KPK Mau Periksa Wamenag Sebagai Saksi Proyek Al Quran

Zulkarnaen Djabar Mungkin Ditahan Besok

Kamis, 19 Juli 2012, 10:04 WIB
KPK Mau Periksa Wamenag Sebagai Saksi Proyek Al Quran
Zulkarnaen Djabar
RMOL. Sebelum memeriksa dan menahan tersangka kasus dugaan korupsi proyek pengadaan Alquran, KPK gencar memeriksa sejumlah saksi. Saksi yang dikorek keterangannya itu antara lain, Kepala Sekretariat Komisi VIII DPR Yanto Suprianto.

Dikonfirmasi kemarin sore, Yanto memastikan sudah datang ke kantor Komisi Pemberantasan Korupsi. Menurutnya, data ter­kait pembahasan proyek penga­daan Alquran dan komputer di Kementerian Agama tahun 2011, telah disampaikan kepada pe­nyi­dik. “Semuanya sudah di­sam­pai­kan ke sekretariat KPK,” katanya.

Tapi, Yanto menolak mem­be­berkan materi pemeriksaan yang dilakoninya. Alasannya, subs­tan­si pengusutan kasus ini me­ru­pa­kan kewenangan Komisi Pe­m­be­rantasan Korupsi. Untuk itu, dia memasrahkan hasil pemeriksaan dirinya kepada Komisi Pem­be­rantasan Korupsi.

Kepala Bagian Pemberitaan KPK Priharsa Nugraha men­je­las­kan, pemeriksaan Yanto sebagai saksi ditujukan untuk me­mas­ti­kan data hasil penggeledahan dan penyitaan di ruang kerja ter­sang­ka Zulkarnaen Djabar, anggota Komisi VIII DPR dari Fraksi Par­tai Golkar. “Kapasitasnya sebagai saksi,” ujarnya.

Selain Yanto, KPK kemarin menggali keterangan saksi Fahd El Fouz alias Fahd A Rafiq yang juga kader Golkar dari organ sa­yap Musyawarah Kekeluargaan dan Gotong Royong (MKGR), se­perti tersangka Zulkarnaen.

Fahd yang merupakan ter­sang­ka kasus suap Dana Percepatan Pembangunan Infrasuktur Dae­rah (DPPID) ini, diduga me­nge­tahui pelaksanaan pengadaan Al­quran. Soalnya, Fahd diduga me­miliki kedekatan dengan ter­sangka Dendy Prasetya, anak ter­sangka Zulkarnaen.

Priharsa menolak me­nye­but­kan secara spesifik substansi pe­merik­saan terhadap Fahd. Di­tanya ten­tang dugaan keterlibatan Fahd da­lam mengatur tender pro­yek ini, dia juga tak mau bi­cara panjang lebar.

Lebih jauh, Priharsa meng­in­for­masikan, dua saksi lain yang di­mintai keterangan oleh pe­nyi­dik KPK adalah Ketua Gerakan Muda (Gema) MKGR Vasco Ruseimy serta mahasiswa yang me­rupakan kader MKGR ber­nama Rizky Moelyoputro. Se­hingga, kemarin, KPK mengorek keterangan tiga kader MKGR sebagai saksi.

Sementara itu, tersangka Zul­karnaen yang dimintai tanggapan soal rencana KPK memeriksa dan menahannya, tidak mau ber­ko­mentar. Kuasa hukumnya, Ismail menjelaskan, kliennya belum me­nerima surat panggilan peme­rik­saan. Namun demikian, dia me­mastikan, kliennya siap me­ma­tuhi semua mekanisme hukum.

Dia berharap, sikap kooperatif Zulkarnaen bisa menjadi per­tim­bangan bagi KPK agar tidak me­na­han kliennya itu. “Pak Zul kooperatif, tidak melawan atau me­larikan diri,” tandasnya saat dikonfirmasi wartawan, kemarin.

Rencana pemeriksaan, terha­dap Zulkarnaen ini disampaikan Wa­kil Ketua KPK Busyro Mu­qo­das, kemarin. Dalam ke­te­ra­ngan­nya, bekas Ketua Komisi Yudisial (KY) ini menjelaskan, agenda pe­meriksaan Zulkarnaen dijad­wal­kan besok, Jumat (20/7).

Saat di­tanya, apakah KPK akan lang­sung menahan tersangka ini, dia tak menjawab dengan tegas. Dia mengisyaratkan, biasanya se­telah menjalani pemeriksaan ma­rathon, KPK akan menetapkan pe­nahanan tersangka. Busyro me­nambahkan, rangkaian pe­me­riksaan saksi dan tersangka juga ditujukan untuk mengungkap keterlibatan pihak lain dalam kasus ini.

Dia juga menginformasikan, KPK pun mengagendakan pe­meriksaan Wakil Menteri Agama Nasaruddin Umar sebagai saksi. Pe­meriksaan terhadap Na­sa­rud­din dilatari posisinya sebagai Dir­jen Bimbingan Masyarakat Islam saat terjadinya perkara tersebut. “Pada saatnya nanti akan di­pe­riksa,” kata Busyro.

Sebagaimana diketahui, sehari se­belumnya, KPK memeriksa tu­juh staf Kemenag. Ketujuh staf yang dijadikan saksi oleh KPK itu, dianggap mengetahui meka­nisme pelaksanaan tender sampai pelaksanaan proyek senilai Rp 35 miliar tersebut.

REKA ULANG

Ayah Dan Anak Jadi Tersangka

Menurut Ketua KPK Abra­ham Samad, Zulkarnaen diduga terlibat  tiga kasus korupsi. Dua kasus adalah proyek pengadaan Al Quran di Ditjen Bimas Islam Kementerian Agama tahun ang­garan 2011 dan 2012. Serta, pro­yek pengadaan komputer untuk Madrasah Tsanawiyah di Ditjen Pendidikan Islam Kemenag ta­hun anggaran 2011. Untuk pe­nga­daan Al Quran tahun 2011, ni­lai proyek mencapai Rp 35 miliar.

 â€œKPK dalam hal ini telah me­nemukan minimal dua alat bukti untuk naik ke tahap penyidikan, dan kami sudah tetapkan dua ter­sangka,” kata Abraham dalam jum­pa pers di Gedung KPK, Ja­karta. Zulkarnaen ditetapkan sebagai tersangka pada Kamis malam,  28 Juni lalu. Selain Zul­kar­naen, KPK juga menetapkan anak Zulkarnaen, Dendi Prasetia sebagai tersangka. Dendi diiden­ti­fikasi sebagai Dirut PT KSAI.  

 Abraham memaparkan modus Zaenal. Menurut Abraham, Zae­nal mengarahkan oknum Ditjen Bimas Islam dan perusahaan A3I (Adhi Aksara Abadi Indonesia) dalam proyek pengadaan Al Qu­ran. Zaenal, juga mengarahkan ok­num di Dirjen Pendidikan Is­lam untuk mengamankan proyek laboratorium dan sistem kom­pu­ter untuk menangkan PT BKM.

 Penyerahan uang suap dilaku­kan secara bertahap. “Nilai suap masih dalam penghitungan. Ang­kanya mulai ratusan juta sampai miliaran rupiah,” kata Abraham saat mengumumkan penetapan tersangka itu.

Untuk mencari bukti tam­ba­han, KPK kemudian meng­ge­ledah ru­mah Zulkarnaen di Jalan Kas­wari 4, Jati Cempaka, Bekasi dan rua­ngannya di Gedung DPR. Dari rua­ngan Zulkarnaen, pe­nyidik KPK keluar membawa 1 CPU, 1 mo­nitor dan 2 kardus ber­ukuran sedang.  

Pengacara Zulkarnaen, Yusril Ihza Mahendra meminta KPK menangani kasus ini secara pro­porsional. Tujuannya, agar tak lari kemana-mana atau menjadi bola liar. “Sementara yang saya da­pat simpulkan, yang disebut dengan istilah korupsi pengadaan Alquran tidak benar sama sekali,” ujarnya.

Yusril juga mengatakan, keter­libatan anak Zulkarnaen Djabbar dalam dugaan korupsi tersebut tidak berdasar. Yusril meyakini anak Zulkarnaen tidak ikut  tender pengadaan Alquran tahun 2011.

“Pada 2007, tidak spesifik pe­ngadaan Alquran, apalagi dika­ta­kan pemenang tender adalah perusahaan milik anak Zul­kar­naen Djabbar. Setelah kita kros­cek berdasarkan dokumen, ter­nya­ta tidak ada dasarnya. Anak­nya itu jangankan sebagai pe­me­nang tender, ikut saja dalam ten­der itu tidak. Dan, tidak me­nge­tahui keberadaan perusahaan yang ikut dalam percetakan pe­ngadaan Alquran tahun 2011,” tambahnya.

Diketahui, proyek pengadaan Alquran itu terjadi pada 2011. Ni­lai proyek sebesar Rp 35 miliar. Di­duga anggota DPR men­da­patkan uang terkait pelaksanaan proyek.

Dalam kasus ini, KPK telah me­ne­tapkan dua tersangka. Ke­dua ter­sangka itu adalah anggota Ko­misi VIII DPR Fraksi Partai Gol­kar Zulkarnaen Djabar dan anak­nya, Dendi Prasetya yang tercatat se­bagai Sekjen Gerakan Muda MKGR.

KPK Tidak Boleh Batasi Pelaku

Sandi Ebeneser Situngkir, Anggota Majelis PBHI

Anggota Majelis Pertim­ba­ngan Bantuan Hukum Indo­nesia (PBHI) Sandi Ebeneser Situngkir mengingatkan, pada prinsipnya, siapa pun yang ber­buat mesti bertanggungjawab.

Prinsip itu pula yang harus di­pe­gang KPK dalam mena­nga­ni kasus dugaan korupsi pengadaan Alquran yang me­nyeret sejumlah kader orga­ni­sasi sayap Partai Golkar, Mu­sya­warah Kekeluargaan dan Gotong Royong (MKGR).

“Sekecil apapun peran kader MKGR, jika memang ada buktinya, maka harus dibawa KPK ke Pengadilan Tipikor,” ujar Sandi, kemarin.

Lantaran itu, Sandi me­ngi­ngatkan KPK agar tidak ter­ke­coh jika ada upaya pihak ter­ten­tu untuk membatasi kasus ini pada keterlibatan sejumlah orang saja. “Itu akan menga­ki­bat­kan yang kena hanya seba­gian orang saja,” kata dia.

Aliran uang yang diduga ma­suk ke sejumlah politisi, lanjut Sandi, harus didalami Komisi Pemberantasan Korupsi sampai tuntas. Tidak boleh setengah-setengah. Begitu pula dugaan keterlibatan sejumlah pejabat di Kementerian Agama.

“Sehingga, apabila alat buk­tinya kuat, semua yang terlibat dapat dijadikan tersangka, lalu dijadikan terdakwa,” tandas Ketua Majelis Organisasi Indo­ne­sia Public Services Watch ini.

Menurut Sandi, sangat sulit di­terima akal sehat jika kasus ko­­rupsi seperti ini tidak ada sang­kaan keterlibatan pihak peme­rin­tahnya, dalam hal ini pihak Ke­men­terian Agama atau Keme­nag. “Pejabat di Kemen­te­rian Aga­ma tidak boleh lepas ta­ngan, karena pengadaan itu kan di Kemenag,” tandasnya.

Berharap KPK Tak Setengah Hati Tangani Kasus

Desmon J Mahesa, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Des­mon J Mahesa mewanti-wan­ti, Komisi Pemberantasan Korupsi tidak boleh setengah hati mengusut kasus dugaan ko­rupsi pengadaan Al quran. Se­bab, Komisi Pemberantasan Ko­rupsi sudah kadung mene­tapkan tersangka. Maka, kasus ini mesti tuntas secara utuh. Ti­dak bisa sepotong-sepotong.

“Kalau KPK sudah berani menetapkan tersangka, maka KPK tidak boleh melempem. Harus bisa menuntaskan kasus ini hingga ke Pengadilan Ti­pi­kor. Dugaan keterlibatan pihak lain yang belum menjadi ter­sang­ka, juga mesti ditun­taskan,” ujar anggota DPR dari Fraksi Partai Gerindra ini, kemarin.

Desmon mengingatkan, bila Komisi Pemberantasan Korupsi tidak menelusuri dugaan keter­libatan pihak-pihak lain, maka KPK hanya akan dinilai sebagai lembaga yang menciderai har­kat dan martabat orang.

“Kalau melemah pengus­­u­tan­nya, berarti KPK bisa dinilai me­lakukan black campaign dan charachter assasination terha­dap orang yang sudah disebut ter­libat,” katanya.

Desmon menyampaikan, ma­syarakat juga sudah bisa me­nilai kinerja Komisi Pe­mb­e­ran­ta­san Korupsi selama ini. Se­buah perkara yang diusut dan tid­ak diselesaikan secara tuntas akan menimbulkan ketidak­per­ca­yaan publik. “Buat apa ada KPK kalau menangani kasus, tapi tidak tuntas. Jangan kayak LSM dong,” tandasnya.

Menurut dia, lembaga swa­daya masyarakat saja bisa me­lakukan upaya kampanye pem­berantasan korupsi dan mem­buktikan ada­nya tindak pidana korupsi. “Masa KPK tidak bisa bongkar semua,” tandasnya. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA