Ketua Komisi III DPR Gede Pasek Suardika menilai, sebaiknya antara Polri dan KPK cooling down untuk menenangkan situasi.
“Kemudian antar pimpinan biÂsa bertemu. Ibaratnya, kalau mau mengambil ikan di aquarium tetangga, ambil ikannya saja. Jagan diambil aquariumnya,†kaÂtaÂnya kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.
Menurut politisi Partai DemoÂkrat itu, KPK dan Polri harus meÂlaÂkukan itu. Sebab, yang dibutuhÂkan saat ini adalah pemberanÂtaÂsan korupsi.
â€Polri juga punya kewajiban unÂtuk menangani kasus korupsi dan pidana umum yang jadi keÂweÂnangannya,†paparnya.
Berikut kutipan selengkapnya:
Pimpinan Polri dan KPK berteÂmu, lalu menyelesaikan masalah ini. Kemudian kasus Simulator SIM yang ditangani KPK dan yang ditangani Polri sebaiknya seÂgera dibawa ke pengadilan. BiarÂkan keduanya melakukan penyeliÂdikan dan penyidikan.
Sebab, jika terlalu lama dan riÂbut terus hanya akan membuat poÂlemik saja. Toh nanti semua peÂmeriksaan penyidikan itu akan diÂuji di pengadilan.
Sebenarnya sikap Komisi III DPR bagaimana?
Kami sudah mencoba memÂbahas masalah ini sebagai bentuk koordinasi beberapa waktu. Tapi waktu itu dari KPK yang datang tiÂdak utuh, sehigga tidak bisa amÂbil keputusan.
Kenapa dari KPK tidak datang secara utuh?
Saat itu ada yang lagi ke luar koÂta, seingga ditunda. Kemudian diÂtentukan waktu lagi dan terÂnyaÂta ada yang nggak datang karena keÂna musibah, keluarganya ada yang meninggal.
Kemudian kita geser waktunya dan ternyata Jaksa Agung tidak biÂsa. Nanti akan diatur lagi wakÂtunya.
Sebenarnya siapa yang berÂhak memeriksa kasus SimuÂlator SIM?
Alangkah baiknya antar kedua lembaga ini saling membantu saja. Jangan menang-menangan dan jangan mencari siapa yang salah dan siapa yang benar. Kalau berputar-putar di situ, maka tidak selesai-selesai.
Seperti yang saya katakan tadi, semua proses penyidikan akan berkahir di pengadilan.
Jika DS diperiksa KPK, Polri harus membantunya. Sedangkan yang lainnya ditangani Polri maÂka KPK harus ikut membantu. BiarÂÂkan kedua institusi itu meÂnangani kasus Simulator SIM itu.
Nanti kan semuanya bermuara di pengaÂdilan. Jika sudah masuk ke pengaÂdilan, maka masyarakat akan mengetahui penyidikan yang benar itu yang mana. Kita tungÂgu hasilnya.
Kalau ditangani dua instiÂtusi, bagaimana jika hasilnya berbeda?
Nanti kan dibuktikan di pengaÂdilan. Hakim pun bisa mengemÂbangkan pemeriksaan dari fakta-fakta yang ada di situ. Karena yang dicari dalam kasus-kasus piÂdaÂna itu kebenaran materil.
Makanya saya bilang tadi, gak usah lagi dipersoalkan penangaÂnanÂÂnya. Tapi segera dibawa kasus ini ke pengadilan, baik itu yang diÂtangani KPK maupun yang diÂtangani Polri.
Sebab, KPK dan Polri dibiayai negara untuk sama-sama memÂbeÂrantas korupsi, bukan untuk berÂpolemik.
Kenapa UU KPK mau revisi?
Revisi Undang-Undang KPK maÂsuk dalam daftar RUU prioÂritas dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2010. Yang diributkan hingar-bingar ini masih dalam bentuk draf, belum masuk substansi.
Kabarnya, Baleg mengemÂbaÂlikan draf revisi RUU KPK ya?
Kami belum menerimanya. Secara kelembagaan, Komisi III DPR memang mendapatkan tugas dari pimpinan DPR untuk menyelesaikan prolegnas yang sudah disepakati pemerintah bersama DPR.
Itu kan belum jadi Undang-Undang, masih bentuk draf RUU, istilahnya mau bikin ruÂmah itu baru sketsanya saja. Jadi RUU itu meÂmang masih bisa diÂrubah.
Masalahnya itu kan soal subsÂÂtansinya, disalahkan kareÂna diniÂlai belum menyerap asÂpiÂrasi maÂsyaÂrakat. Tugas DPR itu kan meÂnyeÂrap aspirasi maÂsyaÂrakat. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: