Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Tulisan Kanji Bertebaran Di Ruang Masinis Dan Gerbong

Ngintip Kereta Bekas Dari Negeri Sakura

Rabu, 06 November 2013, 10:10 WIB
Tulisan Kanji Bertebaran Di Ruang Masinis Dan Gerbong
ilustrasi, Kereta Bekas Dari Negeri Sakura
rmol news logo Adzan Zuhur berkumandang, puluhan anggota tim sarana PT KAI Commuterline Jabodetabek (KCJ) standby di Stasiun Pasoso, Tanjung Priok, Jakarta Utara, kemarin. Cuaca cerah membuat mereka bergegas untuk menggerakan dua kereta bekas dari Jepang, KRL Japan Railway (JR) Seri 205.

Dua kereta yang masing-masing terdiri dari 10 gerbong itu, akan dibawa ke Balai Yasa, Manggarai, Jakarta Selatan. Ditempat itu, kereta bekas dari Negeri Sakura berumur 20 tahun itu akan dipercantik dan selanjutnya diberi lisensi oleh Ditjen Perhubungan agar bisa beroperasi.

Satu rangkaian kereta JR Seri 205 sudah lebih dahulu diparkir di Balai Yasa pada pukul satu dini hari kemarin. Total, ada tiga kereta bekas yang parkir di Balai Yasa untuk dipermak.

Ghazali, pegawai PT KAI di Stasiun Pasoso menunggu di rel kereta yang berjarak 30 meter dari kantor stasiun. Ia sedang menantikan alat berat crane untuk menurunkan gerbong kereta hingga berdiri kokoh di atas rel baja.

Tugas Ghazali menyambungkan rel-rel tersebut menjadi satu rangkaian kereta dan akan ditarik dengan kepala kereta (lokomotif) milik PT KAI. Dibutuhkan hingga satu jam bagi pria yang bekerja lebih dari dua tahun itu menyambungkan 10 gerbong menjadi satu rangkaian kereta.

“Biasanya, kereta kita hanya delapan gerbong, ini 10. Kalau keretanya sepanjang itu, stasiun di Jakarta pada nggak nyampe, karena didesain hanya untuk delapan gerbong,” ujar Ghazali.

Ghazali bersama tiga petugas Stasiun Pasoso bertugas membantu tim sarana PT KCJ  memindahkan rangkaian kereta dari kapal laut MV HNL TYNE hingga berada di atas rel untuk dijalankan menuju bengkel kereta di Balai Yasa, Manggarai. Seharian kemarin, Ghazali membantu merangkai dua gerbong kereta.

“Lumayan bagus gerbong-gerbongnya,” ujar petugas Stasiun Poso yang khusus melayani angkutan kereta api barang itu.

Tepat pukul 1 siang, dua rangkai kereta JR Seri 205 diberangkatkan menuju Balai Yasa yang berada tidak jauh dari Stasiun Manggarai, Jakarta Selatan.

Lantaran proses penyambungan gerbong itu berlangsung cepat, Ghazali tidak perlu menambah waktu kerjanya.

“Nanti ada lagi tanggal 16 November, ya kita standby saja. Tadi saya tugas dari pagi. Yang jaga malam juga ada,” katanya.

Pemantauan Rakyat Merdeka, kereta bekas JR 205 made in Jepang kondisinya masih baik meski telah berusia 20 tahun. Di setiap gerbong terdapat delapan pintu otomatis untuk keluar-masuk penumpang. Empat pintu di sisi kiri dan empat lagi di sisi kanan.

Mengintip dari kaca gerbong yang transparan, terlihat bangku-bangku panjang saling berhadapan merapat ke dinding kereta. Interior gerbong ini masih kental nuansa Negeri Sakura. Stiker-stiker berhuruf kanji tertempel di dalam gerbong baik di ruang masinis maupun di bagian luar kepala kereta.

Manager Komunikasi PT KCJ Eva Chaerunisa menjelaskan, pihaknya akan mendatangkan 150 gerbong lagi dengan jenis kereta yang sama hingga penghujung tahun 2013. Totalnya, PT KCJ membeli 180 gerbong untuk meningkatkan pelayanan penumpang di Jabodetabek.

Biaya pembelian, lanjut Eva, sekitar Rp 1 miliar per gerbong. Total, Rp 180 miliar uang digelontorkan untuk membeli kereta bekas itu. Menurut dia, harga ini lebih murah ketimbang membeli kereta baru dari Eropa.

Eva menandaskan, pihaknya tidak sembarangan membeli kereta. Menurutnya, Jepang melakukan perawatan yang baik terhadap kereta api yang dioperasikannya. Selain itu, keretanya mudah dioperasikan.

 â€œMasinis kita juga nggak bingung mengoperasikannya. Dan kita tidak ada pelatihan khusus karena hampir sama dengan commuter line yang sudah beroperasi,” jelas Eva.

Meski begitu, Eva mengatakan, kereta yang dibeli dari Jepang itu tidak langsung bisa beroperasi di Jabodetabek. Pasalnya, perlu sedikit perbaikan di Balai Yasa. Untuk mesin, gerbong maupun interiornya, dianggap baik. Namun, kereta akan dicat ulang untuk menghilangkan ‘aroma’ Jepang.

“Akan di-striping ulang. Kereta kita biasanya kan warna merah biru, nah dari Jepang ini hijau. Kemudian, kaca film akan kita tempel karena cuaca di sini sama di Jepang beda. Terakhir, huruf kanji-kanjinya akan kita hapus,” rinci Eva, sembari menjelaskan pihaknya merogoh kocek tambahan untuk renovasi di Balai Yasa, Manggarai yang juga milik PT KAI.

Selanjutnya, kereta itu perlu menjalani pengujian oleh Kementerian Perhubungan untuk mendapat lisensi. Tanpa lisensi, kereta tak boleh dioperasikan. Eva belum bisa memastikan kapan kereta itu mulai dioperasikan.

Bagaimana keadaan kereta bekas itu setibanya di Balai Yasa, Manggarai, Jakarta Selatan? Rakyat Merdeka mencoba menelusuri kemarin sore. Sayang, media tidak diperkenankan untuk mengintip keadaan maupun proses perbaikan di bengkelnya PT KAI itu.

Seorang satpam di depan gerbang Balai Yasa Manggarai yang beralamat di Jalan Bukit Duri Utara Nomor 1, Jakarta Selatan itu, membenarkan tiga kereta api dari Jepang sudah tiba di sini.

Dia mengatakan, selama perbaikan proses tidak bisa diintip media. “Harus ada surat resmi dari Daop 1 untuk masuk,” ujar satpam itu.

Kepala Humas PT KAI Daop 1 Sukendar Mulya membenarkan pihaknya tidak mengizinkan wartawan meliput selama kereta dalam masa perbaikan. Dia meminta bersabar sehingga pihaknya bisa serius melakukan perbaikan kereta agar maksimal saat digunakan untuk publik.

“Kalau masih di Tanjung Priok bisa. Kita memang agak ketat, jadi mohon maaf,” ujar Sukendar saat dikontak Rakyat Merdeka, kemarin sore.

Inilah Alasan Beli Kereta Bekas Dari Jepang

Indonesia seperti pelanggan setia kereta bekas milik Jepang. Berdasarkan catatan Rakyat Merdeka, sudah 308 armada dibeli PT Kereta Indonesia (KAI) dari tahun 2009-2012.

Rinciannya, tahun 2009, terdapat delapan  unit KRL Tokyo Metro Seri 8500. Tahun 2010, 110 unit KRL Tokyo Metro Seri 7000. Tahun 2011, 100 unit KRL JR Seri 203 dan Tokyo Metro Seri 6000. Dan Tahun 2012, 90 unit KRL JR Seri 203.

Direktur Utama PT KAI Commuter Jabodetabek (KCJ) Tri Handoyo menjelaskan, mengapa pihaknya mengambil kebijakan mendatangkan kereta bekas dari Jepang ketimbang membeli dari negara lain, atau beli baru.

“Satu-satunya yang bisa jual second dengan lebar track yang sama dengan track kereta Indonesia cuma Jepang,” ujar Tri di Stasiun Juanda, Jakarta, kemarin.

Kebijakan di Indonesia diakui Tri memang berbeda dengan negara lain yang cenderung membeli KRL baru ketimbang bekas. Menurutnya, faktor harga menjadi hal utama pertimbangan memilih kereta bekas.

Untuk satu unit KRL bekas dari Jepang per gerbongnya dibanderol harga Rp 1 miliar. Sementara satu unit KRL baru harganya bisa mencapai Rp 11-12 miliar.

Untuk tahun ini, lanjut Tri, pihaknya menggandeng Bank Mandiri, BNI dan BRI guna membiayai pembelian sebanyak 180 unit KRL JR seri 205 dari Jepang.

Dari 180 unit tersebut, sebanyak 30 unit KRL bekas asal Jepang itu telah didatangkan ke Indonesia Minggu (3/11). Puluhan armada tersebut untuk menggantikan KRL-KRL yang sudah berusia uzur dan rusak.

Tri menyangkal kereta dibeli dari Negeri Matahri Terbit itu merupakan barang rongsokan. Menurutnya, meski Seri 205 sudah digunakan selama 20 tahun, kondisinya masih baik. “Kita akan pelihara secara baik,” katanya.

Selain itu, barang bekas yang dia beli itu juga memiliki fasilitas interior gerbong yang baik. Yaitu, dapat mengangkut banyak penumpang karena kursinya dapat dilipat. “Jadi kalau pagi-pagi ketika penuh, kursinya bisa dilipat sehingga penumpang berdiri semua,” terangnya.

“Namun, kursi di gerbong wanita rencananya tidak akan dilipat karena untuk memfasilitasi ibu hamil,” tambahnya.

Program pengadaan armada kereta dilakukan dengan target 160 unit setiap tahun hingga akhir 2019. Upaya ini untuk mendukung program pemerintah yang menargetkan KRL dapat mengangkut 1,2 juta penumpang per hari pada 2019.

Turun Dari Kapal Ditarik Ke Stasiun Peti Kemas

Manager Komunikasi PT KC, Eva Chaerunisa bersyukur tidak ada hambatan selama proses pengiriman KRL Japan Railway (JR) Seri 205 dari Jepang, hingga ditempatkan di Balai Yasa. Di depo yang berada di dekat Stasiun Manggarai, Jakarta Selatan itu, kereta ini akan didandani.

Eva menuturkan, sebanyak 30 gerbong kereta yang dirakit menjadi tiga rangkaian kereta diberangkatkan dengan kapal MV HNL TYNE. Kapal besar bercat hitam itu berangkat dari Negeri Matahari Terbit pada pertengahan bulan Oktober lalu.

“Sekitar tanggal 22 Oktober, dua minggu di laut. Sebelum dinaikin ke kapal kita cek, pas turun di cek juga kualitasnya,” kata Eva.

Kapal tersebut pun tiba pada Minggu malam (3/11). Satu kereta dengan 10 gerbong langsung diberangkatkan menuju Balai Yasa, Manggarai tepat pukul 1 dini hari, kemarin. Sementara dua rangkaian kereta diinapkan di Stasiun Pasoso, Tanjung Priok.

Eva sempat mengkhawatirkan faktor cuaca dapat menghambat proses penarikan kereta ke Balai Yasa. Ternyata prosesnya lebih cepat dari target awal, yakni rampung pukul 5 sore kemarin.

“Cuaca cerah banget, kita dua kali jalan dari Tanjung Priok. Satu kereta jam satu pagi, dan dua lagi tadi jam satu siang (kemarin),” ujar Eva.

Menurut dia, 20 gerbong yang diinapkan di Stasiun Pasoso tak diberi pembungkus. Setelah diturunkan dari kapal, kereta dibiarkan di antara tumpukan peti kemas di area stasiun itu. Stasiun Pasoso merupakan tempat pemuatan peti kemas yang akan dikirim ke sejumlah daerah dengan kereta.

“Nggak pakai terpal, ya dibiarin aja kena angin. Saat kereta beroperasi juga kehujanan dan kepanasan,” ujar Eva.

Meski tak ada perawatan khusus sebelum ditarik, Eva mengatakan, pihaknya menjaga ketat gerbong-gerbong kereta yang diinapkan itu. Sedikitnya, 10 orang petugas PT KCJ dikerahkan untuk mengamankan setiap gerbong kereta seharga Rp 1 miliar itu.
“Saya juga nginep, iya lumayan ketat lah dijagain. Besoknya (hari ini) dikirim 20 gerbong lagi ke Balai Yasa untuk dipercantik,” terangnya.

Eva mengakui, kereta yang dibeli dari Jepang sudah melalui prosedur pemeriksaan berlapis dari PT KCJ. Dia menjamin, meski bekas digunakan di Jepang selama 20 tahun, kualitas mesin dan gerbongnya masih oke.

Rangkaian Diperpendek, Dua Gerbong Disimpan Sebagai Cadangan

Sudah menjadi rahasia umum, tidak semua kereta rel listrik (KRL) yang beroperasi di kawasan Jabodetabek dalam kondisi prima. Tidak sedikit gerbong yang mengalami kerusakan, mulai dari AC yang tak dingin hingga mogok. Akibatnya, perjalanan penumpang kerap terganggu. Penumpang membludak di stasiun menunggu kereta yang rusak disingkirkan dari jalur perjalanan.

Direktur Utama PT KAI Commuter Line Jabodetabek (KCJ) Tri Handoyo mengatakan, pihaknya mendatangkan 30 gerbong kereta bekas dari Jepang untuk menggantikan armada yang rusak dan tua.

“Sampai Desember, kami akan menghentikan dan merawat kereta-kereta yang rusak. Misalnya yang AC-nya rusak, suka mogok, dan digantikan dengan seri 205 ini,” jelas Tri.

Tri menjelaskan, sebanyak 30 unit kereta ini merupakan bagian dari 180 unit kereta yang akan didatangkan dari Jepang sampai 2014. Hingga Desember 3013, 140 kereta akan terus didatangkan dari Negeri Sakura. Sisanya, 40 unit lagi akan dikirim pada Maret 2014.

Sejak 2009 hingga 2012, PT KCJ telah menmbeli 308 unit kereta. Dengan penambahan 30 unit KRL dari Jepang, total armada KRL AC yang telah dibeli PT KCJ sebanyak 338 unit.

Menurut Tri, pihaknya tidak sembarang mengoperasikan kereta bekas dari Jepang itu. Sebelumnya, kereta-kereta itu perlu mendapat sertifikat layak operasi dari Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan. Saat ini, kereta-kereta itu sudah berada di Balai Yasa, Manggarai, Jakarta Selatan.

Manager Komunikasi PT KCJ Eva Chaerunisa mengatakan, 30 gerbong yang tiba Jepang dibagi menjadi tiga rangkaian kereta. Ketika ditarik ke Balai Yasa, setiap rangkaian terdiri dari 10 gerbong.

Selama ini, PT KCJ hanya mengoperasikan rangkaian kereta dengan 8 gerbong. Sebab, panjang stasiun yang ada di Jabotabek hanya bisa menampung 8 gerbong. Kereta bekas Jepang ini pun bakal dipotong.

“Ada sisa dua (gerbong). Bisa jadi alternatif mengganti gerbong rusak,” ujar Eva.
Eva mengatakan, pihaknya masih mencari cara untuk menyelaraskan sisa gerbong kereta Seri 205 dengan KRL tipe 6000 yang dipakai untuk commuter line.

“Kita pelajari kembali lebarnya karena setiap kereta beda-beda. Kalau nggak bisa, (gerbong sisa) ya kita gunakan sebagai cadangan gerbong,” ujarnya.

“Tapi tetap kita upayakan apakah gerbong Seri 205 bisa dielaborasi dengan kereta lain. Jika bisa, tentu dapat meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat,” kata Eva.  [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA