Nada dan suara Menko Perekonomian era Presiden Abdurrahman Wahid ketika menyampaikan pernyataan itu datar-datar saja. Namun audien yang hadir pada diskusi bertajuk Hitam Putih Capres 2014; Siapa Pantas Siapa Tidak? yang digelar Lembaga Pemilih Indonesia (LPI), tiba-tiba saja jadi hening. Mereka dapat dengan jelas menangkap kejelasan visi dan ketegasan sikap seorang pemimpin dari untaian kalimat tersebut.
Banyaknya kisah pilu yang membelit para tenaga kerja wanita (TKW) dan tenaga kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di luar negeri, memang sudah semestinya dihentikan segera. Nasib para pahlawan devisa yang telah menggelontor miliaran dolar setiap tahun ke dalam negeri, ternyata masih saja nelangsa. Menjelang berangkat, mereka harus menjual sawah, ternak atau sisa harta lainnya agar bisa menyetor sejumlah dana yang lumayan besar. Sambil menunggu diberangkatkan ke luar negeri, mereka tinggal di penampungan-penampungan perusahaan pengerah jasa tenaga kerja Indonesia (PJTKI) yang umumnya jauh dari layak.
Ketika di luar negeri, para pahlawan keluarga tersebut juga menerima perlakuan yang menyakitkan. Pelecehan, siksaan, pemerkosaan, bahkan pembunuhan sering mereka terima. Berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun mereka tidak menerima gaji. Mereka diperlakukan bagai budak belian yang berpindah tangan dari satu majikan ke majikan lainnya.
Saatnya pulang yang amat ditunggu-tunggu pun, ternyata bukan akhir dari penderitaan. Di bandara khusus TKI, mereka diperas oleh para oknum yang digaji rakyat dengan tugas seharusnya melayani dan melindungi mereka. Begitu keluar ke halaman parkir bandara, para calo dan preman siap ‘menyantap’ mereka. Tidak jarang para buruh migran ini sampai rumah dengan tangan hampa. Uang dan barang bawaan habis dijarah. Bisa sampai rumah dengan selamat pun sepertinya sudah menjadi 'anugrah'.
"Semua penderitaan itu terjadi karena pemimpin Indonesia tidak memiliki visi dan karakter yang tegas. Kita tidak ingin hal ini terus terjadi. Dengan visi yang jelas dan karakter yang tegas, insya Allah saya akan membawa bangsa Indonesia digdaya dan disegani di Asia. Dalam lima tahun, dengan izin Allah dan pertolongan teman-teman sekalian, saya akan bawa rakyat Indonesia menjadi jauh lebih sejahtera, bahkan mengalahkan Malaysia," papar Rizal Ramli yang juga anggota tim panel ahli Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB).
Menurut dia, mengalahkan Malaysia di sini bukanlah pada jumlah gedung bertingkat. Jakarta memiliki gedung bertingkat lebih banyak dan lebih bagus dibandingkan Malaysia. Jumlah orang kaya Indonesia juga lebih banyak daripada Malaysia. Begitu pula dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia, lebih tinggi dibandingkan Malaysia.
"Yang saya maksudkan mengalahkan Malaysia adalah soal kesejahteraan rakyatnya. Upah buruh kita hanya sepertiga daripada upah buruh Malaysia. Tingkat kesejahteraan rakyat kita hanya nomor lima di ASEAN. Saat ini cuma sekitar 20 persen rakyat Indonesia yang bisa menikmati berkah kemerdekaan. Sisanya yang 80 persen masih terperangkap dalam kemiskinan dan kebodohan. Inilah yang akan kita kejar. Insya Allah, dalam lima tahun kita bisa mengalahkan Malaysia," paparnya.
Di sisi lain, Ketua Aliansi Rakyat untuk Perubahan (ARUP) ini mengakui memang tidak bisa serta-merta menghentikan pengiriman TKI dan TKW ke luar negeri. Namun dia bertekad akan membuka lapangan kerja seluar-luasnya di dalam negeri. Ditambah peningkatan kesejahteraan rakyat menjadi 3-4 kali daripada sekarang, dengan sendirinya pengiriman buruh migran ke luar negeri akan jauh berurang, bahkan terhenti dengan sendirinya.
[dem]
BERITA TERKAIT: