Kejaksaan Bahas Teknis Eksekusi Susno Duadji

Terima Salinan Putusan MA

Senin, 18 Februari 2013, 09:13 WIB
Kejaksaan Bahas Teknis Eksekusi Susno Duadji
Susno Duadji
rmol news logo Kejaksaan Agung sudah menerima salinan putusan kasasi Mahkamah Agung  tentang hukuman untuk Komjen (purn) Susno Duadji. Jaksa belum menentukan waktu eksekusi bekas Kabareskrim Polri ini.

Jaksa Agung Muda Tindak Pi­dana Khusus (Jampidsus) Andhi Nirwanto mengemukakan, pihak­nya sudah memerintahkan tim jaksa direktorat eksekusi untuk mem­pelajari salinan putusan ka­sasi. Penelitian salinan putusan bertujuan agar teknis eksekusi ti­dak melenceng. “Saya tugaskan di­rektorat eksekusi untuk pe­lajari,” katanya.

Dia menyampaikan, tim se­dang mempelajari salinan pu­tu­san kasasi. Karena itu, dia belum bisa pasang target, kapan jaksa akan mengeksekusi terpidana 3,5 tahun penjara itu. Bekas Asisten Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi (Aspidsus Kejati) DKI ini meng­harapkan, kemungkinan dalam tempo satu dua hari mendatang atau pekan depan, pihaknya baru mengetahui hasil telaahan tim. Hasil telaahan ini, nantinya men­jadi modal kejaksan dalam me­ner­bitkan surat perintah eksekusi dan membentuk tim eksekutor.

Dia menepis anggapan, pem­ba­hasan salinan putusan dilatari banyak kendala. Menurut dia, pembahasan salinan putusan di­lakukan hati-hati. Karena hal ini nantinya, sangat menentukan ke­b­erhasilan eksekusi. Dengan kata lain, eksekusi tidak bisa di­la­ku­kan hanya merujuk pada salinan putusan.

Metode dan teknis terkait hal ini, harus dipertimbangkan secara cermat. “Nanti akan diberikan pe­tunjuk-petunjuk pelaksanaan eksekusi,” timpalnya. Lagi-lagi,  hal tersebut ditujukan guna menghindari terjadinya ke­mung­kinan buruk di lapangan.

Dia berpendapat, dalam pem­ba­hasan salinan putusan kasasi, tak jarang jaksa menemukan ke­keliruan. Kesalahan inilah yang kerap mengganggu kelancaran eksekusi. Jadi, penelitian salinan putusan tak ditujukan untuk ke­pentingan tertentu. Melainkan, untuk meminimalisir kesalahan.

Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejagung Setia Untung Arimuladi menegaskan, eksekusi merupakan bagian dari tugas jak­sa. Tugas ini  diatur oleh  ke­te­n­tu­an undang-undang. Dia juga meng­garisbawahi, tak ada hal janggal terkait pengiriman dan pe­ner­i­maan salinan putusan ka­sasi MA tersebut. “Prosesnya berjalan se­suai ketentuan yang berlaku,” tukasnya

Sementara, M Assegaf, ang­gota tim kuasa hukum Susno me­ngemukakan, sekalipun kecewa dengan putusan kasasi MA, toh se­jak awal kliennya dan tim kua­sa hukum sudah siap menghadapi konsekuensi hukum. Dia memasrahkan proses eks­e­kusi kliennya pada jaksa. Soal­nya, domain eksekusi itu kewenangan jaksa. Yang paling penting, eksekusi dilaksanakan sesuai ketentuan hukum.

Lebih jauh, pihaknya belum me­­nyiapkan upaya hukum ter­tent­u dalam menghadapi hal ini. “Belum ada pembahasan meng­ha­da­pi rencana eksekusi tersebut,” tu­tur­nya.

Dia menambahkan, tim pe­na­si­hat hukum baru berencana mem­pelajari salinan putusan ka­sasi. Ditanya apakah Susno akan mengajukan upaya Penin­jauan Kembali (PK), dia mengaku, se­jak awal kliennya dan tim pe­na­sihat hukum sudah sepakat untuk menempuh semua jalur hukum. Semuanya ditempuh untuk me­wu­judkan  azas keadilan. Meski begitu, dia sependapat bahwa pe­ngajuan Peninjauan Kembali (PK) tidak otomatis me­nghalangi  eksekusi.

Lebih jauh, saat disoal menge­nai apa bukti-bukti baru yang akan diajukan dalam proses PK, Assegaf  belum mau mem­be­ber­kan hal tersebut. Dia pun me­min­ta waktu untuk membahas hal ini dengan kliennya dan tim kuasa hukum.

Sebagaimana diketahui, putu­san kasasi diputus pada 22 No­vem­ber 2012. Majelis hakim ka­sasi diketuai Zaharuddin Utama dan hakim anggota Leopad Luhut Hutagalung dan Sri Murwahyuni. Putusan kasasi ini terkait kasus korupsi penanganan perkara PT Salamah Arowana Lestari (SAL) dan dugaan korupsi dana pe­nga­manan Pilkada Jawa Barat 2008.

Pada kasus ini, Susno dihukum tiga tahun enam bulan penjara dan denda Rp 200 juta subsidair enam bulan penjara. Pada putu­san­nya, majelis hakim kasasi juga mewajibkan Susno mengem­bali­kan kerugian negara Rp 4 miliar. Jika tidak dikembalikan dalam waktu satu bulan sejak putusan di­tetapkan, harta bendanya akan disita negara.

Reka Ulang

Kalah Banding, Uang Pengganti Bertambah

Setelah kalah dalam proses banding di Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta, bekas Kaba­res­krim Susno Duadji mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Dalam putusannya, maje­lis hakim PT DKI menguatkan vo­nis Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) serta menaik­kan denda menjadi Rp 4,2 miliar.

Menurut Juru Bicara PT DKI Achmad Sobari, putusan banding dikeluarkan pada 9 November 2011. Putusan yang tertuang da­lam surat nomor 35/PID/ TPK/2011/PT.DKI menyebut, men­ja­tuh­kan pidana penjara tiga tahun enam bulan dan tambahan denda Rp  200 juta subsider empat bulan kurungan. “Jumlah uang peng­gan­tinya bertambah,” ujarnya.

Kuasa hukum Susno, Henry Yosodiningrat menyampaikan ke­ti­dakpuasannya. Dia men­ya­ta­kan akan melanjutkan pembelaan sampai tingkat akhir. Artinya, putusan banding tersebut akan di­lan­jutkan ke tingkat kasasi. “Kami akan ajukan kasasi ke MA,” ucap Ketua Gerakan anti Nar­kotika (Granat) ini.

Menurut Henry, majelis hakim tidak mempertimbangkan ba­nyak­nya temuan baru sebagai alat bukti untuk meringankan huku­man. Antara lain, tidak adanya buk­­ti pertemuan Sjahrir Djohan dan Susno di kediaman Susno. Hal itu, kata dia, menjadi salah satu kun­­ci yang tidak diindahkan hakim.

Di luar itu, katanya, disposisi atau perintah pemotongan dana pengamanan Pilkada Jawa Barat tahun 2008, masih jadi tanda tanya. “Tidak ada perintah dari Pak Susno untuk memangkas angg­­aran Pilkada Jabar. Dia juga tidak pernah bertemu Sjahrir di rumahnya,” bela Henry.

Susno didakwa menye­lew­eng­kan dana pengamanan Pemilihan Gubernur Jawa Barat sekitar Rp 8 miliar. Menurut jaksa penuntut umum (JPU), Susno melak­ukan­nya saat menjabat sebagai Kapol­da Jawa Barat pada 2008.

“Terdakwa melakukan pemo­to­ngan anggaran dana penga­ma­nan Pilkada Jawa Barat dari hibah Pemprov Jabar sebesar Rp 8 mi­liar,” kata jaksa Narendra Jatna saat membacakan dakwaan di Pe­ngadilan Negeri Jakarta Selatan pada Rabu, 29 September 2011.

Kronologi versi JPU, Susno pada Maret 2008 me­nan­da­ta­nga­ni surat permohonan anggaran pe­ngamanan pilkada kepada Pem­prov Jabar sekitar Rp 27 mi­liar. Dana itu disetujui Pemprov dengan pencairan sebanyak em­pat tahap. Kemudian, Susno me­minta Kabag Keuangan Polda Ja­bar saat itu, Maman Ab­dur­rah­man untuk membuka rekening baru di Bank Jabar Banten. Dana ter­sebut rencananya dia­lo­ka­sikan ke se­jumlah satuan kepolisian.

Namun, menurut dakwaan JPU, dana yang diterima kesa­tuan-kesatuan tak sesuai yang di­anggarkan Pemprov Jabar. Di­antaranya dana untuk Satuan In­telijen dan Keamanan yang hanya diterima Rp 550 juta dari Rp 1,2 m­iliar yang dijanjikan. Setelah pencairan tuntas, seluruh satuan dan alokasi dana terhitung hanya menerima sekitar Rp 19 miliar. Pa­­dahal, dalam laporan per­tang­gungjawaban, Susno mengatakan seluruh dana hibah sebesar Rp 27 miliar terpakai, dan hanya me­nyisakan Rp 2 juta.

Jaksa mendakwa Susno dan sejumlah orang lainnya meng­gu­nakan selisih dana Rp 8 miliar ini untuk kepentingan pribadi. Susno menerima Rp 4 miliar, dan si­sa­nya dibagi-bagikan ke sejumlah pejabat di Polda Jabar dan Pem­prov Jabar.

Dalam kesaksiannya, pada si­dang 6 Januari 2011, Ma­man menerangkan, uang hasil pem­o­tongan dana pengamanan Pilkada Jabar tahun 2008 antara lain di­gunakan untuk membeli satu unit sedan Camry sebagai mobil dinas Kapolda Jabar.

Salinan Putusan Itu Perintah, Jaksa Bisa Kena Sanksi


Neta S Pane, Ketua Presidium IPW

Ketua Presidium LSM In­donesia Police Watch (IPW) Neta S Pane menyatakan, jaksa diberi mandat undang-undang untuk melaksanakan eksekusi. Bila status perkara seseorang sudah memiliki kepastian hu­kum atau incraht, jaksa tidak boleh mengabaikan perintah pengadilan.

“Salinan putusan itu sama halnya dengan perintah pe­nga­dilan atau hakim. Memiliki ke­kuatan hukum,” katanya. Bila jaksa tak melakukan perintah eksekusi terhadap terpidana, jak­sa bisa dikenai sanksi.

Dia menggarisbawahi, pelak­sa­naan eksekusi semestinya ti­dak berlarut-larut. Sebab, hal itu bisa membawa dam­pak buruk bagi penegakan hukum. Diya­kini, setiap terpi­dana memiliki keinginan atau hasrat meng­hin­dari eksekusi. Maka, kadang ter­pidana me­la­ri­kan diri serta me­ngaburkan aset-aset yang di­kuasai. Namun untuk perkara Susno, dia meni­lai, bekas Ka­pol­da Jabar itu tidak akan lari dari tang­gung­jawab hukum.

Sebab dari awal, purna­wirawan jenderal bintang tiga itu justru yang membongkar perkara di institusi kepolisian. “Walaupun akhirnya, dia juga dinilai terlibat kasus tersebut,” ucapnya. Yang jelas, dari situ dapat ditarik kesimpulan bahwa Susno siap menghadapi risiko.

Dia pun meminta, lepas dari persoalan hukum yang diha­dapi, ketegasan dan keberanian Susno patut dicatat kepolisian. Paling tidak, sikapnya mampu memberikan inspirasi atau cermin agar personel kepolisian berani mengambil tindakan yang dianggap benar. Serta siap menanggung risiko akibat ke­salahannya.

Masih Bisa Digali Lagi Lebih Dalam

Desmon J Mahesa, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Desmon J Mahesa mengingat­kan, semua tindakan mem­pu­nyai konsekuensi. Oleh sebab itu, kesiapan menghadapi kon­sekuensi itu harus di­ke­de­pan­kan. “Jadi bukan seolah-olah lempar batu sembunyi tangan,” katanya.

Dia pun menyayangkan, masih ada sikap-sikap oknum kepolisian yang belum berubah. “Tidak bisa lepas dari kultur lama,” kata politisi Partai Ge­rindra ini.

Makanya, Desmon mendo­rong agar ada perbaikan sistem maupun kinerja kepolisian yang mengarah pada terciptanya tang­gungjawab individu mau­pun organisasi. Sebab, ter­ci­p­ta­nya kesadaran tanggungjawab profesi, diharapkan mampu mendorong Polri ke arah yang lebih baik.

“Tidak ada oknum yang kita dengar terlibat perkara. Atau se­tidaknya, tidak perlu ada Susno Duadji lainnya,” tandasnya.

Dari sudut pandangnya, Des­mon menilai, pengusutan per­kara Susno masih bisa digali lebih mendalam. Tapi kon­se­kuen­sinya, besar kemungkinan kinerja kepolisian akan ter­ganggu. Maksudnya, kepolisian akan disibukkan penanganan perkara yang diduga melibatkan jajaran internalnya.

Dengan begitu, sambung dia, ka­pan Polri akan bekerja me­la­yani, melindungi dan me­nga­yomi masyarakat. Oleh sebab itu, sekalipun penananan kasus Susno belum maksimal, hal ini seyogyanya diterima semua pi­hak dengan lepang dada.

Persoalannya, jika merasa tidak puas, otomatis hal tersebut akan mengganggu kinerja lini lain. “Justru harusnya, hal ini jadi pembelajaran. Pe­nye­ma­ngat untuk meningkatkan ki­nerja kepolisian di masa de­pan,” tuturnya. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA