WAWANCARA

Siti Fadillah Supari: Pernyataan Hakim Bukan Penentu Jadi Tersangka, Saya Percaya KPK

Jumat, 06 September 2013, 09:44 WIB
Siti Fadillah Supari: Pernyataan Hakim Bukan Penentu Jadi Tersangka, Saya Percaya KPK
Siti Fadillah Supari
rmol news logo Bekas Menteri Kesehatan Siti Fadillah Supari merasa yakin tidak akan dijadikan tersangka dalam kasus pengadaan alat kesehatan dan wabah flu burung.

“Yang dibacakan hakim dalam pengadilan itu baru analisis hukum. Padahal yang menentukan tersangka atau tidak kan KPK. Saya sudah menjelaskan semuanya kepada KPK bahwa saya tidak terlibat dalam kasus itu,” ujar Siti Fadillah Supari kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, Rabu (4/9).

Seperti diketahui, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor mengungkapkan peran Siti Fadillah Supari dalam perkara dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan 2006 dan perbekalan wabah flu burung 2007.

Majelis hakim menyatakan Siti bersama pihak lain turut serta melakukan perbuatan pidana secara sadar.

“Terbukti ada kerja sama sedemikian erat dan secara sadar antara terdakwa Ratna Dewi Umar, Siti Fadillah Supari, dan beberapa pihak atau korporasi,” kata hakim anggota Sutikno, saat membacakan putusan terhadap Ratna Dewi Umar, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (2/9).

Siti Fadillah Supari selanjutnya mengatakan, pernyataan hakim di pengadilan itu bukan penentu seseorang menjadi tersangka. Yang menentukan tersangka adalah KPK.
“KPK tidak sembarangan menetapkan seseorang menjadi tersangka.

Saya percaya terhadap kredibilitas KPK yang mengedepankan alat bukti yang kuat. Saya yakin tidak akan ada bukti yang menunjukkan saya bersalah,” papar anggota Dewan Pertimbangan Presiden itu.

Berikut kutipan selengkapnya:

Apa yang membuat Anda begitu percaya diri?
Sebab saya yakin tidak bersalah kok. Saya yakin KPK sudah tahu itu. Buktinya saya belum diperiksa lagi.

Dalam persidangan, Ratna Dewi Umar tetap meminta Anda dijadikan tersangka, ini bagaimana?
Saya juga bingung dengan sikap dia yang ngotot seperti itu. Pengadaan barang di bawah Rp 50 miliar kan tidak melalui menteri.  Kemudian bukti saya memerintahkan pun tidak ada. Sebab, memang saya tidak pernah memerintahkan pengadaan Alkes.

Kalau begitu, kenapa Dewi Umar terus ngotot?
Mungkin karena hubungan saya dan dia memang kurang baik sejak dulu. Hubungan saya dengan dia itu buruk, seperti air dengan minyak.

Mungkin dia masih sakit hati karena berpikir  saya yang mencopot dia dari jabatannya sebagai kepala sebuah RS di Palembang  2007.

Padahal itu kan keputusan Baperjakat (Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan). Mencopot Kepala RS kan tidak harus menteri.

Setelah dicopot, apa mengajukan protes?
Bukan sekadar protes, dia dulu mau menurunkan saya dari posisi Menkes karena sakit hati. Dia menggerakkan massa anti Menkes selama kurang lebih satu bulan. Eh tahu-tahu saya dibilang memberikan persetujuan proyek, bagaimana ceritanya.

Makanya saya tidak mengerti kenapa sampai seperti ini. Yang pasti secara pribadi saya sudah memaafkan dia, dan saya mendoakan semoga Tuhan juga memaafkan apa yang dia lakukan terhadap saya.

Bagaimana kronologi proyek tersebut?
Dalam penunjukan langsung itu, Ratna Dewi yang merupakan Eselon II mengajukan dulu ke Inspektorat Jenderal (Irjen). Kemudia Irjen mengajukan ke saya, dan saya meminta agar Sekretaris Jenderal (Sekjen) mengkaji, penunjukkan langsung bisa atau tidak.

Setelah dikaji dan benar-benar dinyatakan valid, baru diserahkan kepadanya. Bahwa itu mungkin untuk penunjukan langsung. Kewenangan dalam memutuskan siapa menang dan siapa kalah itu mutlak pada eselon II, pada KPA (Kuasa Pengguna Anggaran). Jadi, tidak langsung antara saya dengan dia (Ratna). Saya itu (urusannya) dengan eselon I. Jadi saya korban loh. Semua dikaitkan ke saya.

Bukankah Anda memerintahkan penunjukan langsung dalam pengadaan tersebut?
Bukan saya, tapi negara yang memerintahkan. Jangan langsung menyalahkan menteri dong. Saat itu situasinya kan genting, sehingga ditetapkan KLB (kondisi luar biasa).

Saya merespons dalam situasi genting tersebut, sebagai perpanjangan tangan negara.

 Itu pun bukan serta merta saya yang memutuskan. Ada prosesnya, ada tahapan kajian yang telah dilewati sebelum diputuskan sebagai penyedia alat kesehatan bagi pasien flu burung.

Bukankah penunjukan langsung itu menyalahi aturan?
Penujukan langsung juga diperbolehkan kok, ada ketentuannya, dan saya telah melakukannya sesuai dengan prosedur yang berlaku. Sebelum disetujui pemenangnya, sudah dilakukan kajian secara menyeluruh mulai dari bawahan saya saat itu, hingga saya sendiri.

Tapi pengadaan barang itu kan seharusnya melalui proses lelang?
Tapi saat itu statusnya kan KLB. Ada ratusan korban meninggal di Indonesia akibat penyakit flu burung. Kondisinya saat itu sangat memprihatinkan. 95 persen dari penderita penyakit flu burung meninggal. Persentase itu merupakan yang tertinggi di dunia.

Makanya penunjukkan langsung perlu dilakukan guna merespons situasi yang kritis seperti itu.

Sudahkah Anda menjelaskan hal ini kepada KPK?
Sudah pernah. Saya sudah lama menjelaskan semuanya kepada KPK, dan memberikan bukti-buktinya.

Bukti apa?
Bukti tentang tahapan-tahapan pengkajian, dan tentang bagaimana urgensinya situasi saat itu.

Respons KPK bagaimana?

Saya kurang tahu, tapi sepertinya sih bagus. Buktinya sampai sekarang KPK tidak pernah dipermasalahkan lagi, itu kan artinya semua sudah jelas.

Kapan anda dipanggilnya?
Saya lupa, karena memang sudah cukup lama. Ini kan sebetulnya kasus lama. Hanya saja baru disidangkan, sehingga terlihat sebagai kasus baru.

Saya rasa sudah jelas, itu tidak ada hubungannya dengan saya. Buktinya saya tidak dipanggil-panggil lagi.

Sampai saat ini, apa ada tanda-tanda Anda akan dimintai penjelasan lagi oleh KPK?
Sepertinya belum ada. Kita tunggu dulu saja dua minggu lagi. Karena bagaimanapun, sebelum me-review analisa hukum dari hakim, kan harus dilihat dulu, ada banding atau tidak.

Itu pun saya rasa hanya akan dipanggil kalau ada novum, bukti baru. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA