Herly Isdiharsono Tak Kunjung Dibawa Ke Pengadilan Tipikor

Dugaan Keterlibatannya Dalam Kasus DW Sudah Terang

Senin, 06 Agustus 2012, 11:00 WIB
Herly Isdiharsono Tak Kunjung Dibawa Ke Pengadilan Tipikor
Dhana Widyatmika (DW)

rmol news logo Berdasarkan keterangan sejumlah saksi dalam persidangan terdakwa Dhana Widyatmika (DW) terungkap, peran tersangka Herly Isdiharsono dalam kasus korupsi pajak dan pencucian uang ini cukup dominan. Tapi, Kejaksaan Agung tak kunjung membawa rekan Dhana di Ditjen Pajak itu ke Pengadilan Tipikor.

Sejauh ini, Kejaksaan Agung masih melakukan pemeriksaan saksi-saksi. Pada Kamis 2 Agus­tus lalu misalnya, penyidik Ke­ja­gung memanggil dan meme­riksa dua pengusaha sebagai saksi untuk Herly. Kedua pengusaha itu adalah Direktur PT Navira Tan Harry Tjiputra dan Direktur PT Mandiri Media Kreasi Sahreza Permadi.

“Mereka sebagai saksi untuk ter­sangka HI. Diperiksa pukul 10 pagi,” kata Kepala Pusat Pe­ne­ra­ngan Hukum Kejaksaan Agung Adi Toegarisman di Kom­pleks Ge­dung Kejaksaan Agung, Jalan Sul­tan Hasanud­din, Jakarta Selatan.

Menurut Adi, keterkaitan ke­dua saksi tersebut dengan ter­sangka Herly masih didalami pe­nyi­dik. “Sementara ini, mereka dimintai keterangan atas adanya hubungan bisnis dengan HI,” kata dia.

Pada hari yang sama, pe­nyidik juga memeriksa tiga ter­sangka ka­sus korupsi dan pen­cucian uang ini. Yakni Herly Isdi­har­sono, bekas pegawai Ditjen Pajak Salman Maqhfiron dan Direktur Utama PT Mutiara Virgo Johnny Basuki. “Pemeriksaan terhadap m­ereka dilakukan di Rutan Ci­pinang Jakarta Timur,” ujar Adi.

Sehari sebelumnya, pada Rabu, 1 Agustus, penyidik juga me­ngorek keterangan empat saksi bagi tersangka Herly. Keempat saksi itu adalah pimpinan PT Man­diri Media Kreasi, pimpinan PT Garma Putra Gestraco, pega­wai Ditjen Pajak Setyanto S dan pegawai Ditjen Pajak Herry P. “Tapi, yang hadir hanya Herry P. Dia diperiksa dari pukul 10 pagi,” kata Adi.

Pada Rabu itu, DW pun di­pe­riksa sebagai saksi untuk perkara yang melibatkan tersangka Herly. “Pemeriksaannya dilakukan di Rutan Salemba,” ujar bekas Ke­pala Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau ini.

Masih untuk tersangka Herly, penyidik juga memeriksa ter­sang­ka Johnny Basuki dan ter­sangka Hendro Tirtajaya sebagai saksi. Sekadar mengingatkan, Hendro adalah orang yang me­ngurus pajak perusahaannya John­ny. “Diperiksa di Rutan Sa­lemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan,” lanjutnya.

Adi menambahkan, upaya pe­nyidikan terhadap para tersangka itu untuk melengkapi dan me­ngembakan berkas tuntutan nan­tinya. Namun, dia belum bisa me­mastikan kapan Herly dan ter­sangka lainnya dilimpahkan ke pengadilan. “Kami berharap ti­dak lama lagi bisa masuk ke pe­nuntutan,” katanya.

Dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta pada Rabu, 25 Juli lalu terungkap bahwa Herly pernah meminta Direktur Utama PT Ditax Manajemen Hendro Tir­tajaya mentransfer Rp 3,4 miliar ke rekening Dhana Widyatmika (DW). Transfer itu diduga terkait pajak PT Mutiara Virgo yang diurus PT Ditax.  

Kemudian, Hendro meme­rin­tah­kan anak buahnya, Liana un­tuk mentransfer Rp 2,9 miliar ke rekening DW. “Saya pernah me­minta Liana untuk mentrasfer uang sebesar Rp 2,9 miliar ke re­kening Dhana atas perintah Herly pada Januari 2006,” kata Hendro saat bersaksi.

Selanjutnya, Rp 500 juta di­transfer ke rekening DW dari re­kening Femmy, istri Hendro yang menjadi Komisaris di PT Ditax. “Saya melakukan transfer ke re­kening Dhana pada Januari 2006 sebesar Rp 500 juta karena di­minta Hendro, tapi saya tidak tahu untuk apa,” kata Femmy.

Hendro mengaku tidak me­ngenal Dhana, sehingga transfer uang itu hanya atas perintah Her­ly yang menjadi petugas pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pal­merah dengan tugas memeriksa pajak PT Mutiara Virgo.

Nah, Direktur PT Mutiara Virgo, Johnny Basuki meminta ban­tuan PT Ditax dalam pengu­rusan pajak. Soalnya, PT Ditax bergerak di bidang jasa pe­ngu­rusan administrasi perusahaan. “Johnny meminta bantuan saya untuk mengurus administrasi pa­jak PT Mutiara Virgo, saya ke­mu­dian memberikan dokumen pe­rusahaannya ke Herly untuk me­meriksa semua jenis pajak 2003-2004,” kata Hendro.

Herly pada 15 Juli 2005 kemu­dian mengeluarkan surat ke­te­ta­pan pajak PT Mutiara Virgo yang totalnya Rp 1,567 miliar untuk pemeriksaan pajak 2003, dan Rp 1,486 miliar untuk pembayaran 2004. “Herly mendapatkan 1 juta dolar untuk pemeriksaan tersebut, yaitu hampir Rp 10 miliar. Ke­mu­dian, mendapat tambahan se­kitar Rp 20 miliar. Sehingga, total Rp 30 miliar melalui 8 bilyet giro yang dikirim ke rekening Femmy dan Liana,” ujar Hendro.

Hendro mengakui bahwa tin­da­­kannya itu tidak sesuai dengan mekanisme resmi, karena seha­rusnya giro langsung dibayarkan ke negara, bukan ke rekening pribadi.

REKA ULANG

Awalnya Minta Fifty Fifty

Pegawai Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Palmerah, Jakarta, Herly Is­diharsono diduga me­minta fee saat mengurus pengem­balian kelebihan pembayaran pa­jak PT Mutiara Vir­go. Hal itu ter­ungkap dalam sidang lanjutan ter­dakwa Dhana Widyat­mika (DW) di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Kamis, 2 Agustus.

Hal tersebut disampaikan Di­rektur PT Ditax Management Re­solusindo, Zemmy Tanu­mi­hardja saat bersaksi untuk terdakwa DW. Sekadar mengingatkan, PT Mu­tiara Virgo (MV) menunjuk PT Ditax Management (DM) untuk mengurus pajaknya.

Di hadapan majelis hakim, Zeemy mengaku ikut mengurus pe­nyelesaian restitusi pajak PT Mutiara Virgo di KPP Palmerah pada tahun 2005. Sebelum me­ngurus restitusi pajak itu, Zeemy disuruh bosnya, yakni Direktur Utama PT Ditax Hendro Tirtajaya untuk mempelajari dokumen PT Mutiara Virgo.

“Saya dikasih satu bundel do­kumen oleh Pak Hendro untuk bantu penyelesaian restitusi pajak di KPP Palmerah. Saya bantu ad­ministrasi dokumen. Saya am­bil dokumen dari PT Mutiara Virgo, dan diberikan ke pemeriksa pa­jak,” cerita Zemmy.

Nah, Zemmy mengaku me­nge­tahui permintaan uang oleh Herly itu, berdasarkan cerita Hendro. “Saya dengar dari Pak Hendro,” ujarnya.

Menurut Zemmy, Hendro men­jelaskan bahwa Herly, anggota pe­meriksa pajak meminta fee diberi­kan secara langsung setelah kele­bi­han pembayaran pajak di­kem­balikan ke PT MV. Per­min­ta­an fee ini, lanjutnya, disam­pai­kan Herly dalam pertemuan de­ngan Hendro di sebuah kafe di Jakarta Barat.

“Pak Hendro bicara, pemeriksa minta all in dengan pembayaran pajak. Awalnya Pak Herly minta 50:50 dari yang keluar. Setelah di­potong (pajak), keluar (res­titusi) Rp 11 miliar. Herly dapat Rp 4 miliar, bagian dari 11 miliar,” urai Zemmy.

Zemmy mengaku, pemberian fee itu tidak melibatkan dirinya. Kata dia, Hendro sendiri yang da­tang menemui Herly di sebuah kafe di Jakarta Barat untuk me­nyerahkan uang fee itu. Tapi, Zemmy menyatakan tidak me­nge­tahui, kepada siapa saja uang itu didistribusikan Herly.

Saksi lain yang dihadirkan dalam sidang DW adalah bekas Ke­pala Bagian Keuangan Pem­kot Batam, Raja Muschin. Di ha­dapan majelis hakim, Raja me­nyatakan pernah meminta ban­tuan stafnya, Andriansyah untuk membelikan travel cek senilai Rp 750 juta di Bank Mandiri Cabang Imam Bondjol pada tahun 2007.

Pembelian travel cek ini dila­kukan dua kali. Pertama, pada bu­lan Juni Rp 500 juta dan pada bulan September Rp 250 juta. Raja me­nyebut, perintah untuk membeli tra­vel cek tersebut ber­asal dari Sek­retaris Kota Batam, Agus Saiman.

Namun, Raja mengaku tidak tahu, untuk apa dan untuk siapa cek perjalanan itu dibeli. Soalnya, dia mengaku hanya menjalankan perintah. “Sama sekali tidak ada yang menyebut nama Dhana,” ucapnya.

Minta Percepatan  Penanganan Kasus Korupsi

Arif Nur Alam, Direktur IBC

Direktur LSM Indonesia Budget Center (IBC) Arif Nur Alam meminta Kejaksaan Agung melakukan percepatan pengusutan kasus korupsi pajak dan perkara korupsi lainnya.

Dia mengingatkan, dalam penanganan semua perkara, tidak boleh ada pilih-pilih tersangka yang akan diajukan sebagai terdakwa. “Harus ada percepatan penuntasan kasus yang ditangani tanpa pandang bulu,” ujar Arif.

Hal yang juga diingatkan Arif terhadap aparat penegak hukum adalah, potensi inter­vensi dari pihak-pihak tertentu yang kerap membuat loyo pengusutan kasus. Hal itu tidak boleh ter­jadi.

“Penuntasan kasus antara lain dapat dilakukan dengan cara menghindari diri dari ceng­keraman penguasa dan politisi,” ujar Arif.

Justru, lanjut dia, politisi atau­pun penguasa yang men­coba menjegal pengusutan ka­sus korupsi harus diusut jaksa. Itu juga merupakan bagian dari reformasi lembaga. “Karena re­formasi belum berjalan. Apalagi jika kasus itu menyentuh elit parpol atau lingkaran penguasa. Kalaupun kasus dituntaskan, hanya menyentuh operator la­pa­ngan atau yang tidak memiliki back up politik,” ujarnya.

Karena itu, lanjut Arif, jika memang serius memberantas korupsi, maka semua halangan itu harus dituntaskan. “Ini soal yang berulang di tubuh K­e­jak­saan Agung. Saatnya Presiden meminta Kejagung untuk menuntaskan kasus-kasus ini,” tandas dia.

Dia berharap, penanganan kasus korupsi perpajakan juga berkaitan dengan upaya kejak­saan menyelamatkan kerugian keuangan negara. “Tinggal ba­gai­mana kejaksaan mem­buk­tikan kasus seperti ini di pe­ngadilan, dan menyelamatkan kerugian keuangan negara,” ujarnya.

Semestinya Segera Masuk Persidangan

Deding Ishak, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR De­ding Ishak menyampaikan, pe­ngusutan perkara korupsi di sek­tor perpajakan harus men­jadi prioritas lembaga penegak hu­kum termasuk Kejaksaan Agung.

Lantaran itu, kasus korupsi pajak dan tindak pidana pen­cu­cian uang (TPPU) dengan ter­sang­ka Herly Isdiharsono Cs, se­mestinya segera masuk ke pro­ses pengadilan. Soalnya, se­jauh ini, baru tersangka Dhana Widyatmika (DW) yang telah memasuki proses persi­dangan di Pengadilan Tipikor Jakarta.

“Sebagai anggota Panja Pem­berantasan Mafia Pajak, saya berharap kasus-kasus per­paja­kan menjadi prioritas apa­rat pe­ne­gak hukum, karena pen­da­pa­tan negara terbesar berasal dari sana,” ujar Deding.

Kendati begitu, Deding me­nilai, terungkapnya kasus-kasus korupsi di sektor perpajakan, su­dah menunjukkan adanya upaya membenahi sektor pajak. Tapi, katanya, perbaikan itu tidak boleh berhenti sampai di situ saja. “Ini menjadi sebuah kema­juan, sehingga tidak ada alasan lagi untuk tidak me­nye­le­sai­kan­nya. Kasus-kasus itu harus di­tuntaskan,” tegasnya.

Lantaran itu, dia berharap agar kasus-kasus korupsi pajak yang sedang ditangani lembaga-lembaga penegak hukum bisa se­gera dilanjutkan ke proses pe­nuntutan. “Tidak rumit lagi, se­bab koordinasi antara KPK, Ke­jaksaan Agung dan juga pihak perpajakan sudah lumayan ba­gus. Karena itu, harus di­lim­pah­kan ke pengadilan,” kata dia.

Dengan memeroses secara te­pat kasus ini, lanjut Deding, publik akan memberikan nilai yang bagus bagi aparat penegak hukum. “Inputnya sudah bagus, terbuka dan ini bagian dari re­for­masi sektor perpajakan. Tapi, ketika aparat penegak hukum tidak maksimal menggunakan momentum yang sudah luma­yan bagus itu, masyarakat tentu akan curiga,” katanya. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA