Bupati Syech Muharram Pamer Bendera Bulan Bintang, Wibawa Negara Dipertaruhkan

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/widodo-bogiarto-1'>WIDODO BOGIARTO</a>
LAPORAN: WIDODO BOGIARTO
  • Sabtu, 27 Desember 2025, 04:44 WIB
Bupati Syech Muharram Pamer Bendera Bulan Bintang, Wibawa Negara Dipertaruhkan
Bupati Aceh Besar Syech Muharram bersama seorang pria membentangkan bendera Bulan Bintang. (Foto: repro dari kabarposnews)
rmol news logo Tindakan Bupati Aceh Besar Syech Muharram membentangkan bendera Bulan Bintang tidak bisa dianggap sepele.

Pasalnya, Muharram adalah penyelenggara negara aktif dan bendera Bulan Bintang adalah atribut yang ditertibkan, dilarang, bahkan dijadikan dasar penindakan terhadap warga sipil di Aceh.

"Ketika simbol yang selama ini diasosiasikan dengan gerakan separatis dibentangkan oleh pejabat negara, apalagi pada momentum yang sangat politis, publik wajar mempertanyakan komitmen terhadap sumpah jabatan dan loyalitas kepada NKRI," tegas Pengamat politik dan keamanan, Asminawar, dikutip redaksi, Jumat, 26 Desember 2025.

Foto Syech Muharram membentangkan bendera Bulan Bintang viral di media sosial. Foto diduga diambil bertepatan dengan peringatan Milad Gerakan Aceh Merdeka (GAM) 2025, momentum yang sarat sensitivitas politik di wilayah pascakonflik. Dalam gambar yang beredar, Syech Muharram tampak percaya diri membentangkan bendera Bulan Bintang bersama seorang pria yang identitasnya belum diketahui. Hingga kini, tidak ada penjelasan maupun klarifikasi resmi dari pihak bupati.

Ketiadaan penjelasan tersebut justru memperkeras tafsir publik. Muncul pertanyaan mendasar, mengapa tindakan yang selama ini dilarang bagi rakyat justru dilakukan oleh seorang kepala daerah aktif?

Asminar yang biasa disapa Dek Gam menilai peristiwa ini tidak bisa dipandang sebagai ekspresi personal semata. Ia menegaskan bahwa sejak mengucapkan sumpah jabatan, seorang bupati adalah representasi negara. Karena itu, setiap tindakan yang melibatkan simbol politik sensitif memiliki konsekuensi serius.

Secara normatif, aturan yang mengikat kepala daerah sebenarnya sangat jelas. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah mewajibkan kepala daerah menjaga persatuan nasional dan stabilitas politik. Sementara Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2007 secara tegas melarang penggunaan simbol atau lambang organisasi separatis. Hingga hari ini, bendera Bulan Bintang juga tidak pernah diakui sebagai simbol resmi daerah.

Kekecewaan mendalam justru datang dari kalangan eks kombatan GAM. Anwar, salah seorang eks kombatan, menyebut pembiaran atas peristiwa ini sebagai bentuk ketidakadilan yang telanjang. Ia mengingat bagaimana dulu aparat bergerak cepat menertibkan warga hanya karena atribut serupa.

“Dulu kami ditindak tanpa kompromi. Sekarang yang membentangkan bendera seorang bupati, negara malah diam. Aparat hanya gagah kalau berhadapan dengan orang kecil,” sindir Anwar.

Menurutnya, sikap selektif aparat penegak hukum berpotensi merusak kepercayaan yang dibangun pascaperdamaian.

"Aceh pernah berdarah karena simbol dan pengabaian negara, dan luka sejarah tidak pernah benar-benar hilang," katanya.rmol news logo article
EDITOR: ADE MULYANA

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA