Kasus suap penanganan pajak PT Bhakti Investama terus bergulir. Pria yang diduga sebagai perantara suap, James Gunaryo telah menjadi terdakwa di Pengadilan Tipikor Jakarta. Tapi, empat petugas pajak yang muncul dalam surat dakwaan James, kecuali Tommy Hindratno, masih berstatus saksi.
Empat Pegawai Negeri Sipil (PNS) Direktorat Jenderal Pajak KeÂmenterian Keuangan itu, berÂtuÂgas di Kantor Pelayanan Pajak Perusahaan Masuk Bursa (KPP PMB) Jakarta. Mereka adalah Fery Syarifuddin, Agus Totong, Hani Masrokim dan Heru MuÂnanÂdar. Agus, Hani dan Heru adalah petugas pemeriksa pajak PT Bhakti Investama (BI). SeÂdangÂkan Fery, berdasarkan surat dakwaan terhadap James, adalah petugas pajak yang memberi inÂformasi kepada tersangka TomÂmy Hindratno, Kepala Seksi PeÂngaÂwasan dan Konsultasi Pajak KPP Sidoarjo Selatan, Jawa Timur.
Dalam kasus ini, Tommy diÂsangka berperan aktif mencari inÂformasi ke KPP PMB Jakarta dan meÂminta fee untuk para peÂmeÂriksa pajak PT Bhakti. Tapi hingÂga kemarin, PNS Ditjen Pajak yang menjadi tersangka kasus ini hanya Tommy.
Kepala Biro Humas KPK JoÂhan Budi Sapto Prabowo mengÂakui, Komisi Pemberantasan KoÂrupsi baru menetapkan dua terÂsangka kasus suap ini. Kedua terÂsangka itu adalah James GuÂnaryo dan Tommy. Status James saat ini sudah terdakwa. Sedangkan naÂma lain yang muncul dalam surat dakwaan James, masih berstatus saksi. “Belum terpenuhi dua alat bukti yang cukup untuk menÂjerat mereka sebagai terÂsangka,†kata Johan, kemarin.
Johan menambahkan, penyidik sudah memeriksa sejumlah pegawai Ditjen Pajak sebagai saksi. Namun, hasilnya, belum meÂngarah pada keterlibatan seÂcara langsung para petugas pajak yang namanya muncul dalam suÂrat dakwaan terhadap James tersebut. Lantaran itu, katanya, peÂnyidik baru bisa menetapkan Tommy sebagai tersangka dari pihak Ditjen Pajak. “Dia berperan sebagai penerima suap Rp 280 juta,†ujarnya.
Kendati begitu, KPK masih meÂngembangkan, apakah ada keterÂlibatan pegawai pajak lain daÂlam perkara ini. Nah, fakta yang terungkap dalam persiÂdangÂan James, juga akan menjadi masukan bagi KPK. Tapi, kata Johan, KPK tidak semata-mata meÂnunggu fakta persidangan untuk mengembangkan kasus ini. “Sejak awal, kami sudah memeÂriksa pegawai pajak yang diduga teman dekat tersangka Tommy,†katanya.
Sedikitnya, lima pegawai pajak telah dimintai keterangan sebagai saksi bagi tersangka Tommy, yakni Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi III KPP Pratama WoÂnocolo, Jawa Timur Nina JuÂniÂarÂsih, account representative KPP Pratama Wonocolo Rizal Rahmat Hidayat, pegawai Ditjen Pajak Syaifullah, pegawai KPP Pratama Perusahaan Masuk BurÂsa Hani Masrokim dan Ferry SyariÂfudin.
Selain itu, Komisaris IndeÂpenÂden PT Bhakti Investama AntoÂnius Tonbeng yang sering diseÂbut dalam surat dakwaan James, juga masih berstatus saksi. SoalÂnya, lagi-lagi Johan beralasan, belum cukup dua alat bukti untuk meÂnetapkannya sebagai terÂsangka.
Inilah antara lain peristiwa yang tergambar dalam dakwaan James, KPP PMB menerbitkan surat perintah membayar keleÂbihan pajak (SPMKP) PT Bhakti InÂvestama pada 11 Mei 2012. Surat itu berisi keterangan SPT Pph Badan 2010 dan SPT Ppn 2003 sampai 2010. Total keseÂluruhÂannya mencapai angka Rp 3.420.449.886.
Selanjutnya, James pada 25 Mei dihubungi Antonius TonÂbeng. Dalam dakwaan James diÂseÂbutkan, Antonius mengatakan bahwa pembayaran kelebihan pajak dari KPPN belum masuk reÂkening PT Bhakti. Antonius mengingatkan kepada James agar mengirim kelebihan pajak itu ke rekening Bhakti di Bank BCA.
Pada 5 Juni 2012, James mengÂhubungi Antonius. Dia mengÂinÂforÂmasikan, dana kelebihan pajak suÂdah diterima seluruhnya di reÂkeÂning PT BI nomor 4783011908 di BCA. Antonius menyamÂpaiÂkan, dari jumlah itu akan dikeÂluarkan Rp 350 juta dalam bentuk cek tunai.
REKA ULANG
Dari Komisaris Bhakti Hingga Petugas Pajak
Salah seorang tersangka perÂkara suap penanganan pajak PT Bhakti Investama, James GuÂnaryo menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor Jakarta paÂda Kamis (6/9). Surat dakwaan terÂhadap James, menyenggol naÂma Komisaris Independen PT Bhakti Investama Antonius TonÂbeng dan sejumlah petugas pajak.
Dalam surat dakwaan itu diÂpaÂparkan, James Gunaryo BuÂdiÂraÂharjo alias Jimy bersama AntoÂnius, pada Rabu, 6 Juni 2012, sekitar pukul 14.00 WIB dituduh meÂnyuap Rp 280 juta kepada peÂgaÂwai pajak Tommy Hindratno.
Pemberian uang dilaksanakan karena Tommy memberikan data dan informasi hasil pemeriksaan proses penyelesaian klaim surat pemberitahuan tahunan (SPT) lebih bayar pajak milik PT Bhakti Investama (PT BI).
Dalam kronologi dakwaan diÂsebutkan, James mengenal TomÂmy akhir Januari 2012. James keÂmudian melakukan pertemuan deÂngan Antonius dan Tommy di kantin MNC Tower, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat. Dalam perÂtemuan, James memberitahu Tommy bahwa pemeriksaan atas klaim pajak PT BI ada tiga orang. Salah satunya Agus Totong. Saat itu, Antonius menyampaikan janÂji kepada Tommy. Isinya, bila berhasil menyelesaikan klaim kelebihan bayar pajak PT BI akan mendapat imbalan.
Namun, Tommy ketika itu meÂminta waktu untuk melihat data klaim pajak lebih dulu. TomÂmy pun mempelajari SPT lebih bayar pajak yang terdiri dari pajak pengÂhasilan (Pph) Badan tahun 2010 sebesar Rp 517.674.750 yang diterima kantor pelayanan pajak (KPP) Perusahaan Masuk Bursa (PMB) pada 30 April 2011. Selain itu, Tommy juga memÂpeÂlajari data pajak pertambahan nilai (Ppn) dari tahun 2003 samÂpai 2010 sebesar Rp 3, 269 miliar yang diterima KPP PMB 30 September 2011.
Sebagai tindak lanjut perminÂtaan James dan Antonius, Tommy menelepon pegawai pajak KPP PMB Jakarta, Fery Syarifuddin. Tommy meminta informasi kepaÂda Fery mengenai tim pemeriksa dan perkembangan proses peÂmeÂriksaan pajak Bhakti. Lalu pada Februari 2012, Tommy menemui Agus Totong di kantor KPP PMB untuk menanyakan kebenaran, apakah Agus sebagai tim peÂmeÂriksa klaim PT BI.
Pada Maret 2012, James, TomÂmy bersama Antonius kembali berÂtemu. Saat itu, Antonius meÂminta Tommy menyampaikan keÂpada tim pemeriksa pajak terÂkait klaim pajak Bhakti. Isi perÂminÂtaan itu supaya biaya bunga obÂligasi, biaya entertainment, biaya apartemen, biaya makan-minum yang diajukan PT BI tidak baÂnyak dikoreksi. Tujuan lebih konÂkret, agar pajak tersebut dibeÂbanÂkan sebagai biaya pengeluaran pada Surat Pemberitahuan TaÂhunÂan Lebih Bayar (SPT LB) taÂhun 2010.
Tim pemeriksa pajak yang terÂdiri dari Agus Totong, Hani MasÂrokim dan Heru Munandar pun, berdasarkan surat dakwaan ini, meÂnemui Antonius lima kali. James tak kalah aktif. Dia rajin mengontak Tommy. Targetnya, supaya mendapatkan informasi perkembangan hasil pemeÂrikÂsaan. Terdakwa juga sempat menaÂnyakan kepastian keluarnya surat ketetapan pajak lebih bayar (SKPLB) dan surat perintah memÂbayar kelebihan pajak (SPMKP).
Dalam perkembangannya, tangÂgal 13 April 2012, James meÂminta pendapat kepada Tommy tentang bagaimana mekanisme peÂngajuan keberatan surat taÂgihan pajak (STP). Singkat cerita, setelah pemeriksaan pajak tuntas, tim mengeluarkan surat pemÂbeÂritaÂhuan hasil pemeriksaan (SPHP). Lalu, PT BI mengirim surat tangÂgapan kepada KPP PMB. Atas tanggapan itu, Hani Masrokim mengundang Wandhy Wira Riady selaku Direktur KeÂuangan PT BI untuk membahas keberatan PT BI. Pada 18 April, Hani menyetujui sebagian keÂberatan PT BI. Pada kesempatan itu Hani menyatakan, perseÂtuÂjuannya itu masih perlu disetujui Agus, selaku supervisor tim pemeriksa.
Ragu Pelakunya Cuma James Dan Tommy
Syarifuddin Suding, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Syarifuddin Suding meminta perkara suap pegawai pajak Tommy Hindarto diselesaikan secara komprehensif.
Hal itu dilaksanakan agar seÂluruh pihak yang terkait pada kaÂsus ini, terungkap secara gamÂblang dan diproses sampai tuntas di pengadilan. “Kita perÂlu mengetahui lebih dalam lagi keterlibatan pihak lainnya,†ucap Syarifuddin.
Dia sanksi bila tindak pidana suap ini, hanya dilakukan Tommy maupun James GuÂnarÂyo. Ia pun menduga, di balik kasus tersebut ada dalang atau otak yang mensponsorinya ini. Makanya, diperlukan keÂcerÂmatan pimpinan dan penyidik KPK untuk mengambil langkah hukum yang proporsional dan profesional.
Syarifuddin pun mengingatÂkan agar perkara suap seperti ini tidak dilokalisir. Maksudnya, jaÂngan sampai substansi keÂsalahan ditimpakan hanya keÂpada James dan Tommy. “Jika alat buktinya sudah mencukupi untuk menetapkan tersangka lainnya, pimpinan dan penyidik KPK tidak boleh ragu-ragu,†tegasnya.
Ia menggarisbawahi, persoalÂan pajak selama ini sangat raÂwan permainan atau rentan maÂnipulasi. Saratnya persoalan mengenai permainan pajak terÂsebut, hendaknya menjadi perhatian semua pihak.
Jika kasus-kasus pajak seperti ini dibiarkan, damÂpakÂnya sangat luas. Perekonomian negara menjadi taruhannya. Hal ini, katanya, bisa sangat berÂbaÂhaya. Apalagi, sampai saat ini sektor pajak masih jadi andalan alias primadona dalam urusan penÂdapatan negara.
Yang Di Belakang James Mesti Dibongkar Juga
Neta S Pane, Ketua Presidium IPW
Ketua Presidium LSM InÂdoÂnesia Police Watch (IPW) Neta S Pane menyatakan, upaya KoÂmisi Pemberantasan Korupsi menangkap tangan tersangka kasus suap pajak, hendaknya diÂapresiasi secara positif.
Akan tetapi, KPK juga mesti proporsional dalam meninÂdakÂlanjuti kasus tersebut. “Jika ada peluang untuk menjadikan piÂhak lain sebagai tersangka, idealÂnya itu dilakukan secara cepat. Jika bukti yang diperÂluÂkan sudah cukup, KPK tak perlu ragu-ragu untuk mengambil tindakan hukum yang tegas,†katanya.
Neta menambahkan, substanÂsi perkara suap ini harus ditaÂngani KPK sampai tuntas di PeÂngaÂdilan Tipikor. “Jangan samÂpai otak di balik perkara suap penanganan pajak ini lolos dari jerat hukum,†ujarnya.
Dia mengingatkan, dugaan keÂterlibatan pihak lain di luar James dan Tommy sangat kuat. Apabila disebutkan bahwa JaÂmes adalah orang suruhan, maka tentunya ada pihak yang menyuruhnya menyuap atau meÂngantar fee. Untuk itu, pihak di belakang James harus diÂbongÂkar.
Begitu pula pegawai pajak lainÂnya. Bila Tommy disebut-sebut aktif berkoordinasi deÂngan pegawai pajak lain, hal itu pun harus diungkapkan secara transÂparan. “Apa dan bagaimana peran pegawai pajak lain, diduga terÂkait dengan tersangka TomÂmy,†ucapnya.
Menurut Neta, pada kasus seÂperti ini, kecil kemungkinan terÂsangka Tommy bekerja seorang diri. Karena itu, lagi-lagi, duÂgaan kerjasama dengan pegaÂwai pajak lainnya, tidak bisa diÂabaikan begitu saja. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: