Kasus Perjalanan BPH Migas Bolak Balik Mabes-Kejagung

Tersangkanya Sudah Ditahan Bareskrim

Sabtu, 16 Februari 2013, 09:58 WIB
Kasus Perjalanan BPH Migas Bolak Balik Mabes-Kejagung
BPH Migas
rmol news logo Perkara dugaan korupsi perjalanan dinas Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi masih bolak-balik Mabes Polri-Kejaksaan Agung.

Polisi kembali melengkapi berkas perkara tersangka Edy M Suhariadi (EMS). Bekas Koordinator Penyidik Pegawai Negeri Sipil Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (PPNS BPH Migas) itu disangka korupsi dana perjalanan dinas Rp 2,2 miliar.

Direktur III Tipikor Bareskrim Polri Brigjen Noer Ali menjelaskan, berkas perkara tersangka EMS belum lengkap atau belum P-21. Kejaksaan menilai, masih ada beberapa persyaratan administratif  yang perlu dilengkapi dalam berkas perkara EMS.

Oleh sebab itu, penyidik Tipikor Bareskrim masih melengkapi kekurangan yang ada. Bekas Inspektorat Pengawasan Daerah (Irwasda) Polda Metro Jaya ini menyebutkan, usaha melengkapi berkas dilaksanakan berdasarkan petunjuk jaksa.

Noer belum mau membeberkan, apa saja petunjuk jaksa yang perlu dilengkapi. “Tengah kita lengkapi untuk kepentingan pelimpahan berkas perkara tahap dua,” katanya, Kamis (14/2)  siang.

Menurutnya, upaya maksimal melengkapi berkas perkara ditujukan agar kasus ini segera masuk pengadilan. Selain dapat kepastian hukum, diharapkan mampu mengungkap keterlibatan pihak lain. Lagi-lagi menurutnya, kekuranglengkapan berkas perkara tak terkait substansi perkara. Jadi, tidak diperlukan pemeriksaan saksi-saksi tambahan. “Bukti-bukti yang mengantarkan EMS sebagai tersangka sudah cukup.”

Penahanan tersangka juga sudah dilakukan sepekan lebih. Tersangka ditahan di Rutan Bareskrim Polri. Penahanan EMS dilaksanakan seiring pelimpahan berkas perkara tahap I  ke Kejagung. Bersamaan dengan penahanan tersebut, kepolisian juga sudah berkoordinasi dengan Imigrasi. Koordinasi berkaitan dengan penetapan status cegah dan tangkal (cekal) tersangka.

Noer bilang, penetapan status cekal secara otomatis berlaku pada setiap tersangka. Menjawab pertanyaan keterkaitan bekas PPNS dalam kasus tersebut, Noer menolak menguraikan secara rinci. Dia hanya menyebut, secara garis besar tersangka terlibat mark up biaya perjalanan dinas di BPH-Migas.

Mark up anggaran itu diduga terjadi pada tahun anggaran 2010 dan 2011. Diketahui, pada 2010 total anggaran perjalanan dinas BPH Migas Rp 2,6 miliar. Sedangkan pada 2011 mencapai Rp 938 juta. “Total kerugian negaranya diperkirakan Rp 2,2 miliar,” tuturnya.

Namun, Noer enggan mengungkap modus tersangka menggasak duit negara di BPH Migas. Ketika disinggung mengenai dugaan tersangka terlibat penggantian tiket pesawat, penggandaan kuitansi untuk keperluan akomodasi, hotel dan restoran, jenderal bintang satu ini juga bungkam.  

Intinya, pengembangan perkara masih dilakukan secara intensif. Noer mengisyaratkan, tersangka kasus ini bisa bertambah. Dari dokumen dan keterangan saksi-saksi, polisi menduga masih ada pihak lain yang terkait perkara ini. Akan tetapi, dia belum mau buru-buru menyimpulkan hal tersebut.

Yang jelas, paparnya, penetapan status tersangka pada EMH dilakukan setelah mengecek dokumen perjalanan dinas berupa surat perintah, kuitansi, nota-nota, serta  saksi-saksi.

Dari puluhan saksi itu, 11 saksi menguatkan keterlibatan EMS dalam kasus ini. 11 saksi itu antara lain, tujuh staf BPH Migas dan empat saksi, perwakilan maskapai penerbangan. “Saksi tambahan lainnya ada juga yang berasal dari agency ticket.”

Tapi, dia menolak menyebut identitas saksi-saksi tersebut. Menurut dia, saksi-saksi nantinya akan diketahui setelah persidangan kasus ini digelar pengadilan. “Kita fokus melengkapi berkas perkara untuk pelimpahan tahap kedua,” imbuhnya.

REKA ULANG
Baru Ditahan Setelah 6 Bulan Menyandang Status Tersangka


Polri menetapkan bekas Koordinator Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Edy M Suhariadi (EMS) sebagai tersangka perkara dugaan korupsi perjalanan dinas.

Penetapan status tersangka dilakukan pada Kamis, 9 Agustus 2012. Pada saat itu, penyidik Bareskrim Polri juga meningkatkan status kasus ini dari penyelidikan ke penyidikan.

Untuk keperluan ini, penyidik Tipikor melayangkan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) ke Kejaksaan Agung. “Sudah ada pemberitahuan ke Kejaksaan Agung. SPDP atas nama tersangka disampaikan pada Kamis, 9 Agustus,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigjen Boy Rafli Amar.

Bekas Kabidhumas Polda Metro Jaya ini menegaskan, kepolisian tidak main-main mengusut kasus ini. Dia menyebutkan, pengiriman SPDP ke Kejagung memberikan gambaran bahwa perkara ini ditangani secara proporsional. “Kami berusaha obyektif dan transparan. Tidak ada yang ditutupi,” ujarnya.

Boy mengungkapkan, SPDP berisi pemberitahuan bahwa EMS disangka melakukan pelanggaran tindak pidana korupsi yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 2 ayat (3) Undang Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).

Akan tetapi, EMS baru ditahan setelah enam bulan berstatus tersangka. Dia ditahan pada 6 Februari 2013. Menurut Boy, penahanan dilakukan bersamaan dengan pelimpahan berkas perkara tahap pertama ke Kejaksaan Agung.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengatakan, anggaran belanja untuk perjalanan dinas banyak yang terpakai tidak semestinya. Akibatnya,  kebocoran anggaran di sektor ini mencapai kisaran 40 persen.

Menkeu mengatakan, hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyimpulkan, banyak sekali praktik yang tidak taat aturan. Hal tersebut merupakan tindak kejahatan terkait penggunaan anggaran belanja negara.

Dia mengharapkan, jajaran inspektorat jenderal dapat mengintensifkan pengawasan. Termasuk mengusut penyimpangan belanja sektor perjalanan dinas, belanja modal dan belanja barang.

Kok, Tersangka Cuma Penyidik Pegawai Negeri

Boyamin Saiman, Koordinator LSM Maki

Koordinator LSM Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (Maki) Boyamin Saiman menduga, korupsi sektor perjalanan dinas kerap terjadi di lembaga negara. Oleh sebab itu, pengawasan di lini ini hendaknya ditingkatkan. “Kemungkinan terjadi juga di institusi lain. Jadi, tidak di BPH Migas saja,” ujarnya.
 
Menurutnya, praktik penyelewengan anggaran ini merupakan hal yang sederhana, asalkan penegak hukum serius menanganinya. Maksudnya, manipulasi ini adalah kejahatan konvensional.

Jadi, tidak dibutuhkan waktu berlarut-larut dalam menanganinya. Upaya pembuktian, kata dia, dapat dilakukan dengan mengorek keterangan saksi-saksi dan dokumen.
Dia menilai, sifat anggaran perjalanan dinas yang mengambang, membuka celah bagi pejabat untuk mencari keuntungan dari sektor tersebut.
 
“Ini nyaris terjadi di semua instansi pemerintah. Baik perusahaan, BUMN atau BUMD. Oleh sebab itu, pengawasan di sektor ini idealnya ditingkatkan,” kata dia.

Disinggung mengenai penanganan kasus yang menyeret tersangka EMS, Boyamin meminta, kepolisian cermat dalam mengembangkan perkara. Dia merasa janggal, kenapa tersangkanya hanya berasal dari lingkungan penyidik pegawai negeri sipil (PPNS). Karenanya, dia meminta kepolisian membongkar kemungkinan keterlibatan pihak lain di sini.

“Korelasi PPNS dengan anggaran perjalanan dinas ini agak ganjil. PPNS biasanya hanya user atau pengguna. Bagaimana mungkin seorang pengguna anggaran bisa dinilai korupsi tanpa bantuan pihak lain yang lebih kompeten di bidang anggaran,” tandasnya.

Penegak Hukum Disangka Langgar Aturan Hukum

Syarifuddin Suding, Anggota Komisi III DPR

Politisi Partai Hanura Syarifudin Suding menilai, penahanan tersangka EMS merupakan langkah yang tepat.
 
Selaku penyidik pegawai negeri sipil (PPNS), EMS hendaknya juga mendapat lokasi penahanan yang pengamannya bersifat maksimum.
 
“Jabatanya sebagai penyidik pegawai negeri sipil bisa memicu persoalan,” katanya.
Yang bersangkutan, menurut Suding, bisa dikategorikan sebagai penegak hukum juga. Jika penahanannya dilakukan sembarangan, hal itu bisa berefek buruk bagi tersangka dan nasib pengusutan perkara. Karena itulah dia berpendapat, tersangka hendaknya mendapat pengamanan maksimum.

Suding juga meminta kepolisian menjerat tersangka dengan ancaman hukuman maksimal. Hal ini dilakukan mengingat tersangkanya adalah seorang penegak hukum. “Penegak hukum tapi melanggar hukum,” ucapnya.

Semestinya, lanjut Suding, tersangka memberi teladan atau contoh dalam menegakkan hukum. â€Bukan sebaliknya. Jadi, akan sangat wajar jika tersangka diancam hukuman maksimal,” tandasnya.

Dia menggarisbawahi, hal pokok pada penanganan perkara ini adalah, bagaimana kepolisian berkoordinasi dengan kejaksaan dalam menyusun ancaman dan tuntutan hukuman.

Dengan begitu, berkas perkara diharapkan bisa segera lengkap atau P-21. Lengkapnya berkas perkara, imbuh dia, setidaknya juga dapat dimanfaatkan untuk melacak keterlibatan pihak lain dalam kasus ini.

Lebih jauh, dia juga meminta agar unsur inspektorat BUMN, kantor-kantor pemerintahan dan BUMD senantiasa menerapkan pedoman good corporate governance (GCG) secara benar. Hal ini dianggap sebagai salah satu kunci keberhasilan dalam mempertanggungjawabkan anggaran. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA