Berdasarkan keterangan sejumlah saksi dalam persidangan terdakwa Dhana Widyatmika (DW) terungkap, peran tersangka Herly Isdiharsono dalam kasus korupsi pajak dan pencucian uang ini cukup dominan. Tapi, Kejaksaan Agung tak kunjung membawa rekan Dhana di Ditjen Pajak itu ke Pengadilan Tipikor.
Sejauh ini, Kejaksaan Agung masih melakukan pemeriksaan saksi-saksi. Pada Kamis 2 AgusÂtus lalu misalnya, penyidik KeÂjaÂgung memanggil dan memeÂriksa dua pengusaha sebagai saksi untuk Herly. Kedua pengusaha itu adalah Direktur PT Navira Tan Harry Tjiputra dan Direktur PT Mandiri Media Kreasi Sahreza Permadi.
“Mereka sebagai saksi untuk terÂsangka HI. Diperiksa pukul 10 pagi,†kata Kepala Pusat PeÂneÂraÂngan Hukum Kejaksaan Agung Adi Toegarisman di KomÂpleks GeÂdung Kejaksaan Agung, Jalan SulÂtan HasanudÂdin, Jakarta Selatan.
Menurut Adi, keterkaitan keÂdua saksi tersebut dengan terÂsangka Herly masih didalami peÂnyiÂdik. “Sementara ini, mereka dimintai keterangan atas adanya hubungan bisnis dengan HI,†kata dia.
Pada hari yang sama, peÂnyidik juga memeriksa tiga terÂsangka kaÂsus korupsi dan penÂcucian uang ini. Yakni Herly IsdiÂharÂsono, bekas pegawai Ditjen Pajak Salman Maqhfiron dan Direktur Utama PT Mutiara Virgo Johnny Basuki. “Pemeriksaan terhadap mÂereka dilakukan di Rutan CiÂpinang Jakarta Timur,†ujar Adi.
Sehari sebelumnya, pada Rabu, 1 Agustus, penyidik juga meÂngorek keterangan empat saksi bagi tersangka Herly. Keempat saksi itu adalah pimpinan PT ManÂdiri Media Kreasi, pimpinan PT Garma Putra Gestraco, pegaÂwai Ditjen Pajak Setyanto S dan pegawai Ditjen Pajak Herry P. “Tapi, yang hadir hanya Herry P. Dia diperiksa dari pukul 10 pagi,†kata Adi.
Pada Rabu itu, DW pun diÂpeÂriksa sebagai saksi untuk perkara yang melibatkan tersangka Herly. “Pemeriksaannya dilakukan di Rutan Salemba,†ujar bekas KeÂpala Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau ini.
Masih untuk tersangka Herly, penyidik juga memeriksa terÂsangÂka Johnny Basuki dan terÂsangka Hendro Tirtajaya sebagai saksi. Sekadar mengingatkan, Hendro adalah orang yang meÂngurus pajak perusahaannya JohnÂny. “Diperiksa di Rutan SaÂlemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan,†lanjutnya.
Adi menambahkan, upaya peÂnyidikan terhadap para tersangka itu untuk melengkapi dan meÂngembakan berkas tuntutan nanÂtinya. Namun, dia belum bisa meÂmastikan kapan Herly dan terÂsangka lainnya dilimpahkan ke pengadilan. “Kami berharap tiÂdak lama lagi bisa masuk ke peÂnuntutan,†katanya.
Dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta pada Rabu, 25 Juli lalu terungkap bahwa Herly pernah meminta Direktur Utama PT Ditax Manajemen Hendro TirÂtajaya mentransfer Rp 3,4 miliar ke rekening Dhana Widyatmika (DW). Transfer itu diduga terkait pajak PT Mutiara Virgo yang diurus PT Ditax.
Kemudian, Hendro memeÂrinÂtahÂkan anak buahnya, Liana unÂtuk mentransfer Rp 2,9 miliar ke rekening DW. “Saya pernah meÂminta Liana untuk mentrasfer uang sebesar Rp 2,9 miliar ke reÂkening Dhana atas perintah Herly pada Januari 2006,†kata Hendro saat bersaksi.
Selanjutnya, Rp 500 juta diÂtransfer ke rekening DW dari reÂkening Femmy, istri Hendro yang menjadi Komisaris di PT Ditax. “Saya melakukan transfer ke reÂkening Dhana pada Januari 2006 sebesar Rp 500 juta karena diÂminta Hendro, tapi saya tidak tahu untuk apa,†kata Femmy.
Hendro mengaku tidak meÂngenal Dhana, sehingga transfer uang itu hanya atas perintah HerÂly yang menjadi petugas pajak di Kantor Pelayanan Pajak PalÂmerah dengan tugas memeriksa pajak PT Mutiara Virgo.
Nah, Direktur PT Mutiara Virgo, Johnny Basuki meminta banÂtuan PT Ditax dalam penguÂrusan pajak. Soalnya, PT Ditax bergerak di bidang jasa peÂnguÂrusan administrasi perusahaan. “Johnny meminta bantuan saya untuk mengurus administrasi paÂjak PT Mutiara Virgo, saya keÂmuÂdian memberikan dokumen peÂrusahaannya ke Herly untuk meÂmeriksa semua jenis pajak 2003-2004,†kata Hendro.
Herly pada 15 Juli 2005 kemuÂdian mengeluarkan surat keÂteÂtaÂpan pajak PT Mutiara Virgo yang totalnya Rp 1,567 miliar untuk pemeriksaan pajak 2003, dan Rp 1,486 miliar untuk pembayaran 2004. “Herly mendapatkan 1 juta dolar untuk pemeriksaan tersebut, yaitu hampir Rp 10 miliar. KeÂmuÂdian, mendapat tambahan seÂkitar Rp 20 miliar. Sehingga, total Rp 30 miliar melalui 8 bilyet giro yang dikirim ke rekening Femmy dan Liana,†ujar Hendro.
Hendro mengakui bahwa tinÂdaÂÂkannya itu tidak sesuai dengan mekanisme resmi, karena sehaÂrusnya giro langsung dibayarkan ke negara, bukan ke rekening pribadi.
REKA ULANG
Awalnya Minta Fifty Fifty
Pegawai Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Palmerah, Jakarta, Herly IsÂdiharsono diduga meÂminta fee saat mengurus pengemÂbalian kelebihan pembayaran paÂjak PT Mutiara VirÂgo. Hal itu terÂungkap dalam sidang lanjutan terÂdakwa Dhana WidyatÂmika (DW) di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Kamis, 2 Agustus.
Hal tersebut disampaikan DiÂrektur PT Ditax Management ReÂsolusindo, Zemmy TanuÂmiÂhardja saat bersaksi untuk terdakwa DW. Sekadar mengingatkan, PT MuÂtiara Virgo (MV) menunjuk PT Ditax Management (DM) untuk mengurus pajaknya.
Di hadapan majelis hakim, Zeemy mengaku ikut mengurus peÂnyelesaian restitusi pajak PT Mutiara Virgo di KPP Palmerah pada tahun 2005. Sebelum meÂngurus restitusi pajak itu, Zeemy disuruh bosnya, yakni Direktur Utama PT Ditax Hendro Tirtajaya untuk mempelajari dokumen PT Mutiara Virgo.
“Saya dikasih satu bundel doÂkumen oleh Pak Hendro untuk bantu penyelesaian restitusi pajak di KPP Palmerah. Saya bantu adÂministrasi dokumen. Saya amÂbil dokumen dari PT Mutiara Virgo, dan diberikan ke pemeriksa paÂjak,†cerita Zemmy.
Nah, Zemmy mengaku meÂngeÂtahui permintaan uang oleh Herly itu, berdasarkan cerita Hendro. “Saya dengar dari Pak Hendro,†ujarnya.
Menurut Zemmy, Hendro menÂjelaskan bahwa Herly, anggota peÂmeriksa pajak meminta fee diberiÂkan secara langsung setelah keleÂbiÂhan pembayaran pajak diÂkemÂbalikan ke PT MV. PerÂminÂtaÂan fee ini, lanjutnya, disamÂpaiÂkan Herly dalam pertemuan deÂngan Hendro di sebuah kafe di Jakarta Barat.
“Pak Hendro bicara, pemeriksa minta all in dengan pembayaran pajak. Awalnya Pak Herly minta 50:50 dari yang keluar. Setelah diÂpotong (pajak), keluar (resÂtitusi) Rp 11 miliar. Herly dapat Rp 4 miliar, bagian dari 11 miliar,†urai Zemmy.
Zemmy mengaku, pemberian fee itu tidak melibatkan dirinya. Kata dia, Hendro sendiri yang daÂtang menemui Herly di sebuah kafe di Jakarta Barat untuk meÂnyerahkan uang fee itu. Tapi, Zemmy menyatakan tidak meÂngeÂtahui, kepada siapa saja uang itu didistribusikan Herly.
Saksi lain yang dihadirkan dalam sidang DW adalah bekas KeÂpala Bagian Keuangan PemÂkot Batam, Raja Muschin. Di haÂdapan majelis hakim, Raja meÂnyatakan pernah meminta banÂtuan stafnya, Andriansyah untuk membelikan travel cek senilai Rp 750 juta di Bank Mandiri Cabang Imam Bondjol pada tahun 2007.
Pembelian travel cek ini dilaÂkukan dua kali. Pertama, pada buÂlan Juni Rp 500 juta dan pada bulan September Rp 250 juta. Raja meÂnyebut, perintah untuk membeli traÂvel cek tersebut berÂasal dari SekÂretaris Kota Batam, Agus Saiman.
Namun, Raja mengaku tidak tahu, untuk apa dan untuk siapa cek perjalanan itu dibeli. Soalnya, dia mengaku hanya menjalankan perintah. “Sama sekali tidak ada yang menyebut nama Dhana,†ucapnya.
Minta Percepatan Penanganan Kasus Korupsi
Arif Nur Alam, Direktur IBC
Direktur LSM Indonesia Budget Center (IBC) Arif Nur Alam meminta Kejaksaan Agung melakukan percepatan pengusutan kasus korupsi pajak dan perkara korupsi lainnya.
Dia mengingatkan, dalam penanganan semua perkara, tidak boleh ada pilih-pilih tersangka yang akan diajukan sebagai terdakwa. “Harus ada percepatan penuntasan kasus yang ditangani tanpa pandang bulu,†ujar Arif.
Hal yang juga diingatkan Arif terhadap aparat penegak hukum adalah, potensi interÂvensi dari pihak-pihak tertentu yang kerap membuat loyo pengusutan kasus. Hal itu tidak boleh terÂjadi.
“Penuntasan kasus antara lain dapat dilakukan dengan cara menghindari diri dari cengÂkeraman penguasa dan politisi,†ujar Arif.
Justru, lanjut dia, politisi atauÂpun penguasa yang menÂcoba menjegal pengusutan kaÂsus korupsi harus diusut jaksa. Itu juga merupakan bagian dari reformasi lembaga. “Karena reÂformasi belum berjalan. Apalagi jika kasus itu menyentuh elit parpol atau lingkaran penguasa. Kalaupun kasus dituntaskan, hanya menyentuh operator laÂpaÂngan atau yang tidak memiliki back up politik,†ujarnya.
Karena itu, lanjut Arif, jika memang serius memberantas korupsi, maka semua halangan itu harus dituntaskan. “Ini soal yang berulang di tubuh KÂeÂjakÂsaan Agung. Saatnya Presiden meminta Kejagung untuk menuntaskan kasus-kasus ini,†tandas dia.
Dia berharap, penanganan kasus korupsi perpajakan juga berkaitan dengan upaya kejakÂsaan menyelamatkan kerugian keuangan negara. “Tinggal baÂgaiÂmana kejaksaan memÂbukÂtikan kasus seperti ini di peÂngadilan, dan menyelamatkan kerugian keuangan negara,†ujarnya.
Semestinya Segera Masuk Persidangan
Deding Ishak, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR DeÂding Ishak menyampaikan, peÂngusutan perkara korupsi di sekÂtor perpajakan harus menÂjadi prioritas lembaga penegak huÂkum termasuk Kejaksaan Agung.
Lantaran itu, kasus korupsi pajak dan tindak pidana penÂcuÂcian uang (TPPU) dengan terÂsangÂka Herly Isdiharsono Cs, seÂmestinya segera masuk ke proÂses pengadilan. Soalnya, seÂjauh ini, baru tersangka Dhana Widyatmika (DW) yang telah memasuki proses persiÂdangan di Pengadilan Tipikor Jakarta.
“Sebagai anggota Panja PemÂberantasan Mafia Pajak, saya berharap kasus-kasus perÂpajaÂkan menjadi prioritas apaÂrat peÂneÂgak hukum, karena penÂdaÂpaÂtan negara terbesar berasal dari sana,†ujar Deding.
Kendati begitu, Deding meÂnilai, terungkapnya kasus-kasus korupsi di sektor perpajakan, suÂdah menunjukkan adanya upaya membenahi sektor pajak. Tapi, katanya, perbaikan itu tidak boleh berhenti sampai di situ saja. “Ini menjadi sebuah kemaÂjuan, sehingga tidak ada alasan lagi untuk tidak meÂnyeÂleÂsaiÂkanÂnya. Kasus-kasus itu harus diÂtuntaskan,†tegasnya.
Lantaran itu, dia berharap agar kasus-kasus korupsi pajak yang sedang ditangani lembaga-lembaga penegak hukum bisa seÂgera dilanjutkan ke proses peÂnuntutan. “Tidak rumit lagi, seÂbab koordinasi antara KPK, KeÂjaksaan Agung dan juga pihak perpajakan sudah lumayan baÂgus. Karena itu, harus diÂlimÂpahÂkan ke pengadilan,†kata dia.
Dengan memeroses secara teÂpat kasus ini, lanjut Deding, publik akan memberikan nilai yang bagus bagi aparat penegak hukum. “Inputnya sudah bagus, terbuka dan ini bagian dari reÂforÂmasi sektor perpajakan. Tapi, ketika aparat penegak hukum tidak maksimal menggunakan momentum yang sudah lumaÂyan bagus itu, masyarakat tentu akan curiga,†katanya. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: