Kunjungi Desa Modern China Bisa Telan Anggaran Miliaran

Tahun Ini, DPR Mimpi Sahkan RUU Desa

Minggu, 01 Juli 2012, 08:59 WIB
Kunjungi Desa Modern China Bisa Telan Anggaran Miliaran
Rancangan Undang-Undang (RUU) Desa
RMOL.DPR menargetkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Desa yang tengah dibahas dapat disahkan menjadi Undang-Undang tahun ini.

Kehadiran Undang-Undang Desa diharapkan menjadi payung hukum bagi keragaman desa di Indonesia yang memperhatikan ke­khususan wilayah. Target pengesahan itu berdasarkan ama­nat yang diberikan, maksimal pada Desember 2012.

Anggota Komisi II Abdul Malik Haramain menjelaskan, un­tuk memperkaya isi Ranca­ngan Undang-Undang Desa DPR berencana keluar negeri untuk studi banding.

Kali ini, sejumlah anggota Ko­misi II DPR akan ke empat nega­ra untuk kepentingan pem­ba­hasan dua RUU, yaitu RUU Pe­merintah Daerah, dan RUU Desa.

Sebagian anggota Komisi II akan mendatangi Cina dan Vene­zuela terkait studi banding RUU Desa. Adapun terkait RUU Pem­da akan mendatangi Jepang dan Jerman. “Saya ikut ke Cina,” kata­nya kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, belum lama ini.

China dipilih, lantaran negara tersebut berhasil membangun ke­kuatan desa. Pihaknya akan ber­kunjung ke desa terkaya di Cina, Desa Huaxi. Dahulu desa itu miskin. Kini, menjadi desa terka­ya dan modern.

“Mayoritas penduduk di desa ini memiliki kekayaan setidaknya 100 ribu Euro atau lebih. Desa ini punya sebuah perusahaan multi sektor industri yang terdaftar di bursa saham. Para penduduknya pemegang saham dan dibayar seperlima dari keuntungan peru­sa­haan,” ungkapnya.

DPR tertarik ingin mempela­jari pola penataan desa, kewe­na­ngan yang dimiliki, sistem pe­nye­lenggaraan pemerintahan, pro­ses pembangunan, dan lainnya.

Nanti di China DPR RI ingin bertemu parlemen Cina untuk mengetahui regulasi yang terkait pembangunan desa di Cina.

“Kita juga ingin bertemu Ke­menterian Dalam Negeri China yang berhubungan dengan tata kelola pemerintahan desa, ke­mudian pejabat wilayah yang terkait dengan pemberdayaan desa,” kata politisi PKB itu.

Anggota Pansus RUU Desa AS Thalib mengatakan, studi banding RUU Desa ke Venezuela dan Cina akan dijalankan dua tim berbeda.

“Yang jelas anggota pansus sudah ditentukan siapa yang ke Ve­nezuela dan Cina. Dari rom­bongan itu nanti dibagi dua, saya kebagian ke Venezuela,” ujarnya.

Berdasarkan jadwal, studi banding dilakukan  selama sepe­kan terhitung 6 Juli 2012. Saat ini Pansus di DPR tengah melakukan komunikasi dengan duta besar negara-negara yang akan dikun­jungi, termasuk pembahasan agenda beberapa pertemuan dan kunjungan dengan institusi ter­kait dengan desa di dua negara ter­sebut.

Menurut Thalib, Pansus RUU Desa diperkirakan akan ke Jer­man dan Jepang pada September mendatang. Awalnya memang direncanakan untuk berangkat da­lam waktu dekat. Namun, ke­mudian ada pemberitahuan untuk ditunda hingga September.

Anggota Pansus RUU Desa Abdul Wahab Dalimunthe, mengatakan China dan Venezuela menjadi pilihan tim Pansus RUU Desa untuk dikunjungi. Sebab, kedua negara itu dinilai memiliki kemiripan karakter dengan kehidupan masyarakat Indonesia. Kehidupan masyarakat selama ini memang masih bergantung pada sektor agraria.

Sekalipun begitu, dia menga­kui kunjungan kerja anggota de­wan kurang memberikan nilai po­sitif di mata masyarakat bila tetap melaksanakan kunjungan ker­ja pada tanggal 6 Juli mendatang dengan biaya mencapai miliaran rupiah. Diapun menyarankan, rekan-rekan di DPR baik yang ter­gabung dalam tim Pansus RUU Desa dan RUU Pemda ti­dak seharusnya melakukan kun­jungan kerja ke luar negeri untuk keperluan pembahasan RUU Pemda dan RUU Desa.

Masih banyak pemda dan desa di dalam negeri yang bisa dija­dikan contoh serta acuan untuk pembahasan RUU tersebut. Wila­yah dan masyarakat di Indonesia sifatnya sangat heterogen. De­ngan demikian tidak perlu dica­rikan sistem dari negara lain untuk dijadikan pembanding.

“Keunggulan tiap-tiap daerah berbeda sehingga tidak mungkin bisa menerapkan satu sistem regulasi yang sama pada seluruh desa dengan keadaan kondisi yang berbeda.” tandasnya.

Mestinya Tahun 2001 Disahkan

Ryaas Rasyid, Anggota Dewan Pertimbangan Presiden

Rancangan Undang-Undang (RUU) Desa sangat diperlukan karena telah terjadi kevakuman Undang-Undang Desa sejak ta­hun 1999. Berlakunya UU No­mor 22 Tahun 1999 itu, dengan sendirinya waktu itu menyatakan membatalkan UU Nomor 5 Tahun 1979 tentang Desa.

Dalam UU Nomor 22 Tahun 1999 tersebut dimasukkan be­be­rapa pasal tentang desa. Dulu pe­merintah berjanji akan ada Un­dang-Undang Desa yang ba­ru, mes­tinya tahun 2001. Na­mun, se­karang sudah tahun 2012.  Karena itulah, sejak ta­hun 1999 hingga se­karang ter­jadi kevakuman pe­merintahan desa karena undang-undangnya tidak ada.

Menurutnya, kemungkinan adanya resistensi pasti ada. Suatu ide baru pasti akan ada resistensi. Apalagi, RUU Desa mengalami peru­bahan drastis karena peme­rintahan desa bukan lagi kepala eksekutif atau kepala adminis­trasi, melainkan kepala komuni­tas.

Dalam hal ini, desa diberi oto­nomi penuh sebagai suatu ko­munitas, bukan administrasi. Desa mengatur sendiri orga­nisasinya, mengatur sendiri pro­gramnya. Nanti apa yang perlu di­bantu, akan dibantu oleh pe­merintah. Tidak harus se­ragam.

Bentuk pemerintahan desa tersebut mengikuti adat istiadat, kebiasaan, dan norma-norma yang hidup di desa itu. Lalu, jika su­dah ada sudah menjadi komu­ni­tas, tidak diperlukan lagi PNS.

Ngelancong Ke Jerman Ngabisin Rp 855 Juta

Uchok Khadafi, Koordinator Investigasi FITRA

Perhitungan Forum Trans­­paransi untuk Anggaran (FITRA) yang berdasar pada pa­da pe­raturan menteri keu­angan Nomor 84/PMK.02/2011, studi banding Komisi II ke China, Venezuela, Jerman dan Jepang mengha­biskan anggaran Rp 2,4 miliar.

Rinciannya Rp 249 juta ke Chi­na, Rp 285 juta ke Jepang, Rp 711 juta ke Jerman dan Rp 885 juta ke Venezuela.

Itu perhitungan 10 anggota de­wan, waktu  kunjungan 7 hari. Anggaran akan bengkak jika ditambah ongkos untuk staf anggota dewan dan anggota keluarga DPR.

Bukan hanya besaran ang­garan saja. Yang menjadi per­soa­lan Tetapi, manfaat dari pengeluaran anggaran sebesar itu. Kunjungan kerja di negara-negara itu tidaklah efektif. Sebab, persoalan yang dihadapi berbeda. Di Jepang dan Jerman pasti tidak akan ditemui ma­salah kekurangan infrastruktur, karena negara mereka sudah maju.

Sebaiknya, penyerapan aspi­rasi dalam negeri lebih diuta­makan dibanding kunjungan kerja. Misalnya, dengan mem­perkenalkan RUU Desa itu ke publik. Kemudian, memantau per­­debatan yang terjadi di ma­syarakat. Selama ini banyak RUU di Indonesia selalu meng­hindari perdebatan publik.

Lebih Baik Jalan Ke Bangladesh & India

Sudir Santoso, Ketua Umum Parade Nusantara

Rencana anggota Komisi II DPR yang melakukan perjala­nan ke Venezuela, Amerika Se­latan untuk membahas RUU Desa dinilai hanya mengham­bur-hamburkan uang negara. Seharusnya kalau mau mela­kukan studi banding DPR se­baiknya ke Bangladesh dan In­dia, kedua negara itu menga­lami pertumbuhan ekonomi pedesaan.

Ada pepatah mengatakan de­­sa mowocoro, negoro mo­wo­­toto, artinya desa itu punya ca­ra, negara punya tatanan. Ter­lampau naif apabila mela­kukan studi banding RUU De­sa ke Ve­nezuela, tentu ini tidak sesuai de­ngan kultur budaya Indo­nesia.

Apa yang dilakukan anggota dewan dalam mengurus desa itu sangat tidak cocok. Bila ingin belajar tentang organisasi desa, pertumbuhan urban maupun pranata sosialnya, dan pranata ekonominya, maka belajar ke Bangladesh dan India, karena lantaran kedua negara tersebut mengalami pertumbuhan eko­nomi pedesaan.

Venezuela itu lebih tepat jika di­hubungkan dengan pen­dis­tribusian tanah. Indonesia su­dah memiliki Undang-Undang Agraria. Sehingga hal ini, me­nimbulkan konotasi mengenai menghamburkan uang. Lebih baik mendengarkan aspirasi dari bawah dan harusnya ke de­sa-desa. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA