Meski sidang dugaan korupsi penggunaan jaringan frekuensi radio 2,1 GHz/3G PT Indosat dan PT Indosat Mega Media (IM2) sudah bergulir ke Pengadilan Tipikor Jakarta, Kejaksaan Agung tetap mengembangkan kasus yang diduga merugikan negara Rp 1,3 triliun ini.
Kepala Pusat Penerangan HuÂkum Kejaksaan Agung Setia UnÂtung Arimuladi menampik duÂgaÂan kriminalisasi dalam peÂnaÂngaÂnan perkara ini. “Tidak ada krÂiÂmiÂnalisasi, semua diusut berÂdaÂsarÂkan mekanisme dan ketentuan perundang-undangan yang berlaÂku. Kerugian negaranya pun jelas, sesuai hasil audit BPKP,†ujarnya.
Lantaran itu, menurut Untung, penyidik Kejaksaan Agung tidak ragu-ragu mendalami kerugian negara dalam kasus ini.
Setelah salah seorang terdakwa kasus ini disidang di Pengadilan Tipikor, penyidik mengagenÂdaÂkan pemeriksaan tiga saksi, yaitu MaÂnager Billing and Customer PT IM2 tahun 2007-2009 Sri WahÂyuni Suprapto, Kepala CaÂbang PT IM2 Jawa Barat Rizkant dan Treasury and Collection MaÂnager PT IM2 H Budiyanto.
Pada pukul 10 pagi, Selasa 22 JaÂnuari lalu, Rizkant dan H BuÂdiÂyanto hadir di Gedung Bundar Kejaksaan Agung untuk meÂmeÂnuhi panggilan penyidik. “PeÂmeÂrikÂsaan mereka mengenai pola layanan internet IM2, penagihan dan pembagian keuntungan antara Indosat dengan IM2,†kata Untung.
Kemudian, sejak pukul 10 pagi pada Selasa 15 Januari lalu, peÂnyiÂdik memeriksa seorang saksi untuk PT IM2, yakni Group Head Integrated Marketing PT Indosat Guntur S Siboro. “Pemeriksaan itu menyangkut penggunaan jaÂringan frekuensi 2,1 Ghz/3G miÂlik Indosat yang digunakan IM2,†ucap Untung.
Pada Rabu 16 Januari, sejak puÂkul 10 pagi, penyidik memeÂrikÂsa saksi dari PT Indosat, yakni Manajer IT Development PT InÂdoÂsat Gustinus Bayuaji, Division Head IT Card and Voucher SupÂport M Yazid dan Division Head Contact Center Operation InÂsosiana Pelu.
Pada Kamis 17 Januari, untuk tersangka PT Indosat, tersangka PT IM2 dan tersangka bekas DiÂrektur Utama PT Indosat Johnny Swandi Syam diagendakan peÂmeÂriksaan tiga saksi. “Tapi hanya haÂdir satu orang, yakni Nuniek Hendarti yang merupakan bekas Manajer Billing and CustoÂmer ÂIM2,†ucap Untung.
Dia diÂpeÂriksa sejak pukul 10 pagi mÂeÂngenai persoalan tagihan internet broadband 3G kepada peÂlanggan PT IM2.
Adapun dua saksi lainnya adalah Division Head Wholesale Management PT Indosat SuÂwigÂnyo dan Manajer Distributorship Strategy and Policy PT Indosat Umi Suryani. “Mereka tidak hadir karena kondisi hujan dan banjir,†katanya.
Sedangkan pada 21 Januari 2013, dari pukul 10 pagi, peÂnyiÂdik memeriksa tiga saksi dari PT IM2, yakni Manager IT OpÂeÂraÂtion Syaiful Anwar, Manager SaÂles Retail Bambang Naraya dan Manager Marketing Muhammad Sujai. “Pemeriksaan ini intinya mengenai operasional jasa interÂnet broadband yang dilakukan PT IM2 melalui jaringan 3G milik PT Indosat,†ujar Untung.
Kasus ini berawal pada 24 November 2006, dimana PT InÂdoÂsat dan anak perusahaannya, PT IM2 diduga meÂnyaÂlahÂguÂnaÂkan jaringan bergerak seluler pita frekuensi radio 2,1 Ghz atau 3G. Caranya, dengan menjual internet broadband jaringan bergerak seÂluler 3G milik Indosat, tapi diÂklaim sebagai produk IM2, seÂbaÂgaimana tertuang dalam peÂrÂjanÂjian kerja sama dan tertulis pada keÂmaÂsan internet IM2 3G broadÂband. KeÂmudian, data pelanggan pengÂgÂÂuÂnaan jaringan 3G itu dipisahkan dari data pelanggan Indosat.
Penandatanganan perjanjian antara Direktur Utama IM2 Indar Atmanto dengan Wakil Direktur Utama Indosat Kaizad Bonnie Heerjee terjadi pada 2006. PerÂjanÂjian itu untuk melakukan peÂnyeÂlenggaraan jaringan internet 3G secara bersama dengan IM2. Maka, sejak 2006 hingga 2011, IM2 menggunakan jaringan 3G yang dimiliki Indosat.
Kejagung menyangka, langkah Indosat dan IM2 itu melanggar sejumlah ketentuan yang berlaku. Soalnya, yang mengantongi izin jaringan itu dari negara adalah InÂdosat, bukan IM2. Sehingga, meÂnurut Kejagung, kasus ini meÂnimÂbulkan kerugian negara Rp 1,3 triliun. Angka itu didapat KeÂjaÂgung dari hasil audit BPKP.
Menurut Kejagung, penyeÂlengÂgara jasa penggunaan jaringan seluler 3G harus memiliki izin senÂdiri. Bukan seperti IM2 yang menggunakan jaringan Indosat. Pandangan Kejagung, jaringan telekomunikasi yang dapat diÂseÂwakan kepada pihak lain, hanÂyaÂlah jaringan tetap tertutup, sesuai Pasal 9 Undang Undang TeÂleÂkoÂmunikasi.
REKA ULANG
Ibaratkan Jaringan 3G Dengan Warung Kopi
BEKAS Direktur Utama PT IM2 Indar Atmanto telah menjadi terdakwa perkara dugaan korupsi penggunaan frekuensi radio 2,1 GHz/3G milik PT Indosat oleh Indosat Mega Media (IM2).
Dalam eksepsi (keberatan) Indar yang dibacakan pengaÂcaÂraÂnya, Luhut Pangaribuan, diÂsamÂpaikan bahwa ada kesalahan menÂdasar dalam dakwaan jaksa. KeÂsalahan itu dianalogikan deÂngan bayar ganda untuk penyewa tanah. “Kalau Anda punya tanah dan sudah bayar semua pajaknya, apakah penyewa untuk warung kopi di tanah itu harus bayar paÂjak bumi bangunannya?†kata LuÂhut saat membacakan eksepsi di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Senin, 21 Januari lalu.
Bahkan, katanya, dakwaan jakÂsa tidak menguraikan tindak piÂdaÂna yang dilakukan terdakwa. NaÂmun, menguraikan perbuatan yang dilakukan PT IM2. “PadaÂhal yang didudukkan sebagai terÂdakwa dalam perkara ini buÂkanÂlah IM2 selaku badan hukum. DeÂÂngan demikian, dapat disimÂpulÂkan bahwa surat dakwaan itu kaÂbur karena keliru mengenai pertÂanggung jawaban orang,†belanya.
Surat dakwaan, lanjut Luhut, juga tak menguraikan secara jelas dan lengkap tentang ketentuan tindak pidana yang didakwakan. Soalnya, Indar bukan pegawai neÂÂgeri melainkan karyawan swasÂÂta, dimana belum ada peraÂtuÂran perÂunÂdangan yang dapat diterapkan terhadap terdakwa dan PT IM2 seÂbagai badan hukum perdata.
Dengan demikian, menurut Luhut, terdakwa dan PT IM2 tiÂdak dapat didakwa sebagai peÂlaÂku tinÂdak pidana korupsi, karena belum ada ketentuan tentang tinÂdak piÂdaÂna korupsi yang diÂlaÂkuÂkan swasta.
Menurut Luhut, surat dakwaan jakÂsa keliru. Soalnya, kata dia, peÂnyelenggara jasa multimedia yang terdiri atas penyelenggara jasa akses internet diperkenankan menggunakan atau menyewa jaÂringan milik penyelenggara jaÂriÂngan telekomunikasi. Hal itu diÂatur dalam Pasal 4 ayat 1 juncto PaÂsal 9 ayat 2 UU Telekomunikasi.
Dalam surat dakwaan, Indar berÂsama-sama bekas Wakil DiÂgunakan jaringan telekomunikasi milik penyelenggara jaringan telekomunikasi, dalam hal ini PT Indosat. Mereka juga meÂnyeÂdiakan jasa akses internet sebagai salah satu produknya. Padahal, IM2 dalam hal ini cuma bisa menÂÂggunakan jaringan tertutup.
Disebutkan pula, berdasarkan Pasal 25 ayat 1 PP Nomor 53 tahun 2000, Indosat tak dapat mengalihkan penyelenggaraan jaringan 3G kepada pihak lain. Tetapi, IM2 tetap membayar up front fee dan biaya hak pengÂguÂnaan pita frekuensi radio 2,1 GHz untuk penyediaan jasa akses interÂnet broadband melalui jariÂngan 3G milik Indosat. Padahal, pengÂguÂnaÂan frekuensi itu tidak dapat diÂalihÂkan tanpa izin menteri.
Satu Terdakwa Bukan Prestasi
Taslim Chaniago, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR TasÂlim Chaniago meminta KeÂjaksaan Agung tidak gentar mengusut perkara dugaan koÂrupsi penggunaan jaringan 3G PT Indosat oleh anak peruÂsaÂhaannya, PT Indosat Mega MeÂdia (IM2).
“Karena diduga dilakukan banyak orang, maka siapa saja yang diduga terlibat dalam kaÂsus ini harus diproses sampai tunÂtas di pengadilan, termasuk korÂÂporasi dan anak perusaÂhaÂanÂnya,†ujar anggota DPR dari Fraksi PAN ini.
Taslim juga mengingatkan KeÂjaksaan Agung agar serius meÂlakukan upaya penyelamaÂtan kerugian negara dalam kaÂsus ini. Apalagi, kerugian keÂuangan negara dalam kasus ini menurut Badan PengaÂwaÂsan KeÂuangan dan PembaÂnguÂnan (BPKP) sangat besar, yaÂitu Rp 1,3 triliun.
“Kerugian neÂÂgaÂra harus diÂamankan Kejaksaan Agung,†tandasnya.
Taslim menambahkan, bukan prestasi bagi kejaksaan jika haÂnya bisa membawa seorang terÂsangka kasus ini sebagai terÂdakÂwa di Pengadilan Tipikor.
“Kejaksaan harus mÂeÂnunÂtaskan kasus ini. Kalau baru sampai pada mantan Dirut IM2 saja, ini masih jauh dari peÂnunÂtasan kasus. Semua pihak yang diÂduga terlibat dan bertangÂgung jaÂwab mesti diproses hukum.â€
Taslim juga menyampaikan, salah satu cara untuk memÂperÂcepat penuntasan pengusutan kasus adalah memberikan target penyelesaian. Apabila sebuah kasus sudah ada tersangkanya yang masuk ke pengadilan, maka penyidikan terhadap terÂsangka lain harus diberi target waktu penyelesaian.
“Apabila tidak diselesaikan dalam waktu yang sudah ditarÂgetÂkan, maka jaksa yang meÂnaÂngani kasus ini mesti dijatuhi sanksi,†ujarnya.
Masih Jarang Diterapkan
Yenti Garnasih, Pakar Hukum
Pakar hukum Yenti Garnasih menyampaikan, pengusutan perkara dugaan korupsi korÂporasi ini mesti dituntaskan KeÂjaksaan Agung. Sebab, jumlah kerugian negaranya berÂdaÂsarÂkan audit Badan Pengawasan Keuangan dan PembanguÂnan (BPKP) sangat besar, yaitu Rp 1,3 triliun.
“Tadinya saya pikir, kasus ini masih sekitar izin PT IM2 yang jadi satu dengan PT Indosat. KaÂlÂau memang ada kerugian keÂuangan negara, ya harus diÂusut. Kejaksaan Agung jangan malah tampak kelihatan ragu,†kata Yenti.
Menurutnya, coorporate criÂmes reponsipility atau pertangÂgunÂgjawaban korporasi meÂmang masih jarang diterapkan, namun bukan berarti tidak bisa. “Pengakuan bahwa korporasi dapat dipidana itu sudah ada dan dikenal sejak tahun 1951. Tapi, penegak hukum belum biasa menerapkan itu,†ucapnya.
Meski begitu, Yenti berharap, KeÂjaksaan Agung mampu memÂperlihatkan kinerjanya meÂngusut perkara dugaan korupsi korporasi ini sampai tuntas.
“BuÂkannya pesimis, tapi kepoliÂsian yang tugas utamanya meÂnyidik tidak pernah bisa meÂnÂjeÂrat korporasi, apalagi kejakÂsaÂan yang tugas utamÂaÂnya meÂnunÂtut,†katanya.
Dia menambahkan, hampir seÂmua Undang Undang di luar KUHP mengatur tentang perÂtanggungjawaban korporasi, terÂmasuk Undang Undang PemÂberantasan Tindak Pidana Korupsi. “Jadi, sangat mungkin meÂngusut kasus ini dari sisi perÂtangÂgungjawaban koÂrÂporaÂsiÂnya. Tapi, sepengetahuan saya, kasus seperti ini belum pernah diÂsidik sampai ke korÂpoÂrasinya.â€
Persoalannya, menurut Yenti, teori tentang coorporate crimes belum dipahami betul oleh peÂnegak hukum. “Seperti asas keÂsalahan dan penjatuhan piÂdaÂnaÂnya, termasuk pidana tamÂbaÂhan. Tapi, itu semua bisa diÂpeÂlajari kalau mau. Kejahatan korÂporasi, mata kuliahnya saja ada tuh,†ucapnya.
Yenti menegaskan, seringkali kasus seperti ini tidak tuntas kaÂreÂna masalah profesionalitas dan kemauan yang tidak kuat. “Ini, soal integritas tanggungÂjaÂwab profesi juga,†katanya. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: