentil dan pelat nomor yang dicabut petugas Dishub, pengendara harus menunjukkan surat tilang dari kepolisian. Menurut Ponijan, banyak pengendara yang balik kanan dan batal pengambil pelat nomor ketika diminta persyaratan ini.

“Mungkin mereka malas ngurus ke polisi. Kita nggak bisa kasih pelat nomor ke pengendara jika tidak bisa menunjukkan surat tilang. Hari Senin minggu lalu ada yang datang mau ngambil, tapi nggak balik-balik lagi karena nggak bawa surat tilang,” tutur Ponijan.

Pelat-pelat nomor yang dicabut disimpan di lantai tiga kantor ini. Lantai ini ditempatkan para koordinator lapangan. Ada ruangan berukuran 2x2 meter yang tidak terpakai.

Ruangan ini lalu difungsikan sebagai gudang. Di sinilah pelat nomor dan pentil ban hasil operasi parkir liar disimpan. “Belum ada nama ruangannya. Tapi ini untuk gudang,” jelas Ponijan.

Tak sembarang orang bisa keluar-masuk ruangan ini. Ruangan ini dikunci dan dijaga seorang petugas keamanan. Tempat penyimpangan pelat nomor dan pentil ini hanya boleh dibuka atas seizin Ponijan.

Mengintip ke dalam ruangan, pelat-pelat nomor berserakan di lantai. Pelat-pelat itu terbungkus plastik. Ada juga yang ditumpuk dalam kardus dan dimasukkan ke karung.

Sementara, pentil ban yang dicabut disimpan di kaleng bekas biscuit. Kaleng itu disimpan di laci meja Ponijan di Unit Tilang di lantai dasar.

“Maunya sih warga segera ambil ini barang,” kata Ponijan sambil menunjukkan pelat-pelat nomor yang disimpan di gudang.

Pertengahan bulan ini, operasi cabut pelat nomor dihentikan sementara. “(Cabut pelat nomor) ini inisiatif Pak Kepala (Sudin), Muhammad Akbar. Kita tunggu keputusan pimpinan kapan lanjut lagi,” ujar Ponijan.

Operasi terakhir dilakukan pada 12 November lalu di Roxy, Jakarta Pusat. “Total ada tiga tempat operasi pelat nomor. Yaitu di Tanah Abang, Roxy, dan Gambir,” tambahnya.

Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Udar Pristono menjelaskan, operasi pencopotan pelat nomor ini tak diteruskan karena dianggap tak efektif. “Memakan waktu lama,” tegas Udar.

Ia mengatakan akan meneruskan operasi cabut pentil terhadap pengendara yang parkir sembarangan. “Satu kali dicabut pentil nya, pengendara mungkin saja tidak jera.

Namun kalau setiap hari dicabut pasti mereka jera. Pencabutan pentil ini malah sudah ditiru sejumlah pemerintah daerah seperti di Depok, Jawa Barat,” ucapnya.

Ponijan menduga, pengendara yang terjaring operasi parkir liar telah membuat pelat nomor baru. Makanya, hanya sedikit yang mengambil di kantor Suku Dinas Perhubungan Jakarta Pusat. “Bikin pelat palsu di pinggir jalan,” ujarnya.

Ponijan menyebut, pelat yang dibuat di pinggir jalan itu palsu lantaran bukan dikeluarkan oleh kepolisian. Dalam UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Pasal 68 disebutkan, setiap Kendaraan Bermotor yang dioperasikan di Jalan wajib dilengkapi dengan Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor dan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor.

Kemudian di Pasal 280 disebutkan, setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di Jalan yang tidak dipasangi Tanda Nomor Kendaraan Bermotor yang ditetapkan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp 500 ribu.

Jasa pembuatan pelat nomor banyak ditemukan di sejumlah ruas jalan di Jakarta. Pembuatan pelat nomor ini hanya butuh waktu paling lama 1 jam. Harga pembuatan mulai Rp 50 ribu per pasang untuk pelat nomor sepeda motor.

Diuji Coba, Angkut Motor Pakai Jaring

Setelah operasi cabut pelat nomor dihentikan, Dinas Perhubungan DKI terus mencari cara untuk membuat jera pengendara yang parkir sembarang. Misalnya, mengangkut sepeda motor ke truk lalu dibawa ke kantor Suku Dinas Perhubungan terdekat.

Suku Dinas Perhubungan Jakarta Pusat telah melakukan uji coba mengangkat sepeda motor dan ditaruh di truk. Ponijan , staf di Unit Tilang mengungkapkan, Kamis lalu diminta membeli tambang kapal di Muara Angke, Jakarta Utara. Tambang ini akan dipakai untuk mengikat motor yang parkir sembarangan.

Tambang kapal itu dirangkai seperti jaring dengan lebar kurang dari 2 meter. Motor ditaruh di tengah-tengah tambang dan diangkat menggunakan truk crane. Motor lalu dinaikkan ke bak truk untuk disusun dan dibawa ke tempat penampungan sementara.

Namun ada kendala di lapangan. Bodi truk crane sangat berat sehingga memakan badan jalan. Juga tidak bisa masuk ke jalan kecil dan padat. Truk crane ini bisa menyebabkan kemacetan.

“Sudah kita coba di parkiran (kantor), tapi ini masih wacana, belum pasti dilakukan,” bisik Ponijan.

Tambang kapal berwarna putih untuk mengangkat motor itu disimpan di lemari kaca di ruang Unit Tilang. Menurut Ponijan, saat uji coba, pengangkatan motor dengan crane makan waktu lebih dari 10 menit.

“Harus hati-hati angkat motornya,” katanya sembari menunjukkan foto ujicoba pengangkutan yang direkam melalui ponsel miliknya.

Kemenhub Minta Sterilisasi Busway Diteruskan

Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mendukung Dinas Perhubungan untuk mengatasi parkir liar. Dinas dipersilakan menggunakan berbagai cara untuk menindaknya.

Kepala Pusat Komunikasi Publik Kemenhub Bambang S Ervan menyatakan, pihaknya memberikan kebebasan kepada pimpinan Dinas Perhubungan (Dishub) level kota/kabupaten maupun level provinsi untuk mengatasi parkir liar.

Baginya, setiap pimpinan di daerah memiliki cara tersendiri untuk membantu pihak kepolisian atau kepala daerah demi mengurai kemacetan. Berbagai langkah telah dilakukan, mulai dari derek mobil, cabut pentil, hingga pelat nomor.

“Ini masalah demand management pimpinan perhubungan dengan lembaga lainnya saja. Kami dari pusat mendukung, mau disita mobil atau motornya pun kita siap. Karena Dishub pasti ada lahan untuk melakukan penyimpanan,” kata Bambang.

Soal penghentian sementara aksi sita pelat nomor oleh Dinas Perhubungan DKI, Bambang mengatakan menyerahkan semua kepada instansi itu.

Untuk level Jakarta, lanjutnya, dia menyarankan Dishub DKI melakukan langkah-langkah selaras dengan kebijakan Gubernur Joko Widodo. Bukan hanya untuk mengurai kemacetan, tapi juga mendorong penggunaan angkutan umum. Misalnya, membantu sterilisasi jalur Transjakarta, dan peningkatan tarif parkir.

“Karena yang harus diutamakan itu angkutan publik, bukan pribadi. Kalau mobil atau motor pribadi itu kan kepentingannya ya pribadi juga,” katanya.

Sterilisasi jalur bus Transjakarta gencar sebulan terakhir. Pengendara yang masuk busway ditilang polisi. Sejak Senin, pengendara yang melanggar akan dikenakan denda maksimal. Yakni Rp 500 ribu untuk pengendara roda dua dan Rp 1 juta pengendara roda empat.

Mengenai rencana mengangkut motor yang parkir sembarang, menurut Bambang, hal ini bukan langkah baru. “Dari dulu juga biasanya diangkut. Mau pakai jaring atau apa saja boleh, karena pusat menyerahkan kepada daerah untuk berinisiatif melakukan upaya mengurai kemacetan, termasuk parkir liar,” jelas Bambang.

Setelah kendaraan diangkut, lanjut dia, pihak kepolisian dapat menilang pengendaranya. Surat tilang dari polisi harus ditunjukkan ketika menebus kendaraan.
“Bukan hanya motor, mobil juga harusnya disita kalau melanggar. Kita kan punya mobil derek,” tegasnya. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA