Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Bayar Rp 591 Ribu, Antre Pemberkasan Sampai Sore

Mahal & Lamanya Ngurus Cerai Di Pengadilan Agama

Jumat, 08 November 2013, 09:35 WIB
Bayar Rp 591 Ribu, Antre Pemberkasan Sampai Sore
ilustrasi, sidang cerai
rmol news logo Tujuh bangku yang disediakan di tempat pendaftaran perkara Pengadilan Agama Tigaraksa, Kabupaten Tangerang, tampak penuh. Beberapa orang menunggu namanya dipanggil sambil berdiri. Uus, warga Kronjo memilih selonjoran bersandar di tiang di pintu kiri loket pendaftaran itu.

Wajah perempuan yang memakai kaos merah itu terlihat murung. Kepalanya lebih banyak menunduk. Ia datang ke Pengadilan Agama ini untuk menggugat cerai suaminya. Setahun terakhir, suaminya tak pernah pulang. Juga tidak memberi nafkah.

Sambil memegang kwitansi berwarna putih, Uus menunggu dipanggil petugas di loket pendaftaran. Kwintansi diperolehnya setelah membayar biaya berperkara sebesar Rp 591 ribu. “Saya disuruh nunggu, bingung nggak pernah ngurus beginian,” aku perempuan berambut sebahu itu.

Selang lima menit, seorang pria berjaket cokelat menghampiri Uus. Hajat, namanya. Ia kakak kandung Uus. Kepada Hajat, Uus pun mengeluh dirinya yang sudah menunggu lama untuk dipanggil.

Datang sejak tengah hari, hingga pukul 3 lewat, Uus belum juga dipanggil petugas loket. Hajat meminta Uus bersabar. Ia menjelaskan, ada serangkaian proses administrasi. Jika urusan administrasi sudah beres, Uus tinggal menunggu surat panggilan untuk menghadiri sidang di pengadilan ini.

“Saya pernah antar teman sebelumnya mau cerai juga, tapi nggak di sini,” kata Hajat.
Pemantauan Rakyat Merdeka, sebanyak 15 orang berkerumun di loket pendaftaran perkara di Pengadilan Agama Tigaraksa. Pengadilan ini berada di kompleks perkantoran Pemerintah Kabupaten Tangerang di Jalan Atik Soewardi, Tigaraksa.

Di balik kaca loket, ada dua petugas yang melayani pendaftaran gugatan. Satu orang mengurus pendaftaran. Satu lagi bertugas memanggil nama surat perkara, dan BAP (Berita Acara Pemeriksaan) yang sudah ditandatangani petugas pihak pengadilan.

Seorang penjaga loket menerangkan, pendaftar harus menyiapkan data diri dan buku nikah. Setelah didata, diberikan formulir untuk diisi dan membayar biaya perkara. Biayanya pun beragam. Tergantung jauhnya jarak rumah pemohon dengan pengadilan ini.

Uus dikenakan biaya maksimal Rp 591 ribu karena tempat tinggalnya masuk radius tiga atau kawasan terjauh. Kecamatan Kronjo terletak di pesisir Kabupaten Tangerang. Di bagian utara berbatasan dengan laut Jawa.

Biaya yang dikenakan kepada Uus meliputi biaya pendaftaran Rp 30 ribu, redaksi Rp 5.000, biaya panggilan penggugat sebanyak dua kali Rp 200 ribu, biaya panggilan tergugat tiga kali Rp 300 ribu, pemberkasan Rp 50 ribu, dan materai Rp 6.000.

Seorang petugas perempuan berjilbab terlihat sibuk melayani warga yang ingin mendaftarkan sidang gugatan cerai. Ia mengatakan, Pengadilan Agama Tigaraksa membawahi Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan. Wilayah terakhir adalah hasil pemekaran terbaru. Untuk warga Kota Tangerang Selatan, juga diberlakukan tarif radius tiga atau terjauh.

Setelah mengambil formulir, kata petugas perempuan itu, pendaftar harus membayar nominal yang tertera pada kertas terlampir bersama lembar formulir. Sejumlah biaya tertera harus dilunasi di sebuah meja yang berada tepat di sisi kanan loket.

Di meja itu terdapat tulisan Bank Syariah Mandiri. Anak perusahaan Bank Mandiri itu ditunjuk untuk menampung setoran dari warga yang mendaftarkan gugatan di pengadilan ini. Setelah melakukan pembayaran, pendaftar akan mendapat kwintansi.

Kwintansi ini lalu ditunjukkan kepada petugas di loket kasir di sebelah kanan loket pendaftaran. Petugas juga mendata warga yang mendaftar. Di loket ini tak terlihat warga yang mengantre walaupun hanya dilayani seorang petugas.

Menurut petugas di loket kasir, jumlah pemohon cerai di Kabupaten Tangerang berkisar 15-20 orang per hari. Seorang pria bersama wanita terlihat mendatangi kasir dengan membawa berkas-berkas dan bukti sudah menyetorkan sejumlah uang ke meja khusus pembayaran di loket Bank Mandiri Syariah. Pria berkemeja hitam itu menanyakan proses apa lagi yang harus dilaluinya.

Penjaga loket mempersilakan agar pria itu menunggu namanya dipanggil untuk pembuatan berita acara. Bukti pembayaran pun dikembalikan kepada pria itu usai diberi cap.

Pengamatan Rakyat Merdeka, semua warga yang mendaftarkan gugatan di pengadilan ini dikenakan biaya perkara. Bagi orang miskin, mengeluarkan uang ratusan ribu untuk mengurus perceraian tentu sangat berat.

Apakah tidak ada keringanan untuk mereka? Perempuan yang menjaga loket kasir itu enggan menjawab. Ia pun mengarahkan bertemu dengan salah satu pejabat di pengadilan agama. Pejabat itu menempati ruang kerja di sebelah kiri pintu utama pengadilan ini.

Ia memperkenalkan diri sebagai Parianto. Jabatannya wakil panitera. Ia menjelaskan, bagi warga yang kurang mampu bisa mengurus perceraian secara gratis. Caranya, lewat proses prodeo. Anggaran pengurusan perceraian lewat jalur prodeo ini diambil dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA).

Untuk setiap perkara dianggarkan Rp 266 ribu. Jumlahnya dibatasi hanya 60 perkara per tahun. Jadi anggaran yang disediakan hanya Rp 16 juta setahun.

Selain prodeo DIPA, juga ada jalur prodeo murni. Pengurusannya, tandas Parianto, benar-benar gratis. “Jadi nggak ada yang bayar. Negara juga tidak membiayai,” ujarnya.

“Prodeo murni itu, bisa digunakan kalau anggaran memang benar-benar habis. Kalau belum habis kita menggunakan DIPA. Kalau masih ada masak tidak digunakan anggarannya,” terang Prianto.

Tanya Jadwal Sidang Bisa Lewat Telepon

Rizal, petugas resepsionis di lobi kantor Pengadilan Agama Tigaraksa, Tangerang, terlihat sibuk mengoprek mesin fax di mejanya. Mesin itu macet, tak bisa mengeluarkan cetakan.

 â€œBanyak yang ngirim fax. Besok ada acara di sini, jadi pada sibuk,” papar Rizal.
Sembari duduk memperbaiki mesin fax, telepon di meja resepsionis itu berdering.

 Hanya jaga sendirian, dia meng-handle segala urusan yang berhubungan dengan tamu atau masyarakat. Telepon kali ini berasal dari satu penggugat cerai yang tidak datang sidang.

Sempat terdengar nada tinggi dari wanita yang menelepon Rizal. Pria yang sudah enam tahun bekerja di pengadilan itu menjawab dengan santai. Dia menanyakan nomor perkara dan siapa majelis yang menanganinya. Melalui komputer yang ada di meja resepsionis, dia mencari data-data perkara si penelpon.

“Kok saya yang diomelin? Mau dibantuin nggak? Hubungin ke nomor HP saya aja kalau perlu,” ujar Rizal tetap berusaha ramah.

Ia lalu memberikan nomor ponselnya. Tidak lama kemudian, ponsel Rizal berdering. “Ini saya save ya Bu,” katanya.

Rizal pun melanjutkan mengutak-atik mesin fax. Lima menit berselang, telepon kembali berdering. Pertanyaannya pun sama, jadwal sidang atau komplain tentang pelayanan pengadilan khusus agama itu. Meski begitu, tidak satu orang pun terlihat membantu kesulitan pria yang tinggal di kawasan Tigaraksa itu.

Setidaknya, ada lima panggilan telepon yang terjadi dalam kurun waktu satu jam. Sedari pukul tiga sore hingga pukul empat sore. Mesin fax pun terlihat belum juga selesai diperbaiki hingga pukul empat sore itu.

Bekerja enam tahun sebagai pegawai honorer di sini, menurutnya, kegiatan pengadilan ini sangat padat. Sebab, orang yang hendak bercerai cukup banyak.

“Banyak nikah bagus, tapi ini banyak cerai. Tapi nggak semua perkara berujung cerai sih, ada juga yang rujuk. Ya tetap bayar juga,” kata Rizal yang mengaku mendapat gaji Rp 1,6 juta per bulan itu.

Kekurangan Staf, Siswa SMA Bantu Cek Data Pemohon

Setelah membayar uang ratusan ribu untuk proses pendaftaran gugatan cerai, pemohon lalu menjalani proses pemberkasan. Marsi, warga Kota Tangerang, mengeluhkanya lamanya proses ini.

Ia mengaku datang pukul 11 siang. Namun hingga pukul 3 sore belum mendapatkan bukti pengajuan perkara. Wanita paruh baya dengan perhiasan emas melingkar di tangannya itu terlihat resah di lobi utama kantor.

Padahal, di ruangan itu bukan tempat antrean bagi pihak yang mengajukan perkara. Dia lalu menanyakan kepada petugas keamanan mengapa namanya belum juga dipanggil.

“Kenapa lama banget? Padahal saya bayar cukup mahal, Rp 561 ribu,” gerutu Marsi di meja tamu lobi kantor.

Tidak lama kemudian, ada seorang petugas yang menghampiri Marsi. Ia meminta Marsi bersabar lantaran proses pembuatan berkas memang lama dan banyak yang mendaftar. Tak lama kemudian, Marsi meninggalkan lobi utama kantor.

Wakil Panitera Pengadilan Agama Tigaraksa Tangerang, Parianto tidak menyangkal kalau pihaknya lamban dalam menangani proses pemberkasan. Menurutnya, ini karena sumber daya manusia yang terbatas. Pengadilan ini hanya memiliki 40 petugas. “Kita maksimalkan tenaga yang sudah ada,” kata Parianto.

Pemantauan Rakyat Merdeka, meja-meja staf yang mengurusi pemberkasan terlihat sepi. Petugasnya tidak sampai 10 orang. Sebanyak dua orang berseragam SMA terlihat diperbantukan untuk pencocokan data. Kedua siswa itu tengah menjalani proses magang.

Menurut Parianto, jumlah perkara perceraian cukup banyak sejak bulan Oktober lalu. Di bulan itu, total yang berperkara berjumlah 318 orang. Setiap harinya, dia menerima pendaftar sebanyak 15-20 orang.

Parianto juga menjelaskan, mengapa biaya perceraian sangat mahal, mencapai Rp 500 ribuan. Ongkos termahal adalah dalam pengiriman surat panggilan baik kepada pemohon atau termohon untuk menjalani sidang. Sekali jalan, dipatok harga Rp 100 ribu. “Kita tidak pakai Pos, karena ini kan BAP. Jadi kita langsung mencari alamatnya dan harus sampai tujuan,” terang Prianto. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA