4 PNS Pajak Masih Jadi Saksi Kasus Suap Bhakti

Namanya Muncul Dalam Dakwaan James Gunaryo

Selasa, 11 September 2012, 10:03 WIB
4 PNS Pajak Masih Jadi Saksi Kasus Suap Bhakti
James Gunaryo

rmol news logo Kasus suap penanganan pajak PT Bhakti Investama terus bergulir. Pria yang diduga sebagai perantara suap, James Gunaryo telah menjadi terdakwa di Pengadilan Tipikor Jakarta. Tapi, empat petugas pajak yang muncul dalam surat dakwaan James, kecuali Tommy Hindratno,  masih berstatus saksi.

Empat Pegawai Negeri Sipil (PNS) Direktorat Jenderal Pajak Ke­menterian Keuangan itu, ber­tu­gas di Kantor Pelayanan Pajak Perusahaan Masuk Bursa (KPP PMB) Jakarta. Mereka adalah Fery Syarifuddin, Agus Totong, Hani Masrokim dan Heru Mu­nan­dar. Agus, Hani dan Heru adalah petugas pemeriksa pajak PT Bhakti Investama (BI). Se­dang­kan Fery, berdasarkan surat dakwaan terhadap James, adalah petugas pajak yang memberi in­formasi kepada tersangka Tom­my Hindratno, Kepala Seksi Pe­nga­wasan dan Konsultasi Pajak KPP Sidoarjo Selatan, Jawa Timur.

Dalam kasus ini, Tommy di­sangka berperan aktif mencari in­formasi ke KPP PMB Jakarta dan me­minta fee untuk para pe­me­riksa pajak PT Bhakti. Tapi hing­ga kemarin, PNS Ditjen Pajak yang menjadi tersangka kasus ini hanya Tommy.

Kepala Biro Humas KPK Jo­han Budi Sapto Prabowo meng­akui, Komisi Pemberantasan Ko­rupsi baru menetapkan dua ter­sangka kasus suap ini. Kedua ter­sangka itu adalah James Gu­naryo dan Tommy. Status James saat ini sudah terdakwa. Sedangkan na­ma lain yang muncul dalam surat dakwaan James, masih berstatus saksi. “Belum terpenuhi dua alat bukti yang cukup untuk men­jerat mereka sebagai ter­sangka,” kata Johan, kemarin.

Johan menambahkan, penyidik sudah memeriksa sejumlah pegawai Ditjen Pajak sebagai saksi. Namun, hasilnya, belum me­ngarah pada keterlibatan se­cara langsung para petugas pajak yang namanya muncul dalam su­rat dakwaan terhadap James tersebut. Lantaran itu, katanya, pe­nyidik baru bisa menetapkan Tommy sebagai tersangka dari pihak Ditjen Pajak. “Dia berperan sebagai penerima suap Rp 280 juta,” ujarnya.

Kendati begitu, KPK masih me­ngembangkan, apakah ada keter­libatan pegawai pajak lain da­lam perkara ini. Nah, fakta yang terungkap dalam persi­dang­an James, juga akan menjadi masukan bagi KPK. Tapi, kata Johan, KPK tidak semata-mata me­nunggu fakta persidangan untuk mengembangkan kasus ini. “Sejak awal, kami sudah meme­riksa pegawai pajak yang diduga teman dekat tersangka Tommy,” katanya.

Sedikitnya, lima pegawai pajak telah dimintai keterangan sebagai saksi bagi tersangka Tommy, yakni Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi III KPP Pratama Wo­nocolo, Jawa Timur Nina Ju­ni­ar­sih, account representative KPP Pratama Wonocolo Rizal Rahmat Hidayat, pegawai Ditjen Pajak Syaifullah, pegawai KPP Pratama Perusahaan Masuk Bur­sa Hani Masrokim dan Ferry Syari­fudin.

Selain itu, Komisaris Inde­pen­den PT Bhakti Investama Anto­nius Tonbeng yang sering dise­but dalam surat dakwaan James, juga masih berstatus saksi. Soal­nya, lagi-lagi Johan beralasan, belum cukup dua alat bukti untuk me­netapkannya sebagai ter­sangka.  

Inilah antara lain peristiwa yang tergambar dalam dakwaan James, KPP PMB menerbitkan surat perintah membayar kele­bihan pajak (SPMKP) PT Bhakti In­vestama pada 11 Mei 2012. Surat itu berisi keterangan SPT Pph Badan 2010 dan SPT Ppn 2003 sampai 2010. Total kese­luruh­annya mencapai angka Rp 3.420.449.886.

Selanjutnya, James pada 25 Mei dihubungi Antonius Ton­beng. Dalam dakwaan James di­se­butkan, Antonius mengatakan bahwa pembayaran kelebihan pajak dari KPPN belum masuk re­kening PT Bhakti. Antonius mengingatkan kepada James agar mengirim kelebihan pajak itu ke rekening Bhakti di Bank BCA.

Pada 5 Juni 2012, James meng­hubungi Antonius. Dia meng­in­for­masikan, dana kelebihan pajak su­dah diterima seluruhnya di re­ke­ning PT BI nomor 4783011908 di BCA. Antonius menyam­pai­kan, dari jumlah itu akan dike­luarkan Rp 350 juta dalam bentuk cek tunai.

REKA ULANG

Dari Komisaris Bhakti Hingga Petugas Pajak

Salah seorang tersangka per­kara suap penanganan pajak PT Bhakti Investama, James Gu­naryo menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor Jakarta pa­da Kamis (6/9). Surat dakwaan ter­hadap James, menyenggol na­ma Komisaris Independen PT Bhakti Investama Antonius Ton­beng dan sejumlah petugas pajak.

Dalam surat dakwaan itu di­pa­parkan, James Gunaryo Bu­di­ra­harjo alias Jimy bersama Anto­nius, pada Rabu, 6 Juni 2012, sekitar pukul 14.00 WIB dituduh me­nyuap Rp 280 juta kepada pe­ga­wai pajak Tommy Hindratno.

Pemberian uang dilaksanakan karena Tommy memberikan data dan informasi hasil pemeriksaan proses penyelesaian klaim surat pemberitahuan tahunan (SPT) lebih bayar pajak milik PT Bhakti Investama (PT BI).

Dalam kronologi dakwaan di­sebutkan, James mengenal Tom­my akhir Januari 2012. James ke­mudian melakukan pertemuan de­ngan Antonius dan Tommy di kantin MNC Tower, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat. Dalam per­temuan, James memberitahu Tommy bahwa pemeriksaan atas klaim pajak PT BI ada tiga orang. Salah satunya Agus Totong. Saat itu, Antonius menyampaikan jan­ji kepada Tommy. Isinya, bila berhasil menyelesaikan klaim kelebihan bayar pajak PT BI akan mendapat imbalan.

Namun, Tommy ketika itu me­minta waktu untuk melihat data klaim pajak lebih dulu. Tom­my pun mempelajari SPT lebih bayar pajak yang terdiri dari pajak peng­hasilan (Pph) Badan tahun 2010 sebesar Rp 517.674.750 yang diterima kantor pelayanan pajak (KPP) Perusahaan Masuk Bursa (PMB) pada 30 April 2011. Selain itu, Tommy juga mem­pe­lajari data pajak pertambahan nilai (Ppn) dari tahun 2003 sam­pai 2010 sebesar Rp 3, 269 miliar yang diterima KPP PMB 30 September 2011.

Sebagai tindak lanjut permin­taan James dan Antonius, Tommy menelepon pegawai pajak KPP PMB Jakarta, Fery Syarifuddin. Tommy meminta informasi kepa­da Fery mengenai tim pemeriksa dan perkembangan proses pe­me­riksaan pajak Bhakti. Lalu pada Februari 2012, Tommy menemui Agus Totong di kantor KPP PMB untuk menanyakan kebenaran, apakah Agus sebagai tim pe­me­riksa klaim PT BI.

Pada Maret 2012, James, Tom­my bersama Antonius kembali ber­temu. Saat itu, Antonius me­minta Tommy menyampaikan ke­pada tim pemeriksa pajak ter­kait klaim pajak Bhakti. Isi per­min­taan itu supaya biaya bunga ob­ligasi, biaya entertainment, biaya apartemen, biaya makan-minum yang diajukan PT BI tidak ba­nyak dikoreksi. Tujuan lebih kon­kret, agar pajak tersebut dibe­ban­kan sebagai biaya pengeluaran pada Surat Pemberitahuan Ta­hun­an Lebih Bayar (SPT LB) ta­hun 2010.

Tim pemeriksa pajak yang ter­diri dari Agus Totong, Hani Mas­rokim dan Heru Munandar pun, berdasarkan surat dakwaan ini, me­nemui Antonius lima kali. James tak kalah aktif. Dia rajin mengontak Tommy. Targetnya, supaya mendapatkan informasi perkembangan hasil peme­rik­saan. Terdakwa juga sempat mena­nyakan kepastian keluarnya surat ketetapan pajak lebih bayar (SKPLB) dan surat perintah mem­bayar kelebihan pajak (SPMKP).

Dalam perkembangannya, tang­gal 13 April 2012, James me­minta pendapat kepada Tommy tentang bagaimana mekanisme pe­ngajuan keberatan surat ta­gihan pajak (STP). Singkat cerita, setelah pemeriksaan pajak tuntas, tim mengeluarkan surat pem­be­rita­huan hasil pemeriksaan (SPHP). Lalu, PT BI mengirim surat tang­gapan kepada KPP PMB. Atas tanggapan itu, Hani Masrokim mengundang Wandhy Wira Riady selaku Direktur Ke­uangan PT BI untuk membahas keberatan PT BI. Pada 18 April, Hani menyetujui sebagian ke­beratan PT BI. Pada kesempatan itu Hani menyatakan, perse­tu­juannya itu masih perlu disetujui Agus, selaku supervisor tim pemeriksa.

Ragu Pelakunya Cuma James Dan Tommy

Syarifuddin Suding, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Syarifuddin Suding meminta perkara suap pegawai pajak Tommy Hindarto diselesaikan secara komprehensif.

Hal itu dilaksanakan agar se­luruh pihak yang terkait pada ka­sus ini, terungkap secara gam­blang dan diproses sampai tuntas di pengadilan. “Kita per­lu mengetahui lebih dalam lagi keterlibatan pihak lainnya,” ucap Syarifuddin.

Dia sanksi bila tindak pidana suap ini, hanya dilakukan Tommy maupun James Gu­nar­yo. Ia pun menduga, di balik kasus tersebut ada dalang atau otak yang mensponsorinya ini. Makanya, diperlukan ke­cer­matan pimpinan dan penyidik KPK untuk mengambil langkah hukum yang proporsional dan profesional.

Syarifuddin pun mengingat­kan agar perkara suap seperti ini tidak dilokalisir. Maksudnya, ja­ngan sampai substansi ke­salahan ditimpakan hanya ke­pada James dan Tommy. “Jika alat buktinya sudah mencukupi untuk menetapkan tersangka lainnya, pimpinan dan penyidik KPK tidak boleh ragu-ragu,” tegasnya.

Ia menggarisbawahi, persoal­an pajak selama ini sangat ra­wan permainan atau rentan ma­nipulasi. Saratnya persoalan mengenai permainan pajak ter­sebut, hendaknya menjadi perhatian semua pihak.

Jika kasus-kasus pajak seperti ini dibiarkan, dam­pak­nya sangat luas. Perekonomian negara menjadi taruhannya. Hal ini, katanya, bisa sangat ber­ba­haya. Apalagi, sampai saat ini sektor pajak masih jadi andalan alias primadona dalam urusan pen­dapatan negara.

Yang Di Belakang James Mesti Dibongkar Juga

Neta S Pane, Ketua Presidium IPW

Ketua Presidium LSM In­do­nesia Police Watch (IPW) Neta S Pane menyatakan, upaya Ko­misi Pemberantasan Korupsi menangkap tangan tersangka kasus suap pajak, hendaknya di­apresiasi secara positif.

Akan tetapi, KPK juga mesti proporsional dalam menin­dak­lanjuti kasus tersebut. “Jika ada peluang untuk menjadikan pi­hak lain sebagai tersangka, ideal­nya itu dilakukan secara cepat. Jika bukti yang diper­lu­kan sudah cukup, KPK tak perlu ragu-ragu untuk mengambil tindakan hukum yang tegas,” katanya.

Neta menambahkan, substan­si perkara suap ini harus dita­ngani KPK sampai tuntas di Pe­nga­dilan Tipikor. “Jangan sam­pai otak di balik perkara suap penanganan pajak ini lolos dari jerat hukum,” ujarnya.

Dia mengingatkan, dugaan ke­terlibatan pihak lain di luar James dan Tommy sangat kuat. Apabila disebutkan bahwa Ja­mes adalah orang suruhan, maka tentunya ada pihak yang menyuruhnya menyuap atau me­ngantar fee. Untuk itu, pihak di belakang James harus di­bong­kar.

Begitu pula pegawai pajak lain­nya. Bila Tommy disebut-sebut aktif berkoordinasi de­ngan pegawai pajak lain, hal itu pun harus diungkapkan secara trans­paran. “Apa dan bagaimana peran pegawai pajak lain, diduga ter­kait dengan tersangka Tom­my,” ucapnya.

Menurut Neta, pada kasus se­perti ini, kecil kemungkinan ter­sangka Tommy bekerja seorang diri. Karena itu, lagi-lagi, du­gaan kerjasama dengan pega­wai pajak lainnya, tidak bisa di­abaikan begitu saja. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA